JATIMTIMES - Nihilnya temuan dan laporan dugaan adanya money politik dalam helatan pemilu 2024 di Kabupaten Tulungagung, direspon pengamat politik dan praktisi hukum dari Universitas Bhineka atau UBHI. Dalam paparannya, Andreas Andre Djatmiko menyatakan bahwa fakta di lapangan yang terjadi adalah TSM-nya serangan fajar.
"Ini tidak bisa dipungkiri,dan itu sudah bukan rahasia umum lagi, baik itu pemberi maupun penerima pun secara terang-terangan mengakui serangan fajar tersebut," rilis dosen yang akrab disapa AA Djatmiko ini, Rabu (6/2/2024).
Baca Juga : Goa Tenggar Tulungagung: Destinasi Wisata Alam dengan Fosil Purba di Dalamnya
Lanjutnya, justru yang menjadi pertanyaan adalah faktor-faktor apa saja yang membuat nihilnya laporan dan temuan money politik pemilu 2024 khususnya di Kabupaten Tulungagung.
"Sebut saja ada beberapa faktor yang menurut saya sangat mempengaruhi," ucapnya.
Faktor pertama menurut AA Djatmiko, alasan ekonomi penerima money politik. Alasan ini menurutnya sangat masuk akal jika penerima sendiri enggan untuk berkontribusi dalam melakukan pelaporan adanya pelanggaran selama masa Pemilu.
"Faktor kedua adalah regulasi yang mengatur tentang tata cara melakukan pelaporan pelanggaran pemilu itu sendiri," ujarnya.
Ia menyampaikan, penindakan pelaku politik uang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum terbatas hanya selama masa kampanye.
"Laporan dibuat secara tertulis dan wajib memenuhi unsur laporan dan syarat. Unsur laporan terdiri dari pelapor, terlapor, temuan, dan laporan. Sedangkan syarat laporan terdiri dari syarat formal dan syarat materiil," ungkap Dosen PPKN di UBHI yang juga pengacara ini.
Syarat formal yang harus disampaikan adalah nama dan alamat pelapor, pihak terlapor, dan
Waktu penyampaian pelaporan tidak melebihi jangka waktu, yakni paling lama tujuh hari sejak diketahui terjadinya dugaan pelanggaran Pemilu.
Kemudian syarat material, waktu dan tempat kejadian dugaan pelanggaran pemilu. Lalu, uraian kejadian dugaan pelanggaran pemilu, dan bukti, dapat berupa surat, dokumen, foto, video atau barang yang digunakan dalam peristiwa pelanggaran.
"Dugaan kecurangan bisa disertai dengan bukti baik berupa surat, dokumen, foto, video atau barang yang digunakan dalam peristiwa pelanggaran," bebernya.
Baca Juga : Kembali Tertunda, KPU Jember Tambah Sehari Tuntaskan Rekapitulasi Kabupaten
Faktor lain menurut Penasehat Hukum APDESI Kabupaten Tulungagung ini adalah faktor budaya.
"Ada kebiasaan yang sudah membudaya di Indonesia, yakni tidak pantas jika menolak pemberian dan terbiasa membalas pemberian. Instrumen kultural ini dimanfaatkan oleh politisi untuk menjalankan politik uang," ungkapnya.
Apakah sebanyak 3.604 orang yang terlibat dalam pengawasan Pemilu di Kabupaten Tulungagung, tidak serius mengawasi adanya fakta money politik ini.
AA Djatmiko justru memberikan ilustrasi bahwa misal 10% dari 3604 pengawas berjalan sesuai SOP tapi yang 90% pengawas terpengaruh dengan faktor budaya dan faktor ekonomi, maka apakah kira-kira bisa berjalan optimal tidak fungsi daripada pengawasan dari bawaslu itu sendiri?
"Belum lagi didukung dengan faktor regulasi yang telah saya jabarkan di atas, yang membuat para pelapor itu sendiri enggan untuk melaporkan adanya dugaan pelanggaran pemilu money politik," jelasnya.
Untuk itu, terkait nihilnya temuan kasus money politik dalam pemilihan umum 2024 ini, dinilai wajar karena masih kuatnya tiga faktor yang ia jelaskan.
"Jadi sangat wajar jika dinyatakan Tulungagung nihil laporan dan temuan money politik pemilu 2024. Sekalipun realita di lapangan mengatakan sangat-sangat tidak mungkin tidak ada money politik," pungkasnya.