JATIMTIMES - Sudah menjadi tradisi yakni kenduri suroan, rutin di selenggarakan oleh seluruh desa di Kabupaten Tulungagung. Tak terkecuali, dilaksanakan oleh masyarakat di Desa Bendilwungu, Kecamatan Sumbergempol.
Kenduri di tengah jalan yang biasanya dilaksanakan di pertigaan atau perempatan ini dihadiri ratusan warga dan jamaah yang dengan kompak membawa takir plonthang.
Baca Juga : Pengamanan Suran Agung, Polres Kediri Kota Siagakan Ratusan Personel Gabungan
Ada beberapa rukun tetangga (RT) yang terlibat langsung pelaksanaan di salah satu perempatan yang disebut Jemblung, di Desa Bendilwungu ini, Sabtu (6/7/2024).
Tujuannya, untuk memohon doa pada Allah SWT agar di bulan Muharram ini dijauhkan dari bala dan di tahun mendatang diharapkan diberikan rejeki yang lebih melimpah.
"Kegiatan ini intinya bertujuan untuk memohon pada Allah SWT, melalui doa berupa amalan tahlil agar desa kita ini dijauhkan dari segala bala atau mara bahaya," kata Ngimam Turmudi, salah satu tokoh warga.
Berkat atau sarana kenduri suroan pada tahun 1446 Hijiryah ini ditandai dengan membawa takir plonthang. Takir plonthang sendiri adalah sebuah wadah yang terbuat dari daun pisang dibuat menjadi cekung dengan lidi pohon kelapa sebagai pengikat dan diberikan daun kelapa muda atau janur di bagian pinggirnya.
"Kegiatan ini dari hasil kerukunan atau gotong royong, semua warga membawa seikhlasnya takir plonthang yang berisi ambeng untuk diberikan doa bersama sebelum dimakan," ujarnya.
Munaji, salah satu tokoh masyarakat Desa Bendilwungu membacakan hajat dengan bahasa Jawa (ngajatne). Satu persatu isi takir plonthang ini disebut dan diberikan makna di balik makna makanan yang telah disiapkan ini.
Selain berisi nasi dengan lauk potongan telur gulung, kacang goreng dan sambal goreng, takir juga dilengkapi dengan jenang sengkolo, ingkung dan berbagai makanan khas kenduri Jawa Tulungagungan.
"Jenang sengkolo, mugio warga Drsa Bendilwungu ditebihne saking sedoyo kolo. (Dengan jenang sengkolo ini semoga warga Desa Bendilwungu dijauhkan dari semua mara bahaya)," ucapnya dalam bahasa Jawa.
Ritual ngajatne ini juga diulas dengan berbagai macam doa ala Jawa yang berisi doa-doa pada Tuhan yang maha kuasa sebagai rasa syukur sekaligus meminta agar diberikan keberkahan.
Baca Juga : Pemkot Kediri Kalah di Persidangan Arbitrase Proyek Alun-alun, Kuasa Hukum: Jangan Korbankan PKL
Sebelum tahlil dimulai, tokoh masyarakat yang lain Komarudin memaparkan banyak hal terkait keutamaan bulan suro atau Muharram.
"Mengapa di jalan, kalau di Musala atau di rumah pasti tidak cukup menampung sekian banyak warga masyarakat. Untuk itu digelar di perempatan agar tempatnya cukup bagi sekian warga yang datang ini," tuturnya.
Seperti lazimnya bulan Muharram, bagi warga Islam di Bendilwungu selalu menyelenggarakan santunan bagi anak yatim dan piatu.
Selain itu, mauidlhoh hasanah yang disampaikan Komarudin adalah pandangan peringatan bulan Muharram dari sejarah Islam.
Acara ini berjalan khidmat, hingga masyarakat yang datang menikmati bersama makanan takir plonthang yang telah selesai dibacakan doa dan tahlil.
Selepas acara, pemuda dan masyarakat meneruskan dengan kegiatan tabuhan berupa pagelaran musik yang menjadikan acara semakin meriah.