JATIMTIMES - Tantrum seringkali dialami oleh anak kecil baik di rumah, ataupun di tempat umum.
Umumnya saat tantrum, anak kecil akan menangis bahkan sampai histeris. Hal itu biasanya terjadi akibat anak tidak tahu cara mengungkapkan keinginannya kepada orang tua atau orang disekitarnya.
Baca Juga : Sport Tourism Banyuwangi, Ratusan Pembalap Ramaikan BOSC Drag Bike 2024
Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan, tantrum merupakan suatu perilaku yang bersifat alamiah dialami oleh anak- anak prasekolah dalam mengekspresikan kemarahan terutama bagi anak yang belum bisa mengungkapkan rasa frustasi. Anak yang tantrum biasanya akan menangis keras, berguling di lantai, atau melempar sesuatu.
Dalam menghadapi kondisi anak tantrum, para orang tua harus mengenali tantrum apa yang sedang anak anda alami. Apakah tantrum manipulatif atau tantrum frustasi?
Dengan mengenali tantrum apa yang sedang dialami oleh anak, maka orang tua juga bisa dengan cepat mengatasi tantrum tersebut.
Lantas apa itu manipulatif atau tantrum frustasi?
Tantrum Manipulatif
Dilansir dari laman Siloam Hospitals, tantrum manipulatif terjadi pada saat anak memiliki keinginan namun tidak tercapai sehingga anak akan tantrum yang sengaja dibuat-buat untuk mendorong orang lain memenuhi keinginannya termasuk kepada orang tuanya sendiri.
Tantrum Frustasi
Tantrum frustasi terjadi karena anak belum bisa mengekspresikan apa yang dia rasakan. Biasanya tantrum ini muncul karena kelelahan atau kelaparan.
Selain kedua tantrum di atas, masih ada dua jenis tantrum lagi yang kerap terjadi pada anak.
Tantrum Putus Asa
Berbeda dengan dua jenis sebelumnya, tantrum putus asa ditandai dengan dengan anak yang mendadak diam. Mereka akan terlihat seperti kehilangan gairah untuk melakukan suatu hal, merasa tidak berdaya, serta putus asa.
Tantrum putus asa umumnya didorong oleh ledakan emosi akibat rasa takut atau tidak nyaman yang cukup besar, namun tidak berani disuarakan oleh sang anak.
Self-damaging Tantrum
Yang terakhir adalah self-damaging tantrum. Pada jenis tantrum ini, anak cenderung melakukan hal yang membahayakan diri sendiri demi melampiaskan emosinya. Untuk mengatasinya, orang tua perlu menenangkannya dengan cara memeluk dan mengajaknya berbicara secara lembut.
Penyebab Tantrum pada Anak
Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan, terdapat beberapa penyebab tantrum pada anak dan hal ini orang tua perlu memahami agar bisa mencegahnya.
• Jenuh atau bosan
• Mengalami kesakitan
• Lapar
• Overstimulation
• Panas atau gerah
• Ketakutan
• Pola asuh yang terlalu memanjakan
• Keinginan yang tidak tercapai.
Dilansir dari laman Primaya Hospital, terdapat beberapa cara untuk menghadapi dan mengatasi tantrum pada anak dengan melakukan pendekatan yang baik diantaranya:
- Menunjukkan empati
Baca Juga : Satlantas Polres Blitar Kota Amankan 44 Motor dalam Razia Knalpot Brong
Orang tua bisa memberikan rasa empati dengan membisikan kata atau kalimat yang menyejukkan dan menenangkan anak saat emosi.
- Memberi ruang pada anak
Memberi ruang pada anak saat tantrum artinya memberikan kesempatan untuk meluapkan emosi dengan tetap menjaga keamanan.
- Memahami perasaan anak
Orang tua harus bisa memahami perasaan anak artinya apa yang sedang dibutuhkan atau diinginkan seperti lapar, haus, bermain dan lain-lain.
- Memastikan keamanan anak
Orang tua juga perlu memastikan keamanan anak saat tantrum dengan mengamati dan menyisihkan benda-benda di sekeliling yang berpotensi bahaya.
- Bersikap tegas dan konsisten
Orang tua harus tetap bersikap tegas dan konsisten yang artinya tidak boleh terlalu mengikuti arus anak untuk memenuhi segala keinginannya agar tercapai.
Sementara menurut Emily Edlynn, Ph.D., seorang ahli Parents Ask Your Mom dan psikologi klinis mengatakan bahwa saat anak tantrum, ibu dapat membantu anak dalam dua bidang penting yaitu pengaturan bersama dan komunikasi. Berikut ini penjelasannya:
Terapkan lah scaffolding parenting atau gaya pengasuhan yang menekankan pada bimbingan serta dukungan orang tua dalam proses tumbuh kembang anak untuk menjadi pribadi mandiri.
Sementara itu, orang tua dapat melakukan pengaturan diri dengan mengajak anak melakukan hal yang sama. Misalnya, belajar menenangkan tubuh jika dihadapkan dalam kesulitan atau berbicara mengenai bagaimana sistem saraf anak berubah dari waspada tinggi menjadi sedikit lebih tenang.
Setelahnya, tawarkan kenyamanan fisik pada anak. Orang tua bisa memeluk, memangku, atau menggenggam tangan sang anak, sambil mengajarkan bahwa tubuh dapat menjadi lebih tenang saat melakukan ini. Sehingga, anak dapat mengatur emosi lebih baik.
Jika sudah tenang, orang tua dianjurkan menuntun sang anak untuk menceritakan apa yang membuat mereka marah, bagaimana rasanya, serta apa yang membantunya tidak marah lagi. Langkah ini dapat membantu melatih kesadaran dan membangun kepercayaan diri anak.