JATIMTIMES - Memiliki rumah, tentunya menjadi impian banyak orang, terlebih para Gen Z. Selain sebagai impian, memiliki rumah bagi generasi Z juga menjadi satu bukti atau bentuk yang dianggap sebuah pencapaian positif.
Namun memiliki rumah bagi Gen Z untuk saat ini nampaknya semakin sulit. Pada 2024, diungkap oleh Novita Ratna Satiti pakar Manajemen dari salah satu universitas swasta di Malang, bahwa semakin banyak laporan yang menunjukkan bahwa Gen Z kesulitan menghadapi tantangan untuk memiliki rumah sendiri .
Baca Juga : DPKPCK Kabupaten Malang Beberkan Ciri-ciri Kavling Perumahan Ilegal, Simak Agar Tak Jadi Korban
Dijelaskannya, bahwa faktor utama yang mempengaruhi sulitnya Gen Z dalam memiliki rumah saat ini adalah, faktor semakin mahalnya harga properti yang semakin meroket. "Dalam beberapa tahun terakhir, harga rumah terus meningkat secara signifikan," katanya.
Belum lagi, ini diperparah dengan faktor ekonomi dan sosial yang semakin merintangi dan menyulitkan Gen Z memiliki rumah. Pendapatan yang dimiliki Gen Z tidak sebanding dengan biaya hidup yang juga semakin meningkat.
"Pendapatan rata-rata tidak mengalami peningkatan yang sebanding. Terlebih, biaya hidup yang meningkat dan inflasi yang terus naik juga menjadi hambatan signifikan,” ujarnya.
Selain itu, situasi ekonomi terutama pasca pandemi juga sangat memengaruhi kemampuan Gen Z untuk memiliki rumah sendiri. Banyak dari mereka yang bekerja di sektor informal dengan label gig economy atau perekrutan sistem kerja dengan jangka pendek, dimana tidak memiliki tunjangan kesehatan, pendidikan anak, apalagi jaminan hari tua.
Sementara itu, tantangan yang dihadapi generasi mileneal cukup siginifikan berbeda dengan tantangan yang dihadapi oleh Gen Z. Salah satu tantangan ini adalah, Gen Z harus menghadapi stagnasi upah. Sedangkan generasi mileneal jauh lebih stabil dalam hal gaji yang mereka dapat. Hal ini tentunya berkaitan tentang masa dimana dua generasi tersebut. Kemudahan akses kredit lebih banyak dinikmati kemudahannya oleh generasi milenial.
"Generasi milenial menikmati akses yang lebih mudah terhadap kredit dan pinjaman pada masanya. Sebaliknya, Gen Z kini dihadapkan pada persyaratan yang lebih ketat dan suku bunga yang lebih tinggi," terangnya.
Meski begitu, dalam hal pengelolaan finansial, terdapat potensi unik yang memang dapat dikembangkan. Pemahaman investasi sejak dini menjadi satu hal yang dapat dikembangkan dan disadari oleh Gen Z. Terlebih, pemahaman Gen Z akan teknologi tentunya sedikit unggul dibandingkan generasi lain.
"Misalnya saja, melakukan investasi lewat platform investasi yang memang dapat mulai berinvestasi dengan modal kecil serta membantu mendapatkan edukasi keuangan yang relevan," katanya.
Dalam penggunaan teknologi, terlebih oleh Gen Z harus dibarengi dengan locus of control dan behavioral finance yang baik. Artinya, Gen Z memiliki kendali atas keputusan finansial. Maka mereka harus mampu menahan dan tidak mudah terpengaruh oleh faktor eksternal, seperti tekanan gaya hidup dan adanya kemudahan dari aplikasi Pay Later.
Sementara itu, pemahaman tentang behavioral finance juga mendukung dalam pengendalian finansial Gen Z. Hal ini dapat membantu mengenali dan menghindari kesalahan dalam pengambilan keputusan keuangan.
"Misalnya seperti, kecenderungan untuk berbelanja impulsif atau mengambil risiko yang tidak perlu," tegasnya.
Baca Juga : Tim Kampanye Positif Laporkan Ketua LSM Pakar ke Polres Situbondo
Dalam upaya memecahkan fenomena kesulitan yang dialami Gen Z dalam memiliki rumah, maka Gen Z juga harus lebih bijak. Gen Z harus meningkatkan keterampilan dan pendidikannya daripada mengalokasikan uang untuk aktivitas hiburan yang tidak perlu.
Dengan persiapan ini, maka akan lebih membuka peluang untuk prospek karis yang lebih baik dan stabil. Tentu, dengan kestabilan karir, juga berimbas pada pendapatan yang stabil. Gen Z juga harus kreatif dalam mencari sumber pendapatan tambahan.
Banyak hak yang dapat dilakukan Gen Z, mulai dari menjadi freelance, bisnis online, atau pekerjaan paruh waktu. Tentu, hal ini juga dapat memberikan hal yang positif bagi Gen Z, dimana menjadi sarana dalam mengasah ketrampilan sekaligus mempercepat pengumpulan dana untuk membeli rumah.
Selain itu, peluang-peluang beasiswa juga dapat dimanfaatkan Gen Z dalam proses menuju kestabilan karir. Seperti halnya program Magenta (Magang Generasi Bertalenta), program Wirausaha Muda Mandiri (WMM) maupun program dari lembaga-lembaga mandiri lainnya.
Program-program ini tidak hanya memberikan peluang tambahan untuk belajar dan berkembang, tetapi juga dapat mensupport Gen Z dalam pencapaian kesuksesan ekonomi.
"Progam ini juga mendukung finansial yang diperlukan untuk membantu Gen Z mencapai kesuksesan finansial dengan lebih cepat dan efektif," sarannya.
Terakhir, pihaknya berpesan agar Gen Z tidak mudah terpengaruh dengan gaya hidup mewah. Ia mengatakan, agar Gen Z hidup dengan menyesuaikan kemampuan finansial dan menghindari untuk melakukan utang.
Ditegaskan Novi, satu hal yang juga penting adalah, menetapkan tujuan keuangan yang jelas dan terencana dengan matang. Artinya, tujuan ini tidak hanya terbatas pada membeli rumah, tetapi juga mencakup tujuan rencana prioritas atau jangka pendek yang memerlukan perencanaan keuangan yang matang.