free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Mengungkap Sejarah Adipati Arya Balitar: Dari Keturunan Majapahit hingga Perjuangan Melawan Belanda

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Dede Nana

21 - Jul - 2024, 09:15

Placeholder
Makam Adipati Arya Blitar di Kelurahan Blitar, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar.(Foto: Aunur Rofiq/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Blitar sebuah kota di Jawa Timur yang dikenal sebagai tempat peristirahatan terakhir Bung Karno, menyimpan banyak misteri dalam jejak sejarahnya. Salah satu yang paling menarik adalah kisah Adipati Arya Balitar.

Dalam narasi tradisional, Arya Balitar sering dikaitkan dengan legenda lokal, tetapi penelitian historiografi terbaru mengungkap fakta yang berbeda, lebih mendalam dan menakjubkan tentang sosok ini.

Baca Juga : Ramai Boikot Adidas, Buntut Batalkan Bella Hadid Jadi Model Iklan

 Artikel ini akan mengupas tuntas sejarah Arya Balitar dari perspektif historiografi, mengeksplorasi peran pentingnya dalam dinamika politik pasca-Majapahit dan bagaimana kisahnya berbeda dari Pangeran Blitar, tokoh yang sering kali disalahartikan sebagai dirinya.

Jejak Keturunan dari Kerajaan Majapahit

Untuk memahami sejarah Arya Balitar, kita harus kembali ke masa akhir Kerajaan Majapahit. Setelah runtuhnya kerajaan besar ini pada abad ke-15, wilayahnya terpecah menjadi sejumlah kadipaten yang memperebutkan kekuasaan dan pengaruh. Salah satunya adalah Kadipaten Balitar yang terletak di kawasan selatan Gunung Kelud dan berbatasan langsung dengan Kediri.

Menurut Hasan Djafar, runtuhnya Majapahit disebabkan oleh perang suksesi dan penyerangan Dyah Ranawijaya Girindrawardhana ke ibu kota Majapahit. Setelah itu, kekuasaan Majapahit terpecah menjadi kadipaten-kadipaten kecil seperti Daha, Kahuripan, dan Tanjungpura. Pada masa akhir Majapahit, muncul wilayah-wilayah baru seperti Demak, Pengging, dan Sengguruh.

Kadipaten Balitar dipimpin oleh Adipati Arya Balitar yang, menurut naskah Tedhak Pusponegaran dan Serat Kandaning Ringgit Purwa, adalah putra Raden Kusen Adipati Terung, adik kandung Raden Patah, Sultan Demak pertama. Raden Kusen sendiri merupakan cucu dari Sinuhun Ampel Denta, menjadikan Arya Balitar bagian dari keluarga besar Sultan Demak dan keturunan langsung dari Raja Majapahit Brawijaya V.

Arya Balitar dan Adipati Sengguruh: Saudara Sedarah

Adipati Arya Balitar memiliki seorang saudara, Adipati Sengguruh, yang dikenal juga sebagai Ki Ageng Sengguruh. Keduanya adalah putra Raden Kusen dari istri Nyai Wilis, cucu dari Sunan Ampel. Arya Terung atau Adipati Sengguruh memimpin Kadipaten Sengguruh yang terletak di wilayah Malang. Bersama-sama, kedua saudara ini memainkan peran penting dalam menyebarkan agama Islam di daerah mereka dan mempertahankan wilayah mereka dari ancaman luar.

Raden Kusen, ayah Adipati Arya Balitar dan Adipati Sengguruh merupakan putra Arya Damar, tokoh penting dalam sejarah Majapahit. Arya Damar, atau Ario Abdillah, yang dimakamkan di Kebun Sahang KM 4 dekat Makam Pahlawan Palembang, adalah Adipati Palembang pertama. Ia memimpin setelah Palembang mengalami kekacauan akibat pemberontakan Parameswara dan serangan bajak laut Cina yang dipimpin oleh Liang Tau Ming, Cheng Po-ko, Chen Tsui, dan Shi Chin Ching. 

Ario Abdillah sendiri adalah putra Maharaja Majapahit Sri Kertawijaya, juga dikenal sebagai Wijaya Parakramawarddhana atau Brawijaya V, yang memerintah antara tahun 1447-1451 M. Nama lahirnya adalah Ki Dilah atau Arya Damar.

