JATIMTIMES - Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPRPKP) Kota Malang melalui Bidang Cipta Karya terus melakukan upaya percepatan pengurusan perizinan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Sekadar diketahui, PBG/SLF adalah sebuah perizinan yang saling berkaitan. PBG adalah perizinan yang diberikan pemerintah untuk membangun sebuah gedung, merenovasi, merawat, atau merubah bangunan gedung.
Baca Juga : Pemkot Blitar Terima Sertifikat Aset Daerah Elektronik dari Staf Ahli Menteri ATR-BPN
Sementara SLF adalah Sertifikat Laik Fungsi atau perizinan bahwa gedung yang telah dibangun, direnovasi atau diubah layak untuk dipergunakan.
Saat ini dari data di Bidang Cipta Karya DPUPRPKP Kota Malang, setidaknya ada 2600 kurang lebih permohonan perizinan PBG yang tersendat dan 2000-an permohonan SLF yang mengantre.
Hal ini pun dikeluhkan masyarakat. Untuk itu Kabid Cipta Karya DPUPRPKP Kota Malang, Ir Ade Herawanto MT telah menggelar hearing dengan Komisi C DPRD Kota Malang untuk percepatan perizinan PBG/SLF.
Dalam hearing di ruang Komisi C DPRD Kota Malang, mulai terurai masalah-masalah yang menyebabkan terhambatnya pengeluaran izin PBG/SLF. Ade menyampaikan, lamanya keluar PBG/SLF itu karena aturan-aturan birokrasi yang mengikat.
Contohnya adalah untuk mengajukan PBG sebuah rumah sederhana dengan luas 72 meter persegi, harus melalui sidang TPA. Sidang ini ternyata wajib sebagaimana di atur dalam PP No 16 Tahun 2021.
“Rata-rata yg menghambat, karena aturan-aturan yang mengikat. Dari persyaratan contohnya gedung sederhana atau rumah sederhana seluas 72 meter persegi itu diwajibkan sidang TPA, itu amanat PP No 16 tahun 2021,” kata Ade.
Menurut pria yang akrab disapa Sam Ade, sidang itu membutuhkan waktu yang panjang. Dia menyebut sidang yang melibatkan Tim Profesi Akademis (TPA) itu bak seperti sidang skripsi. Padahal yang diajukan perizinannya hanya rumah sederhana yang memiliki kompleksitas rendah.
Aturan tersebutlah yang kini dicoba Sam Ade untuk dipangkas. Komisi C DPRD Kota Malang dimintai permintaan tolong agar segera membuat Peraturan Daerah (Perda) untuk memangkas birokrasi itu.
“Saya pernah mengikuti sidang itu. Itu seharian penuh. Dan banyak debatnya seperti akademis. Ya kapok yang mengajukan, ya kapok konsultannya. Padahal ini kan pelayanan masyarakat yang praktis,” ungkap Ade.
Untuk memangkas aturan-aturan tersebut, Ade mendorong Komisi C DPRD Kota Malang segera membuat Perda tentang pembangunan bangunan yang memudahkan. Serta Sam Ade juga berharap Pemkot Malang juga membuat Perwali agar menjelaskan aturan-aturan detail soal percepatan PBG/SLF ini.
“Ini perlu Political Will dari Pemkot Malang untuk mempercepat aturan ini dengan Perwal,” ucap Ade.
Baca Juga : Bupati Blitar Resmikan Palang Pintu Kereta Api JPL 176 di Kelurahan Bence, Hasil CSR PT Wantech
Selain itu, Sam Ade juga menambahkan, percepatan pengajuan PBG/SLF ini bisa juga dilakukan dengan memaksimalkan SIMBG atau layanan online. “Jadi tidak perlu tatap muka, cuma zoom saja cepat begitu,” jelasnya.
Dia pun berharap dengan memaksimalkan SIMBG ini mampu mengurangi waktu penerbitan PBG/SLF dari 29 hari kerja menjadi 4 jam. “Dengan catatan dokumen lengkap, dan gak perlu sidang-sidang,” tutur Ade.
Sementara itu, sekretaris Komisi C DPRD Kota Malang, Ahmad Wanedi menjelaskan, peningkatan pelayanan masyarakat harus terus didukung. Karena ia melihat ada ribuan pengajuan PBG dan SLF yang belum terselesaikan.
”Karena memang terlalu hati hati di dalam prosesnya. Dan kali ini, DPUPRPKP mempunyai upaya dan langkah percepatan. Karena itu, kami memberikan dukungan penuh. Dan itu sudah disampaikan melalui rapat kerja komisi,” terang Ahmad Wanedi.
Menurutnya, untuk sebuah langkah percepatan dan peningkatan pelayanan, memang juga ada konsekwensinya. Hingga saat ini, ada sekitar 2.600 pengajuan yang belum terselesaikan. Banyaknya hambatan itu, malah bisa dimanfaatkan oknum di dalam prosesnya. Maka, diperlukan regulasi dan keberanian langkah, dalam percepatan penyelesaian.
“Kalau dari DPUPRPKP, menargetkan 3 bulan waktu penyelesaian. Namun, kami memberikan waktu selama 1 tahun. Karena hal itu luar biasa, jika mampu terselesaikan dalam waktu singkat,” lanjut Wanedi.
Salah satu langkah yang akan dilakukan, dengan mengidentifikasi obyek PBG maupun SLF. Perbedaan tingkat resiko bangunan, luasan lahan tanah, lokasi perlu pemberlakuan yang berbeda. Untuk gedung besar, seperti hotel, rumah sakit tentu berbeda kajian dan prosesnya.
“Hal itu bisa berbeda kajian prosesnya, jika dibandingkan dengan rumah tipe kecil, luasan tanah, ataupun lokasi tengah kota maupun di pemukiman kampung,” pungkasnya.