free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

MEMPERINGATI 269 TAHUN PERJANJIAN GIYANTI

Mataram Terbagi Dua Sejak 1749 : Pangeran Mangkubumi Berkuasa di Yogyakarta sebagai Pakubuwono III

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : A Yahya

29 - Feb - 2024, 14:44

Placeholder
Pangeran Mangkubumi dalam sketsa lukisan

JATIMTIMES - Dalam lanskap Perang Suksesi Jawa III yang mematikan, pasukan pemberontak di bawah komando Mangkubumi semakin kuat. Perpindahan markas ke Yogyakarta, kota yang kaya sejarah, menandai awal era baru bagi pemberontakan tersebut. Namun, ketegangan meningkat ketika Mangkubumi, dengan tegas menyandang gelar Pakubuwono III, memicu konflik dualisme kekuasaan yang mengguncang Kerajaan Mataram.

Pasukan pemberontak, dipimpin oleh Mangkubumi, semakin diatas angina dalam perang ini. Pada akhir tahun 1749, deklarasi Mangkubumi sebagai Pakubuwono III di Yogyakarta memperdalam jurang perpecahan. Meskipun awalnya enggan mengambil alih tahta dari Pakubuwono II yang sakit, tekanan dari berbagai pihak mendorongnya untuk melangkah maju.

Baca Juga : P2BA-BIPA Unisma Lestarikan Cinta Bahasa Lewat Festival Bahasa

Dalam berbagai catatan sejarah, Pangeran Mangkubumi digambarkan sebagai seorang bangsawan yang menjunjung tinggi nilai sopan santun. Pemimpin yang berbakat ini tidak hanya dikenal sebagai ahli strategi perang, tetapi juga sebagai sosok yang saleh dan berpengetahuan luas dalam bidang kesusastraan Jawa.

Dengan postur yang gagah, tegap, dan tampan, Mangkubumi menjadi simbol perlawanan yang tak kenal lelah terhadap kekuasaan asing. Setelah berhasil mendirikan Negara Yogyakarta dan mengangkat dirinya sebagai sultan pertama, kehadirannya dianggap mirip dengan sosok Sultan Agung, raja agung dari Dinasti Mataram Islam yang legendaris.

 Pasukan pemberontak di bawah pimpinan Mangkubumi terus menguat. Di tengah gejolak peperangan, Mangkubumi memutuskan untuk memindahkan markasnya ke Yogyakarta, sebuah kota yang di masa lalu telah menjadi tempat kelahiran negara Mataram oleh leluhurnya, Ki Ageng Pamanahan dan Panembahan Senopati.

Pada akhir tahun 1749, di Yogyakarta, Mangkubumi dengan tegas menyatakan dirinya sebagai raja baru Mataram dengan gelar Susuhunan Pakubuwono III. Meskipun awalnya enggan mengambil alih tahta jika Pakubuwono II masih hidup, Mangkubumi akhirnya terpaksa melakukannya karena tekanan dari berbagai pihak, termasuk ibunya, Sambernyawa, dan para pemimpin pemberontak lainnya.

Sebagai Pakubuwono III, Mangkubumi mendapat dukungan kuat dari para pemimpin agama di Mataram. Mereka datang dari berbagai daerah seperti Kajoran, Tembayat, Kembangarum, dan Wedi untuk memberikan doa dan dukungan kepada Mangkubumi.

Upacara selamatan diadakan untuk memohon keselamatan Mangkubumi sebagai raja baru, dengan gelar Pakubuwono III. Di saat yang bersamaan, Mangkubumi juga menunjuk keponakannya, Pangeran Sambernyawa, sebagai senopati dan patihnya. Sejumlah pejabat kerajaan juga diangkat, dengan penghulu kerajaan diberi gelar Kiai Ngabdullah, dan pejabat baru di bidang hukum (jaksa) juga diberikan gelar.

Namun, keputusan Mangkubumi untuk menyandang gelar Pakubuwono III tidak serta merta diakui oleh semua pihak. Terjadi dualisme kekuasaan di Mataram, dengan Pakubuwono III versi Mangkubumi dan versi Raden Mas Suryadi, putera mahkota yang diangkat sebagai Pakubuwono III di Surakarta. Ini menandai terbaginya Kerajaan Mataram Islam, yang sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1749, namun jarang diulas dalam sejarah resmi.

Mengejutkan, catatan Belanda mencatat bahwa lebih banyak pejabat menghadiri penobatan Mangkubumi sebagai Pakubuwono III di Yogyakarta dibanding penobatan putra mahkota Raden Mas Suryadi di Surakarta pada 15 Desember 1749. Sang putra mahkota, yang kemudian memimpin Surakarta hingga tahun 1788, dilaporkan meniti perjalanan panjangnya dalam kepemimpinan.

