JATIMTIMES - Proyek pembangunan berupa peningkatan jalan di tengah Kawasan Taman Nasional Meru Betiri (TN Meru Betiri) oleh Pemerintah Kabupaten Jember mendapat peringatan keras dan somasi dari aktivis lingkungan yang juga advokat Moh. Husni Thamrin.
Surat somasi tertanggal 22 April 2024, ditujukan ke Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Siti Nurbaya Bakar, Pemkab Jember dan juga tembusan ke kantor Taman Nasional Meru Betiri (TNMB).
Baca Juga : Legislatif Tuban Rekomendasikan LKPJ Eksekutif 2023
Menurut Thamrin, di Kawasan TN Meru Betiri seluas 58.000 hektar telah ditetapkan sebagai Taman Nasional dan pengelolaannya di bawah Balai Taman Nasional Meru Betiri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 277/Kpts-VI/Um/1997 tanggal 31 Maret 1997.
Sebagai taman nasional, Menhut kemudian mengeluarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 6186/Kpts-II/2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional, bahwa Balai TN Meru Betiri mempunyai tugas sebagai pelaksana pengelolaan ekosistem Kawasan TN Meru Betiri dalam rangka konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Keputusan Menhut tentang penetapan Kawasan Meru Betiri sebagai taman nasional adalah sebagai tindaklanjut dari UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Jadi di kawasan tersebut tidak boleh ada aktivitas yang berpotensi merusak keaslian hutan, prinsipnya, dari hutan kembali ke hutan, tidak boleh melakukan aktivitas apapun yang dapat merusak atau bagiannya dalam keadaan hidup atau mati,” ujar Thamrin sambil mengutip bunyi Pasal 21 UU Nomor 5 Tahun 1990.
Thamrin menilai, pembangunan dan peningkatan jalan yang sekarang sedang berlangsung di kawasan TN Meru Betiri menurutnya jelas bertentangan dengan semangat konservasi. “Belum lagi, kawasan TN Meru Betiri itu aset pemerintah pusat, ini anggaran pembangunan menggunakan APBD Jember. Bagaimana pembukuannya, nantinya jalan itu masuk aset pemkab atau aset TN Meru Betiri, harus mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah," ujarnya.
Dalam somasinya, Thamrin juga mengancam akan menggugat Menhut dan TN Meru Betiri, jika dalam waktu 7 hari Menhut mengabaikan somasinya. “Saya tidak segan menyeret Menteri Kehutanan dan kepala Balai TN Meru Betiri jika abai menjaga keaslian kawasan konservasi, ini demi masa depan anak cucu kita semua. Hutan-hutan kita ini telah dirusak secara sistematis justru oleh penyelenggaran negara kita sendiri, dengan melakukan pembiaran perusakannya," urainya.
Menurut advokat asli Jember ini, pembangunan di kawasan TN Meru Betiri selain bertentangan dengan lima peraturan perundang-undangan, antara lain UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang–Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Kerusakan Hutan, juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sementara pihak TN Meru Betiri, melalui kepala bagian Kerjasama dan Perizinan Wahyu Candra Kirana, ditemui dikantornya pada Selasa (23/4/2024) menyatakan, bahwa terkait somasi yang dilayangkan oleh M. Husni Thamrin, pihaknya menunggu surat dari kementerian, karena somasi ditujukan ke kementerian, dan pihak TN Meru Betiri hanya mendapatkan surat tembusan.
"Kami tidak mendapatkan surat somasi, tapi hanya tembusan saja, yang disomasi oleh saudara Husni (M. Husni Thamrin) adalah Kementerian dan Pemkab, kami sendiri menunggu balasan somasi yang nanti akan dikirim oleh kementerian," ujar Wahyu.
Ketika dikonfirmasi mengenai proyek peningkatan jalan, Wahyu menyatakan, bahwa jalan yang ditingkatkan oleh Pemkab di kawasan TN Meru Betiri, sebelumnya sudah ada, sehingga tidak benar jika disebutkan membuka hutan.
"Jalan itu sudah ada sejak lama, bisa ditanyakan ke warga yang tinggal di sana, dan Pemkab hanya melakukan peningkatan, karena disana ada perkampungan, juga ada nelayannya," jelasnya.
Baca Juga : Gelar Rakor dan Evaluasi, DP3AP2KB Bangun Kerjasama yang Solid Demi Optimalkan Percepatan Penurunan Stunting
Pihaknya juga mempersilahkan wartawan mengecek ke lokasi, dan menanyakan ke warga sekitar, jika jalan di TN Meru Betiri menuju pantai Bande Alit sudah ada sejak lama. "Silahkan datang dan dicek, tanyakan ke warga sana, kalau jalan itu sudah ada sejak lama," bebernya.
Seperti diketahui, Rabu, 17 April 2024 telah diumumkan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Jember beberapa lelang, diantaranya Pekerjaan Konstruksi Peningkatan Jalan Andongrejo-Bandealit dengan nilai Pagu anggaran Rp 19.400.004.850,00 dan batas akhir pendaftaran pada tanggal 22 April 2024.
“Proses pemilihan penyedia yang dilakukan oleh Pokja Pemilihan pada bagian Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) Kabupaten Jember mengandung cacat hukum, karena bertentangan dengan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Thamrin, didapatkan bahwa Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di Kabupaten Jember (Pejabat pengadaan dan Pokja pemilihan) masih belum memiliki sertifikat kompetensi dan Pejabat Pembuat Komitmen yang ada kualifikasinya adalah Tipe C, sehingga tidak kompeten menyusun HPS, Spesifikasi Teknis dan Rancangan Kontrak serta dokumen lainnya untuk pekerjaan tender yang seharusnya dibuat oleh PPK yang memiliki kualifikasi PPK Tipe A atau B. Bahkan Thamrin menduga kepala UKPBJ juga tidak memiliki sertifikat kompetensi, sehingga tidak berwenang melakukan lelang," tegasnya.
Thamrin dalam somasinya menyebutkan agar Kepala Bagian UKPBJ Kabupaten Jember menghentikan proses lelang pengadaan barang/jasa sampai terpenuhinya ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, paling lambat 7x24 jam sejak tanggal surat ini dibuat. Sekiranya tidak mengindahkan somasi ini, Thamrin mengancam akan melakukan gugatan secara perdata dan/atau melaporkan kepada aparat penegak hukum agar diproses secara pidana.
Kami berpendapat bahwa pembangunan/peningkatan jalan dalam Kawasan Taman Nasional, termasuk Kawasan TN Meru Betiri tidak dapat dibenarkan, karena bertentangan dengan semangat pelestarian konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam rangka melindungi, melestarikan hewan, tumbuhan serta sumberdaya alam sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain sebagai berikut:
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini kami memperingatkan dan menegur keras (somasi) Saudara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk segera menghentikan, melarang dan/atau melakukan pencabutan Perjanjian Kerjasama antara Kepala Balai TN Meru Betiri dengan Bupati Jember, termasuk Pembangunan/peningkatan jalan Adnongrejo-Bandealit yang berada dalam Kawasan TN Meru Betiri sebagaimana dimaksud, paling lambat 7x24 jam sejak tanggal surat ini dibuat.
“Demikian Somasi ini disampaikan, untuk menjadi perhatian serius Saudara dalam menjalankan pemerintahan sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik yang mematuhi Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Jika tidak, saya akan mendaftarkan gugatan perdata kepada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jember dan pelaporan secara pidana,” pungkasnya. (*)