JATIMTIMES - Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Malang segera melakukan sinkronisasi data balita stunting di Kabupaten Malang dari hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) dengan hasil bulan timbang.
Ketua TPPS Kabupaten Malang yang juga Wakil Bupati Malang Didik Gatot Subroto menyampaikan, dalam beberapa tahun ke belakang, data prevalensi stunting Kabupaten Malang yang disampaikan melalui hasil survei dan bulan timbang selalu memiliki perbedaan signifikan.
Baca Juga : Masuki Tahap Kedua Penyaluran Belanja Hibah Pelaku Usaha Mikro, Dinkop UMTK Gelar Sosialisasi
Pada tahun 2021 berdasarkan hasil survei, angka stunting di Kabupaten Malang berada di 25,7 persen. Sedangkan berdasarkan hasil bulan timbang, data stunting berada di angka 8,9 persen.
Kemudian tahun 2022, data stunting Kabupaten Malang berdasarkan hasil survei sebesar 23 persen. Sedangkan hasil bulan timbang berada di angka 7,8 persen. Lalu tahun 2023, berdasarkan hasil survei data stunting Kabupaten Malang menunjukkan di angka 19,5 persen. Sedangkan berdasarkan data bulan timbang berada di angka 6,4 persen.
Selanjutnya, memasuki tahun 2024, berdasarkan hasil bulan timbang pada Februari, stunting di Kabupaten Malang kembali mengalami penurunan di angka 6,2 persen. Sedangkan data dari survei masih sekitar di angka 19 persen.
Didik menyebut, diperlukan upaya duduk bersama untuk menyamakan persepsi serta perumusan indikator penentuan balita stunting. Pasalnya, jika perbedaan data prevalensi stunting terus mengalami perbedaan yang signifikan, maka dapat mengerdilkan upaya pemerintah daerah serta para kader kesehatan yang terus berupaya menurunkan angka stunting.
"Ini harus bertemu antara BKKBN pusat dengan BKKBN provinsi dan daerah untuk menentukan indikator (penetapan stunting). Dengan harapan real count yang dilakukan oleh teman-teman kader kesehatan yang berkala dilaporkan tiap bulan ini jangan dipatahkan dengan hasil survei," ungkap Didik.
Menurut dia, masing-masing pihak harus menurunkan ego dan melakukan instropeksi diri. Pasalnya, penentuan angka stunting ini juga berdampak pada perkembangan sumber daya manusia di suatu daerah.
"Maka merupakan kewajiban bersama untuk duduk bersama dan saling instropeksi, apakah aplikasinya yang salah atau dari kita yang kurang betul. Pada saat kita duduk bareng baru bisa ketahuan," tutur Didik.
Didik menyebutkan, jika telah ditetapkan indikator penentuan stunting yang sama, maka angka stunting dari hasil survei maupun bulan timbang tidak akan berbeda jauh.
Baca Juga : KONI Jatim Hitung Ulang Target Medali PON 2024, Ini Yang Jadi Pertimbangan
"Kalau indikator-indikator itu disamakan, insya Allah nanti bisa bertemu. Survei biasanya langsung dari kementerian. Maka ini yang perlu duduk bareng dalam rangka sinkronisasi data," kata Didik.
Mantan ketua DPRD Kabupaten Malang ini mengakui, terdapat beberapa wilayah di Kabupaten Malang yang memiliki angka stunting tinggi. Di antaranya Pujon, Bantur hingga Jabung.
"Yang kami khawatirkan justru tim survei itu hanya mengambil wilayah yang tinggi stunting. Sementara yang rendah stuntingnya tidak ikut disurvei," ujar Didik.
Lebih lanjut, Didik menegaskan bahwa data yang akurat untuk penetapan stunting hingga saat ini berasal dari perhitungan bulan timbang. Pasalnya, angka stunting pada bulan timbang didapatkan dari masing-masing posyandu di wilayah-wilayah Kabupaten Malang.
"Yang lebih akurat dari kader kesehatan karena melalui langsung di posyandu. Kita juga lengkapi di masing-masing posyandu dengan alat ukur dan alat timbang baru," pungkas Didik.