JATIMTIMES - Politeknik Negeri Malang (Polinema) terkena denda yang jumlahnya hingga ratusan juta rupiah. Hal tersebut terjadi setelah hakim di Mahkamah Agung (MA) menyatakan bahwa prosedur pengadaan tanah oleh Polinema telah sesuai.
Hal tersebut didapati setelah hakim MA mengabulkan gugatan warga pemilik tanah yang dibeli oleh Polinema. Gugatan ini dilakukan karena dalam jual beli tanah itu, pembayaran dihentikan oleh Direktur Polinema Supriatna (periode 2021-2025) setelah Awan Setiawan menjabat pada 2017-2021.
Baca Juga : 3-4 Juli 1830: Perjanjian Sepreh dan Awal Mula Pembubaran Kabupaten Srengat
Saat itu, macetnya proses jual beli tersebut dikarenakan pihak direktur Polinema menuding adanya mark up harga yang dilakukan oleh mantan direktur Polinema (periode 2017-2021).
Pengadaan tanah untuk pengembangan kampus sendiri dimulai sejak 2019. Dan telah mengacu pada Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah tahun 2019-2024. Juga berdasar pada Rencana Induk Pengembangan (RIP) Polinema tahun 2010-2034.
Total tanah yang dibeli oleh Polinema mencapai 7.104 meter persegi (m²) dengan nilai total sebesar Rp42.642.000.000. Sedangkan pembayarannya hingga proyek pengadaan tanah itu macet, masih menyisakan 3 termin dengan nilai Rp20 miliar.
Anggaran tersebut sebetulnya sudah disiapkan direktur sebelumnya dan tinggal bayar karena sudah masuk dalam SIRUP LKPP. Tetapi, dan itu tidak dibayarkan oleh Direktur Supriatna.
Pihak pemilik tanah memperkarakan hal itu. Pihak pemilik tanah yang merasa digantung, akhirnya menggugat Polinema secara perdata.
"Ya para pemilik tanah ini kan tahunya aset tanah yang dimiliki, dijual dan sedang dalam proses pembayaran secara bertahap. Kalau tiba-tiba diperkarakan secara hukum, mereka inginnya hanya tanahnya segera dibayar," ujar pendamping hukum direktur periode 2017-2021 Didik Lestariyono SH MH.
Dalam proses pengadilan yang mencapai tingkat kasasi di MA, gugatan para pemilik tanah dikabulkan seluruhnya oleh majelis hakim. Yang artinya secara tidak langsung menyatakan bahwa pengadaan tanah yang dilakukan Polinema telah sesuai prosedur. Saat ini, program pengadaan tanah itu dilakukan saat Awan Setiawan masih aktif sebagai direktur.
"Atas putusan tersebut, Polinema dinyatakan bersalah dan diberi hukuman. Polinema diwajibkan membayar sisa kekurangan pembayaran sebesar Rp20 miliar. Dan kedua, Polinema dihukum membayar denda mencapai ratusan juta," terang Didik.
Baca Juga : 15 Ribu Ayam Turut Terpanggang Dalam Insiden Kebakaran Kandang Peternakan di Malang
Di sisi lain, Didik menilai bahwa pertimbangan dan putusan hakim pada Mahkamah Agung tersebut secara tidak langsung mengonfirmasi bahwa proses pengadaan tanah Polinema telah memenuhi klausa halal dan berkaitan dengan dugaan yang menyeret kliennya ke perkara hukum atau tidak ada unsur perbuatan melawan hukum apalagi korupsi.
"Lhah sekarang MA memutuskan bahwa transaksi jual beli tanahnya sah dan menghukum Polinema untuk membayar sisa kekurangan pembayaran atas tanah artinya pengadaan tanah tersebut sudah sesuai prosedur. Hal itu secara otomatis menandakan bahwa tidak ada mal-administrasi, tidak ada mark up apalagi korupsi karena tidak mungkin hakim MA mengabulkan gugatan yang didalamnya ada klausa tidak halal atau korupsi," jelas Didik.
Terhadap putusan tersebut hingga berujung pada hukuman bagi Polinema untuk membayar denda ratusan juta, pihak Didik menduga telah merugikan negara karena ada penyalahgunaan kewenangan.
"Kami masih mempertimbangkan untuk berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diharapkan akan memeriksa perkara ini. Selain itu pertimbangan dan amar putusan MA tersebut akan kami jadiŕkan bukti tambahan di kejaksaan tinggi sebagai salah satu bahan pertimbangan," pungkas Didik.
Sementara itu, atas hal tersebut pihak Polinema masih belum memberikan keterangan resminya. Meskipun saat dihubungi telah merespon, masih belum ada pernyataan resmi untuk menyikapi perkara tersebut.