JATIMTIMES - Melawan Bayang-bayang "Fake Productivity" di Kalangan Dosen
Di balik hiruk-pikuk dunia akademik, sering kali muncul fenomena "Fake Productivity"—kegiatan yang terlihat sibuk dan produktif di permukaan, tetapi tidak memberikan hasil yang nyata. Sebagai seorang dosen, tekanan untuk terlihat sibuk sering kali menjadi jebakan yang menggiring pada pola kerja yang kurang bermakna. Ini termasuk menghadiri rapat tanpa tujuan yang jelas, berfokus pada pekerjaan administratif yang berlebihan, dan bahkan menulis makalah yang dipublikasikan dalam jurnal berkualitas rendah demi meningkatkan jumlah publikasi.
Dosen tidak kebal terhadap tekanan sistem penilaian yang mengutamakan kuantitas ketimbang kualitas. Keinginan untuk memenuhi target kinerja, seperti jumlah publikasi atau konferensi yang dihadiri, sering kali mendorong dosen mengambil peluang tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya. Ini bisa mengarah pada overcommitment dan multitasking yang tidak efektif, akhirnya menghasilkan burnout dan penurunan kualitas pekerjaan.
Baca Juga : Kasus Bunuh Diri Marak Terjadi di Kalangan Mahasiswa, Begini Tanggapan Mahasiswa di Malang
Sistem penilaian kinerja yang hanya berfokus pada angka juga memicu pergeseran dari tujuan akademik sejati. Tujuan penelitian sering kali tidak jelas, dan banyak proyek penelitian yang diambil hanya karena memenuhi syarat administratif. Di sisi lain, kegiatan pengembangan diri seperti mengikuti pelatihan atau kursus yang tidak relevan membuat dosen tampak sibuk tanpa memberikan kontribusi nyata pada peningkatan kompetensi mereka.
Akibatnya, "Fake Productivity" menimbulkan dampak yang serius, mulai dari penurunan kualitas pengajaran dan penelitian hingga rendahnya kepuasan kerja. Keberhasilan dalam akademik tidak lagi diukur dari kontribusi nyata kepada mahasiswa dan masyarakat, tetapi dari seberapa sibuk seseorang terlihat di permukaan.
Menyingkap Penyebab dan Konsekuensi dari "Fake Productivity"
Penyebab di balik fenomena "Fake Productivity" ini kompleks dan mencakup berbagai aspek. Tekanan dari institusi untuk terus menghasilkan publikasi dan menghadiri konferensi menciptakan lingkungan di mana dosen merasa perlu selalu tampak produktif, meskipun sebenarnya aktivitas yang dilakukan tidak berdampak besar. Selain itu, sistem penilaian kinerja yang terfokus pada angka mendorong dosen untuk mengejar kuantitas daripada kualitas. Akibatnya, banyak makalah yang diterbitkan di jurnal berkualitas rendah atau konferensi dengan reputasi kurang baik, hanya untuk meningkatkan jumlah publikasi.
Kurangnya tujuan karier yang jelas juga menjadi faktor penyebab utama. Ketika dosen tidak memiliki visi yang terstruktur mengenai arah karier mereka, mereka cenderung mengambil setiap kesempatan yang ada tanpa memilah mana yang benar-benar bermanfaat. Ini membuat mereka sibuk dengan aktivitas yang tidak produktif, seperti menghadiri rapat tanpa hasil konkret atau berkutat dengan administrasi tanpa dampak nyata.
Konsekuensinya tidak dapat diabaikan. Burnout menjadi masalah yang kerap dihadapi dosen karena kelelahan mental dan fisik akibat terus-menerus bekerja tanpa hasil yang bermakna. Selain itu, kualitas pengajaran dan penelitian menurun karena waktu dan energi yang dihabiskan untuk aktivitas yang tidak substansial. Ketidakpuasan kerja juga meningkat karena upaya yang dilakukan tidak menghasilkan pencapaian yang nyata.
Hubungan dengan rekan kerja juga dapat memburuk, terutama ketika kolaborasi didasarkan pada aktivitas yang tidak produktif. Frustrasi terhadap kolega yang terlibat dalam "Fake Productivity" ini dapat merusak hubungan kerja dan menciptakan lingkungan yang kurang sehat.
Menemukan Jalan Keluar dari Labirin "Fake Productivity"
Baca Juga : Masifnya Gen Z Pakai Bahasa Inggris, Ancam Eksistensi Bahasa Daerah?
Mengatasi fenomena "Fake Productivity" memerlukan pendekatan yang strategis dan komprehensif. Salah satu langkah pertama adalah melakukan evaluasi diri dan refleksi terhadap tujuan karier. Dosen perlu merumuskan tujuan jangka panjang yang jelas, baik dalam penelitian, pengajaran, maupun pengabdian masyarakat. Dengan begitu, mereka dapat memilah aktivitas yang benar-benar sejalan dengan tujuan tersebut dan fokus pada tugas-tugas yang memiliki dampak langsung.
Delegasi pekerjaan administratif juga sangat penting. Banyak tugas administratif yang dapat dialihkan ke asisten atau tenaga administrasi, sehingga dosen bisa lebih fokus pada tugas-tugas inti mereka. Selain itu, prioritas perlu diberikan pada tugas yang memiliki dampak nyata, daripada mengejar segala peluang yang ada. Misalnya, memilih publikasi berkualitas daripada kuantitas, dan hanya mengikuti konferensi atau pelatihan yang benar-benar relevan dengan pengembangan kompetensi.
Institusi juga perlu mengkaji ulang sistem penilaian kinerja mereka. Menghargai kualitas di atas kuantitas dan memberikan ruang untuk inovasi dalam penelitian dan pengajaran adalah langkah kunci. Ini bisa diwujudkan dengan menilai kontribusi akademik secara holistik, termasuk dampak terhadap mahasiswa dan masyarakat.
Selain itu, menjaga keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi sangat penting untuk mencegah burnout. Dosen perlu mengatur waktu untuk rekreasi dan aktivitas pribadi yang dapat menyegarkan pikiran dan tubuh. Dengan keseimbangan yang baik, mereka dapat bekerja lebih efisien dan produktif.
Terakhir, kolaborasi yang bermakna harus ditekankan. Daripada terlibat dalam proyek tanpa arah yang jelas, dosen sebaiknya mencari kolaborasi yang memiliki tujuan nyata dan dampak signifikan. Proyek penelitian bersama dengan rekan sejawat atau industri, misalnya, dapat menghasilkan solusi yang bermanfaat sekaligus memberikan kontribusi nyata bagi bidang akademik.
Dalam melawan "Fake Productivity," dosen harus memiliki komitmen kuat untuk tetap fokus pada kualitas dan tujuan akademik yang sejati. Dengan demikian, mereka dapat keluar dari labirin kesibukan yang menyesatkan dan menuju produktivitas yang bermakna.
Penulis: Syahiduz Zaman, Dosen Teknik Informatika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang