JATIMTIMES - Masyarakat Jawa memiliki pandangan yang kuat bahwa menggelar hajatan, termasuk pesta pernikahan, di bulan Suro atau Muharam adalah sesuatu yang dilarang. Pandangan ini terutama berakar dari berbagai primbon Jawa yang menekankan larangan tersebut.
Dalam "Primbon Jawa Serbaguna" karya R. Gunasasmita, misalnya, disebutkan bahwa melaksanakan pernikahan dan hajat lainnya di bulan Suro dapat membawa kesukaran hidup dan kerap memicu pertengkaran dalam rumah tangga. Primbon tersebut menegaskan bahwa bulan Suro dianggap sebagai waktu yang melambangkan keprihatinan, sehingga kurang tepat untuk mengadakan pesta atau perayaan.
Baca Juga : Cocos Island, Pulau Australia dengan Mayoritas Penduduk Keturunan Indonesia
Budayawan Ahmad Tohari mengaitkan larangan ini dengan peristiwa sejarah tragis, yakni tragedi Karbala. Pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah atau 10 Oktober 680 Masehi, cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib, tewas dalam perang melawan tentara Yazid bin Muawiyah dari Dinasti Umayyah di Karbala, dekat Sungai Eufrat, Irak. Tragedi ini menambah dimensi keprihatinan dan kesedihan yang melingkupi bulan Muharam atau Suro sehingga dianggap tidak layak untuk menggelar perayaan yang meriah.
Namun, perspektif ini tidak sepenuhnya diterima oleh semua pihak. Prof Dr Bani Sudardi MHum, pengamat budaya dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, menyatakan bahwa pandangan umum masyarakat Jawa tentang larangan menikah sepanjang bulan Suro sebenarnya kurang tepat.
"Menurut perhitungan primbon Salaki Rabi, setiap bulan sebenarnya boleh untuk melaksanakan pernikahan. Namun memang ada beberapa tanggal dan hari tertentu yang dianggap pantangan," jelas Bani, dikutip YouTube Good News From Indonesia, Kamis (27/6).
Bani menambahkan bahwa orang Jawa umumnya menggunakan "petungan," yaitu ilmu perhitungan tanggal yang khusus bagi orang Jawa. Namun, banyak yang tidak mengikuti perhitungan tanggal ini dengan benar atau sebuah praktik yang disebut "Godel Bingung."
Baca Juga : Jenis-Jenis Pernikahan Zaman Jahiliah, Ada Yang Bertahan hingga Kini
"Dalam praktik ini, keputusan untuk menghindari bulan Suro sering kali lebih dipengaruhi oleh stereotip atau cerita dari orang-orang sekitar daripada perhitungan yang benar-benar berdasarkan primbon," pungkas Bani.