Menurut Babad Tanah Jawi, Ki Dilah adalah putra Prabu Brawijaya dan putri denawa Endang Sasmitapura. Ketika mengandung, Endang Sasmitapura diusir dari keraton, sehingga Ki Dilah lahir di hutan Wanasalam dekat ibu kota Majapahit. Ia dibesarkan oleh pamannya, Ki Kumbarawa, yang mengajarinya berbagai ilmu kesaktian. Istilah "denawa" merujuk pada penganut Syiwa-Buddha aliran Bhairawa-Tantra yang menggunakan korban manusia dalam ritual pancamakara.

Dalam tradisi Bali yang dicatat oleh C.C. Berg dalam "De Middeligvaansche Historische Traditie" dan Th.G.Th Pigeaud dalam "Literature of Java," Arya Damar berperan penting dalam penaklukan Bali dan menjadi pahlawan dalam pemberontakan di Pasunggiri. Pada masa pemerintahan Rani Suhita, Arya Damar ditugaskan untuk menumpas pemberontakan Bhre Daha, putri Bhre Wirabhumi, dan berhasil dengan gemilang. Kisah ini kemudian diabadikan oleh Pangeran Pekik dari Surabaya dalam "Carita Damarwulan."

"Babad Ratu Tabanan" mengungkapkan bahwa Arya Damar, putra Sri Maharaja Brawijaya, adalah penguasa Palembang dan leluhur Raja-Raja Tabanan melalui keturunannya Arya Yasan. Nama gelar "Kyai," yang digunakan keturunan Arya Damar di Palembang, Jawa, dan Madura, juga ditemukan di prasasti Kompleks Makam Tumenggung Pusponegoro, menunjukkan hubungan silsilah dengan Raja-Raja Tabanan.

Dalam Silsilah Raja-Raja Madura, Arya Damar adalah leluhur Arya Menak Sunaya, yang menurunkan tokoh-tokoh seperti Kyai Demang Pelakaran dan Kyai Adipati Pramono, yang kemudian menjadi leluhur Raja-Raja Madura, termasuk Cakraningrat dan Ario Adikoro. Di naskah Tedhak Poespanegara, Arya Damar juga dianggap sebagai leluhur bupati-bupati di Jawa, seperti Raden Kusen Adipati Terung. Keturunannya, yang juga menggunakan gelar "Kyai," termasuk Bupati-Bupati Gresik, Lamongan, Pasuruan, dan Bangil.

Dari garis keturunan ini, jelas bahwa Adipati Arya Balitar dan Adipati Sengguruh adalah keturunan langsung dari Raja Majapahit Brawijaya V. Mereka memiliki ikatan dengan Sultan Demak dan merupakan bagian dari keturunan Raden Rahmat, Bupati pertama Surabaya yang bergelar Sunan Ngampel. Hal ini menekankan peran penting hubungan keluarga dalam dinamika politik masa itu.

Sebagai bagian dari keluarga Sultan Demak dan keturunan Sunan Ampel, Arya Terung Ki Dipati Sengguruh tidak hanya berperan sebagai penguasa tetapi juga sebagai penyebar ajaran Islam. Ia menyebarkan Islam di wilayah-wilayah seperti Kipanjen, Pakishaji, Turyan, Taloka, Gribig, Panawijen, Karebet, Malang, Balitar, Panjer, Rawa, dan Pamenang.

Tragedi di Kali Brantas

Pada masa transisi dari Majapahit ke Demak, Arya Balitar dan Sengguruh terlibat dalam konflik dengan Adipati Nilosuwarno dari Kadipaten Srengat yang masih beragama Hindu. Pertikaian antara pemimpin Muslim dan Hindu ini mencerminkan ketegangan sosial dan politik yang melanda Jawa Timur saat itu.

Baca Juga : Bekal Banyak Uji Coba, Arema FC Siap Lawan Bali United pada Laga Piala Presiden

Kisah heroik Arya Balitar dan Sengguruh mencapai puncaknya ketika mereka diserang oleh Adipati Srengat Nilosuwarno. Setelah melakukan ziarah ke makam Sunan Giri, mereka dan rombongan mereka disergap di Sungai Brantas. Serangan ini dipimpin oleh Adipati Nilosuwarno dan dibantu oleh Adipati Panjer dengan kekuatan pasukan yang jauh lebih besar. Dalam pertempuran sengit ini, Arya Balitar dan Sengguruh beserta pengikutnya bertahan dengan gagah berani namun akhirnya gugur.