Perang terus berlanjut setelah Mangkubumi mengklaim tahta sebagai Pakubuwono III. Sebuah dokumen dari Babad Giyanti mencatat bahwa pada 27 Oktober 1751, pertempuran pecah dalam keadaan tak seimbang di tengah guyuran hujan badai. Pasukan VOC di bawah komando Letnan Foster hampir kehabisan anggota. Hanya tersisa 20 pasukan Eropa dan 50 pasukan pribumi (yang konon terdiri dari orang Bugis dan Bali) dalam pasukan VOC.

Pertempuran itu menjadi berdarah, dengan Foster dan hampir seluruh pasukannya tewas terbunuh, hanya tiga orang yang berhasil selamat dari bencana tersebut.

Pada akhir tahun 1751, barisan pemberontak terus meraih kemenangan demi kemenangan. Di tanggal 12 Desember di Jenar di tepi Sungai Bogowonto, pasukan VOC di bawah komando Mayor H. de Clercq bertempur melawan pasukan utama Pangeran Mangkubumi. Mayor Belanda ini yakin bahwa Mangkubumi telah terdesak dan berhasil melarikan diri, sehingga ia maju meninggalkan pasukan kavalerinya.

Baca Juga : 4 Tahun Buron Gara-Gara Zina, Wanita Asal Malang Ini Langsung Nginep di Penjara

Namun, tanpa disadari, Mayor de Clercq telah melewati pasukan musuhnya, Mangkubumi yang menyamar sebagai penduduk desa. Pertempuran pun pecah di tengah persawahan yang banjir, dan hasilnya tak terduga: pasukan VOC kembali mengalami kekalahan. Pangeran Sambernyawa tidak turut serta dalam pertempuran ini karena sedang berperang di wilayah Gunung Kidul.

Di medan pertempuran yang berlumpur, Kapten Wouthier dan seluruh kompi dragoonnya tewas, sementara beberapa orang ditangkap oleh pasukan Mangkubumi. Meskipun Mayor de Clercq berusaha melarikan diri melewati sawah yang berlumpur, upayanya sia-sia karena kudanya terjebak. Pasukan Mangkubumi segera menyerang dan menghabisi Mayor de Clercq serta sembilan hussarnya.

Tahun 1751 menjadi pukulan telak bagi VOC, dengan kerugian besar yang mereka alami dalam serangkaian kekalahan. Laporan dari Batavia ke Amsterdam mencatat bahwa dalam pertempuran di Jenar, terdapat 180 mayat pasukan VOC dan pasukan Keraton Surakarta. Korban tewas juga termasuk beberapa pejabat Jawa yang pro kepada VOC, seperti seorang bupati bernama Dipayuda.

Kemenangan Mangkubumi dalam pertempuran di Jenar menjadi titik balik dalam gelombang militer Perang Suksesi Jawa III. Hampir enam tahun pertempuran berlangsung, dan pada tahun 1751 pasukan pemberontak mulai mengendalikan situasi dengan baik. Simpati rakyat Mataram bergeser dari Keraton Surakarta ke Pangeran Mangkubumi, yang menjadi raja di barisan pemberontak.

Akhirnya, puncak dari konflik yang melelahkan ini tercapai dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755. Perjanjian ini setuju untuk membagi Mataram menjadi dua kerajaan: Kasunanan Surakarta yang dipimpin oleh Pakubuwono III, dan Kesultanan Yogyakarta yang dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono I.

Semangat perjuangan Pangeran Sambernyawa tidak pernah luntur. Ia memimpin sendiri perang melawan Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi, yang juga dikenal sebagai Hamengkuwono I, merupakan mertuanya sekaligus pamannya. Namun, dalam perang ini, Pangeran Sambernyawa melihat Pangeran Mangkubumi sebagai seorang yang telah berkhianat dan terpengaruh oleh VOC.

Selama 16 tahun, Laskar Pangeran Sambernyawa terlibat dalam 250 pertempuran, tanpa kenal lelah. Namun, akhirnya perdamaian yang diharapkan oleh VOC tercapai. Perdamaian itu dirumuskan dalam Perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757. Pertemuan tersebut berlangsung di Desa Jemblung, Kabupaten Wonogiri, dan hanya melibatkan Sunan Pakubuwono III, Pangeran Sambernyawa, serta utusan Sultan Hamengku Buwono I dan VOC.

Perjanjian Salatiga menetapkan Pangeran Sambernyawa, atau Raden Mas Said, sebagai Adipati Miji yang mandiri dengan gelar KGPAA Mangkunegara I. Wilayah kekuasaan Mangkunegara I meliputi Kedaung, Matesih, Honggobayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Pajang sebelah utara, dan Kedu. Wilayah kekuasaan Mangkunegara I ini kemudian dikenal dengan nama Kadipaten Mangkunegaran.


Topik

Serba Serbi mangkubumi sambernyawa mataram



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

A Yahya