JATIMTIMES - Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang diperingati setiap tanggal 20 Mei merupakan momen penting dalam sejarah Indonesia. Hari ini, Senin (20/5/2024) merupakan peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-116.
Momen Harkitnas menandai bangkitnya semangat nasionalisme dan perjuangan bangsa untuk meraih kemerdekaan. Lantas bagaimana sejarah lengkapnya dan mengapa tanggal 20 Mei dipilih sebagai Hari Kebangkitan Nasional?
Baca Juga : Manfaatkan Momentum Harkitnas, Lathifah Shohib Daftar sebagai Bacabup dan Usung Malang Bangkit
Melansir Dinas Pendidikan Grobogan, Jawa Tengah, Harkitnas merupakan periode pada paruh pertama abad ke-20 di Nusantara (kini Indonesia). Saat itu rakyat Indonesia mulai menumbuhkan rasa kesadaran nasional sebagai "orang Indonesia". Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting, yaitu berdirinya Budi Utomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).
Faktor Pendorong
Secara garis besar, ada beberapa faktor pendorong kebangkitan nasional, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor internal yakni (1) penderitaan yang berkepanjangan akibat penjajahan; (2) kenangan kejayaan masa lalu, seperti pada masa Kerajaan Sriwijaya atau Majapahit; dan (3) munculnya kaum intelektual yang menjadi pemimpin gerakan.
Sedangkan faktor eksternalnya yakni (1) timbulnya paham-paham baru di Eropa dan Amerika seperti nasionalisme, liberalisme, dan sosialisme; (2) munculnya gerakan kebangkitan nasional di Asia seperti Turki Muda, Kongres Nasional India, dan Gandhisme; dan (3) kemenangan Jepang atas Rusia pada perang Jepang-Rusia yang menyadarkan negara-negara di Asia untuk melawan negara Barat.
Pada awal abad ke-20, orang Indonesia yang mengenyam pendidikan tingkat menengah hampir tidak ada dan sejak saat itu, politik etis memungkinkan perluasan kesempatan pendidikan menengah bagi penduduk asli Indonesia. Pada tahun 1925, fokus pemerintah kolonial bergeser ke penyediaan pendidikan kejuruan dasar selama tiga tahun.
Pada tahun 1940, lebih dari 2 juta siswa telah bersekolah sehingga tingkat melek huruf meningkat menjadi 6,3 persen yang tercatat dalam sensus tahun 1930. Pendidikan menengah Belanda membuka cakrawala dan peluang baru dan sangat diminati oleh orang-orang Indonesia.
Pada tahun 1940, antara 65.000 hingga 80.000 siswa Indonesia bersekolah di sekolah dasar Belanda atau sekolah dasar yang didukung Belanda, atau setara dengan 1 persen dari kelompok usia yang sesuai. Di sekitar waktu yang sama, ada 7.000 siswa Indonesia di sekolah menengah menengah Belanda. Sebagian besar siswa sekolah menengah bersekolah di Mulo.
Meskipun jumlah siswa yang terdaftar relatif sedikit dibandingkan dengan total kelompok usia sekolah, pendidikan menengah Belanda memiliki kualitas tinggi dan sejak tahun 1920-an mulai menghasilkan elit Indonesia terdidik yang baru.
Pendidikan Barat-lah yang membawa serta ide-ide politik Barat tentang kebebasan dan demokrasi. Selama dekade 1920-an dan 30-an, kelompok elit hasil pendidikan ini lantas mulai menyuarakan kebangkitan anti-kolonialisme dan kesadaran nasional.
Pada periode ini, partai politik Indonesia mulai bermunculan. Salah satunya, yakni berdirinya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 oleh dr Soetomo dinilai sebagai awal gerakan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Hingga akhirnya tanggal berdirinya Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Kebebasan politik di bawah Belanda cukup dibatasi. Seperti terhadap banyak pemimpin sebelumnya, pemerintah Belanda menangkap Sukarno pada tahun 1929 serta melarang PNI. Pemerintah kolonial Belanda menekan banyak organisasi berbasis nasionalisme dan memenjarakan sejumlah pemimpin politik.
Meskipun Belanda tidak dapat sepenuhnya membungkam suara-suara lokal yang menuntut perubahan, mereka berhasil mencegah agitasi secara luas. Walaupun sentimen nasionalisme tetap tinggi pada tahun 1930-an, gerakan-gerakan nyata untuk memperjuangkan kemerdekaan tetap tertahan.
Baca Juga : Di Balik Kecantikan Putri Bunga Selecta, Ada Sosok Wanita yang Setia Merias Selama 11 Tahun Ini
Pada akhirnya, Perang Dunia II membuat berbagai perubahan dramatis pada kekuatan politik dunia yang juga memengaruhi Hindia Belanda.
Seiring dengan Perang Dunia II, nasib politik Hindia Belanda menjadi tidak jelas. Sebagai penguasa, Belanda mendapati negara mereka diduduki oleh Jerman Nazi pada Mei 1940. Dengan didudukinya negara mereka oleh pihak asing, Belanda berada dalam posisi yang lemah untuk mempertahankan kekuasaan mereka di Hindia Belanda. Namun, pemerintah kolonial bertekad untuk melanjutkan kekuasaannya atas Nusantara.
Pada awal 1942, Kekaisaran Jepang menginvasi Hindia Belanda. Belanda hanya memiliki sedikit kemampuan untuk mempertahankan koloninya dari tentara Kekaisaran Jepang dan pasukan Belanda dikalahkan dalam waktu sebulan—yang mengakhiri kekuasaan kolonial Belanda di Nusantara.
Masa pendudukan Jepang di Nusantara selama tiga tahun berikutnya membawa begitu banyak perubahan sehingga revolusi nasional Indonesia dimungkinkan.
Setelah Jepang menyerah kepada Blok Sekutu pada tahun 1945, Belanda berusaha untuk melanjutkan kendali kolonial mereka atas Hindia Belanda. Untuk tujuan ini, Belanda memperoleh dukungan militer dari Inggris sehingga terjadi pertempuran berdarah di Jawa untuk memulihkan kekuasaan Belanda.
Meskipun mengalami kerugian besar, kaum nasionalis Indonesia tidak bisa dihalangi. Pada tahun 1945, gagasan tentang "Indonesia" tampaknya tidak dapat ditolak.
Makna Hari Kebangkitan Nasional
Sejak 1959, tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional, disingkat Harkitnas. Penetapan ini melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.
Kebangkitan Nasional merupakan titik awal bagi Bangsa Indonesia untuk bangkit dan memiliki jiwa nasionalisme, rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi.