JATIMTIMES - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang kembali menetapkan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di bank BUMD. Kasus korupsi perkreditan yang terjadi di bank pelat merah alias badan usaha milik daerah (BUMD) Kantor Cabang Kepanjen tersebut terjadi sejak 2019 dan hingga kini penanganan kasusnya masih terus berlanjut.
Terbaru, pada Rabu (17/7/2024), Kejari Kabupaten Malang telah menetapkan dan menahan satu orang tersangka bernama Badru Zyaman (BZ). Warga Kota Malang tersebut merupakan debitur fiktif pada bank pelat merah tersebut.
Baca Juga : PDIP, PKB dan NasDem Intens Komunikasi Bahas Penantang Khofifah-Emil di Pilgub Jatim
"Terhadap yang bersangkutan, telah kami lakukan penahanan selama 20 hari di Lapas Kelas I Lowokwaru. Saat ini kami juga terus melakukan pendalaman aset dari tersangka untuk dijadikan barang bukti," ujar Kepala Kejaksaan (Kajari) Kabupaten Malang Rachmat Supriady saat konferensi pers di kantornya, Rabu (17/7/2024).
Dijelaskan Rachmat, tersangka BZ mengajukan kredit fiktif bekerja sama dengan orang dalam. Salah satunya bekerja sama dengan pimpinan cabang bank pelat merah di Kepanjen itu yang berinisial RY. Saat ini RY juga sudah menjadi terpidana dalam kasus korupsi ini. "Tersangka BZ melakukan tiga pengajuan fiktif," imbuh Rachmat.
Pertama, pengajuan fiktif yang dilakukan tersangka BZ terjadi pada 24 April 2019. Yakni dengan mengatasnamakan seseorang debitur dengan jenis kredit investasi umum sebesar Rp3 miliar.
Modus serupa juga kembali terjadi pada 9 Agustus 2019. Saat itu jenis kredit investasi umum fiktif yang diajukan tersangka BZ sebesar Rp3 miliar.
Baca Juga : Abah Anton Gandeng Enterpreneur di Pilkada 2024?
Kemudian pada 22 Agustus 2019, tersangka BZ kembali mengajukan kredit investasi umum sebesar Rp2.450.000.000 menggunakan namanya sendiri. "Pengajuan kredit tersebut bisa dikatakan fiktif karena dilakukan bukan oleh para debitur yang bersangkutan," jelasnya.
Berdasarkan hasil laporan perhitungan keuangan PE.03.03/SR-436/PW13/5.2/2024 tanggal 28 Juni 2024, kerugian negara akibat perkara ini sebesar Rp8.568.308.404,41. "Kasusnya masih terus kami dalami dan kembangkan untuk memastikan apakah ada pihak lain yang terlibat. Nanti juga akan terlihat pada saat persidangan," pungkas Rachmat.