JATIMTIMES - Media sosial TikTok tengah ramai dengan kabar bahwa fenomena aphelion menjadi penyebab cuaca dingin yang belakangan terjadi di Indonesia. Kabar tersebut muncul seperti diunggah oleh akun TikTok @/ilhamkamponk yang memposting ilustrasi jarak Bumi dan Matahari akibat fenomena aphelion. Akun tersebut bahkan meminta masyarakat bersiap-siap menghadapi cuaca dingin yang lebih ekstrem.
"Mulai pagi ini jam 05.27 kita akan mengalami FENOMENA APHELION, dimana letak Bumi akan sangat jauh dari Matahari. Kita tidak bisa melihat fenomena tsb, tp kita bisa merasakan dampaknya. Ini akan berlangsung sampai bulan Agustus," tulis @/ilhamkamponk.
Baca Juga : Reog Kendang Tulungagung Sambut Kapolres Baru Muhammad Taat Resdi
Akun @/ilhamkamponk mengklaim bahwa cuaca dingin pada Juli hingga Agustus 2024 ini akan lebih ekstrem dari tahun sebelumnya. Bahkan ia menyebutkan dampaknya dapat membuat seseorang rentan mengalami meriang flu, batuk, sesak napas, dan lainnya. Ia menyarankan untuk meningkatkan imun dengan banyak meminum vitamin atau suplemen.
Unggahan tersebut juga menjelaskan bahwa jarak normal Bumi ke Matahari adalah 90.000.000 km, namun karena fenomena aphelion, jarak tersebut menjadi 152.000.000 km, sekitar 66% lebih jauh.
"Jadi hawa lebih dingin, semoga tidak terlalu berdampak ke badan bagi yang tak terbiasa dengan suhu ini," pungkas akun tersebut.
Hingga Minggu (21/7/2024), unggahan @/ilhamkamponk telah dilihat sebanyak 35,7 juta kali, disukai oleh 1,6 juta, mendapatkan komentar 62,2 ribu pengguna TikTok. Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa kabar tersebut adalah hoaks.
Menurut BMKG, cuaca dingin yang terjadi sejak Juli dan diprediksi hingga September disebabkan oleh Angin Monsun Australia yang bertiup menuju Benua Asia, melewati wilayah Indonesia dan perairan Samudera Hindia yang memiliki suhu permukaan laut lebih rendah. Angin Monsun Australia ini bersifat kering dan sedikit membawa uap air, terutama pada malam hari ketika suhu mencapai titik minimum.
Angin Monsun Australia menyebabkan suhu udara di beberapa wilayah Indonesia, terutama bagian selatan khatulistiwa seperti Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, terasa lebih dingin. Di Jawa, fenomena ini dikenal sebagai Mbedhidhing.
Wilayah yang terasa lebih dingin meliputi Pegunungan Bromo (Wilayah Bromo, Tengger, dan Semeru), Pegunungan Sindoro-Sumbing (Kota Wonosobo dan Temanggung), serta Wilayah Lembang Bandung. Bahkan pada 7 Juli 2024, suhu minimum di Dataran Tinggi Dieng bahkan mencapai 1 derajat Celsius pada pukul 2 dini hari.
Baca Juga : Redam Protes Massa, Bangladesh Kerahkan Tentara untuk Blokir Jalan hingga Internet
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa selain Monsun Australia, faktor lain seperti posisi geografis, kondisi topografis, ketinggian wilayah, dan kelembaban udara yang relatif kering juga berkontribusi. Pada bulan Juni hingga Agustus, sudut datang sinar matahari berada di posisi terjauh dari Indonesia bagian selatan khatulistiwa.
"Beberapa hari terakhir ini, cuaca cerah mendominasi hampir di seluruh Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatra bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan. Angin dominan dari arah timur hingga tenggara membawa massa udara kering dan dingin dari daratan Australia ke Indonesia sehingga kurang mendukung proses pertumbuhan awan," ujar Guswanto, dilansir laman resmi BMKG, Minggu (21/7/2024).
Kurangnya tutupan awan pada malam hari menyebabkan radiasi panas dari permukaan Bumi terpancar ke atmosfer tanpa hambatan, mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan. Selain itu, angin yang tenang di malam hari menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan Bumi.
"Daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembaban yang lebih rendah," tambah Guswanto.
Dalam satu pekan ke depan, cuaca cerah hingga berawan diprakirakan masih akan mendominasi wilayah Indonesia bagian selatan. Meskipun potensi hujan dengan intensitas signifikan masih dapat terjadi di beberapa wilayah.