Kematian mereka meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah Blitar dan sekitarnya. Arya Balitar dimakamkan di utara Kali Brantas, yang kini menjadi bagian dari Kota Blitar, sementara Adipati Sengguruh dimakamkan di selatan Kali Brantas, di wilayah Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung.

Pangeran Blitar: Tokoh Berbeda dengan Nama yang Sama

Ketika membahas Arya Balitar, seringkali muncul kebingungan dengan sosok Pangeran Blitar, tokoh yang juga dikenal dengan nama Pangeran Blitar dan terlibat dalam Perang Suksesi Jawa II (1719-1723). Pangeran Blitar ini adalah putra dari Sunan Pakubuwono I dan Ratu Mas Blitar dari Madiun, bukan Adipati Arya Balitar yang berasal dari abad sebelumnya.

Pangeran Blitar memberontak melawan Sunan Amangkurat IV bersama saudaranya, Pangeran Purbaya. Perang ini merupakan bagian dari serangkaian konflik internal di Kesultanan Mataram yang akhirnya berkontribusi pada melemahnya kekuatan Mataram dan semakin memperkuat pengaruh Belanda di Jawa.

Pangeran Blitar, yang sangat disayangi oleh ibunya, dimakamkan berdampingan dengan sang ratu di pemakaman Dinasti Mataram di Nusukan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan demikian, jelas bahwa makam Pangeran Blitar, putra Pakubuwono I, bukan berada di Blitar, melainkan di Yogyakarta.

Adipati Arya Balitar dan Adipati Sengguruh bukan hanya penguasa lokal; mereka juga berperan sebagai penyebar agama Islam di Jawa Timur. Dakwah mereka tidak selalu diterima dengan baik, terutama di wilayah yang masih kuat dengan tradisi Hindu-Buddha. Pertempuran melawan Adipati Srengat Nilosuwarno dan pembunuhan mereka menggambarkan betapa sulitnya penyebaran Islam pada masa itu.

Sebagai keturunan langsung dari Raja Majapahit dan keluarga Sultan Demak, Arya Balitar dan Sengguruh juga mencerminkan hubungan yang rumit antara kekuasaan, agama, dan politik di Jawa pada masa transisi tersebut. Keberanian dan perjuangan mereka memberikan wawasan berharga tentang dinamika sosial dan politik di Jawa Timur pada abad ke-15 dan ke-16.

Kisah Arya Balitar dan Adipati Sengguruh adalah bagian integral dari sejarah Blitar dan Jawa Timur. Mereka meninggalkan warisan yang melampaui batasan waktu, menjadi simbol perjuangan melawan penindasan dan penyebaran keyakinan di tengah tantangan besar.

Selain itu, sebagai bagian dari silsilah keluarga besar Majapahit dan Sultan Demak, mereka menghubungkan masa lalu dengan masa depan, membangun jembatan antara era kerajaan Hindu-Buddha dengan era kesultanan Islam di Jawa. Dengan memahami sejarah mereka, kita dapat lebih menghargai kompleksitas dan kekayaan warisan budaya dan politik yang membentuk Blitar dan Jawa Timur seperti yang kita kenal saat ini.

Sejarah Adipati Arya Balitar membuka jendela menuju masa lalu yang penuh intrik dan dinamika. Dari perjuangan menyebarkan agama Islam hingga konflik dengan penguasa Hindu, kisahnya adalah cerminan dari perubahan besar yang terjadi di Jawa pada masa itu. Meskipun sering disalahartikan sebagai Pangeran Blitar yang terlibat dalam Perang Suksesi Jawa II, Arya Balitar tetaplah tokoh penting yang memberikan kontribusi signifikan terhadap sejarah Blitar dan Jawa Timur. Melalui pelurusan sejarah ini, kita dapat lebih memahami dan menghargai peran vital Arya Balitar dalam membentuk identitas dan warisan budaya kita di Kota Blitar Bumi Bung Karno dan Kabupaten Blitar Bumi Penataran.

 


Topik

Serba Serbi adipati arya balitar pangeran blitar majapahit babad tanah jawi



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Dede Nana