JATIMTIMES - Kabupaten Malang dengan wilayah terluas kedua di Jawa Timur masih memiliki pekerjaan rumah soal kemandirian pangan. Dinas Ketahanan Pangan (DKP) mendata, ada belasan desa terkategori rentan pangan ringan hingga sedang. Masalah itu disebabkan susutnya lahan pertanian di beberapa titik serta kurangnya akses.
Wilayah yang di dalamnya terdapat desa dengan rentan pangan tersebut tersebar di sejumlah kecamatan. Utamanya di wilayah urban yang padat penduduk dan minim lahan pertanian. Dari data pemetaan yang diterima dari DKP Kabupaten Malang, desa rentan pangan ringan dan sendang ada di Kecamatan Dau, Pakis, Tirtoyudo, Sumbermanjing Wetan, dan tajinan.
Baca Juga : Berpredikat SAKIP A, DPKPCK Kabupaten Malang Komitmen Tingkatkan Kemampuan SDM
Plt. Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Malang Shanti Rismandini menyampaikan, saat ini tidak ada desa dengan rentan pangan tinggi atau prioritas satu. Sementara rentan sedang hanya satu desa di Kecamatan Dau.
"Saat ini membaik, sebenarnya kan (rentan pangan) karena mereka itu tidak punya sumber sendiri atau mungkin aksesnya. Hanya itu saja yang menyebabkan, tapi kalau benar-benar rawan pangan tidak ada," ungkap Shanti saat ditemui, Jumat (1/3/2024).
Berdasarkan data yang dibeberkan Shanti, 13 desa rentan pangan yakni 1 desa rentan pangan sedang atau 0,26 persen, dan rentan pangan ringan sebanyak 12 desa, atau 3,08 persen. Sementara itu mayoritas desa di Kabupaten Malang masuk kategori tahan pangan ringan hingga tinggi. Di antaranya 9 desa tahan pangan ringan atau 2,31 persen, 45 desa tahan pangan sedang, atau 11,54 persen. Sisanya, ada 323 desa atau 82,82 persen tahan pangan tinggi. "Satu desa rentan sedang itu Petungsewu, Kecamatan Dau," bebernya.
Ia memberi penekanan pada penyebutan rentan pangan yang kerap disalah artikan rawan pangan. Sedangkan penyebutan rawan pangan hanya untuk kondisi kritis. "Rata-rata wilayah rentan pangan di kab malang hijau, tidak sampai merah," sebutnya.
Shanti menjelaskan, suatu desa dikatakan rentan pangan dipengaruhi tidak adanya sumber pangan sendiri, akses terhadap pangan yang sulit. Selain itu, wilayah geografis dengan kondisi kebencanaan tinggi turut berpengaruh. "Biasanya justru daerah lingkar perkotaan, mereka tidak punya pertanian tapi aksesnya bagus atau sumber pangan sendiri. Itu yang mungkin terjadi, dan masih diuntungkan karena akses," jelasnya.
Baca Juga : Pemkot Batu Segera Lelang Bekas Pasar Relokasi, Segini Harganya
Wilayah Kecamatan Dau, sambungnya, memang padat penduduk dan minim lahan pertanian. Sehingga diperlukan perbaikan akses bahan pangan yang baik. Ia menambahkan, wilayah sejenis banyak mengalami alih fungsi lahan sebelumnya. Masalah yang hampir serupa terjadi di wilayah seekor Sumbermanjing Wetan karena merupakan pesisir dan wisata. Dibandingkan pertanian beberapa wilayah urban banyak berubah menjadi wilayah industri dan usaha karena dipandang lebih menguntungkan.
Masih kata Shanti, untuk mengatasi rentan pangan perlu perbaikan akses bahan pangan. Rasio luas lahan pangan yang bergeser mengharuskan agar dilakukan pertanian dengan berbagai alternatif. Sembari Pihak Dinas Ketahanan Pangan berupaya mengurangi kerentanan dengan memastikan akses pangan terus dibenahi. Selain itu diperlukan gerakan tanam di pekarangan yang saat ini juga turut digalakkan sedikit demi sedikit.
"Untuk mengurangi kerawanan, aksesnya yang diperbesar. Atau digerakkan di pekarangan agar ada tanaman pangan. Meskipun kota jarang ada pekarangan. Akses ketersediaan pangan dan distribusinya diperhatikan. Karena kalau tidak ada (pertanian) memang komponen utamanya berkurang," tandasnya.