free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Nyata, Indonesia Punya Cerita Seperti Kaum Sodom

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : Dede Nana

23 - Feb - 2024, 16:06

Placeholder
Tugu sebagai simbol warga Desa Legetang yang terkubur dalam semalam oleh Gunung Pengamun-amun. (Foto: MNC Portal)

JATIMTIMES - Desa Legetang akan menjadi sebuah tragedi yang melegenda di nusantara, terutama bagi masyarakat Dieng, Jawa Tengah dan sekitarnya. Ya, desa yang dihuni ratusan warga tersebut lenyap dalam semalam. 

Melansir akun YouTube Juru Sejarah, Desa Legetang telah hilang sekitar 68 tahun silam bersamaan dengan warganya. Dusun Legetang saat itu berada di Desa Pekasiran, sebuah desa di pegunungan Dieng, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Dusun yang ditinggali 450 jiwa itu rata dengan tanah karena tertimbun longsoran Gunung Pengamun-amun pada 17 April 1955.

Baca Juga : Mengenal Apa itu Cap Go Meh, Tujuan, Sejarah hingga Ragam Tradisinya

Pada saat itu, Dusun Legetang merupakan sebuah dusun yang makmur. Berbagai kesuksesan di bidang pertanian, menghiasi kehidupan dusun itu. Penduduknya cukup makmur dan mayoritas petaninya cukup sukses. 

Petani di dusun tersebut didominasi menanam sayuran, kentang, wortel, kubis dan sebagainya. Tak hanya itu, berbagai kesuksesan duniawi yang berhubungan dengan pertanian menghiasi Dusun Legetang. Misalnya apabila di daerah lain tidak panen, tetapi di Dusun Legetang panen berlimpah. Kualitas buah dan sayur yang dihasilkan juga lebih baik dari daerah lain. 

Namun bukannya warganya bersyukur dengan segala kenikmatan yang telah diterima, malah banyak yang melakukan kemaksiatan. Masyarakat Dusun legetang umumnya ahli maksiat, perjudian di dukuh ini merajalela. Termasuk minum minuman keras. 

Pada setiap malam, warga dukuh tersebut mengadakan pentas Lengger, sebuah kesenian tradisional yang dibawakan oleh para penari perempuan, yang sering berujung kepada perzinaan. Hingga ada juga anak yang melakukan kemaksiatan bersama ibunya sendiri. Beragam kemaksiatan lain sudah sedemikian parah di dusun ini. 

Pada suatu malam di pendopo Dusun Legetang, tepatnya 16 April 1955, suara gemuruh gamelan masih bergema di seluruh penjuru desa, diiringi dengan tawa riuh penari Lengger. Bau arak jawa, dupa, asam rokok bersatu bersama celotehan para penonton yang mulai mabuk. 

Satu persatu hanyut dalam suasana nafsu berjamaah. Tak peduli pria dengan wanita, pria dengan pria, anak atau orang tua, semua lebur berbaur dalam keriuhan libido malam itu. Bahkan ibu dan anak atau ayah dan anak, sudah tak peduli hanya menuruti nafsu hewani yang sudah umum dilakukan tiap malam di dusun tersebut. 

Ya, memang hampir tiap malam dusun makmur itu menggelar kesenian Lengger dengan penari yang bisa diajak memuaskan birahi. Semakin malam, semakin membaur yakni antara suara dengung atau leguhan penari penonton. 

Tanpa disadari di luar pendopo dusun, semakin malam rintik hujan turun semakin lebat. Namun hal itu tidak dihiraukan oleh penikmat hiburan. Karena telah tenggelam dalam hipnotis libido yang melenakan itu. 

Hampir tengah malam lewat atau sekitar 11 malam, hujan mulai reda. Tiba-tiba terdengar suara dentuman dahsyat, seperti suara meteor yang jatuh menghantam bumi. Gemuruh gamelan tiba-tiba sirna, berubah menjadi sunyi, senyap dan hilang hanya dalam sekejap. 

Suara dahsyat itu terdengar sampai ke dusun dan desa-desa tetangganya. Namun malam itu tidak ada satupun yang berani keluar, karena selain suasan gelap, jalanan juga licin. 

Pada pagi harinya masyarakat yang ada di sekitar Dusun Legetang mulai memeriksa adanya suara dahsyat pada malam sebelumnya. Warga sangat kaget ketika di kejauhan terlihat puncak gunung Pengamun-Amun sudah terbelah rompal. Dan semakin kaget saat Dusun Legetang sudah tertimbun tanah dari irisan puncak gunung tersebut. Di mana seluruh dusun beserta warganya turut terkubur. 

Baca Juga : Mengenal Siklon Tropis dan Proses Terbentuk hingga Dampaknya

Dusun Legetang yang tadinya berupa lembah, kini sudah menjadi sebuah gundukan tanah baru menyerupai bukit. Dusun Legetang hilang dan lenyap dalam semalam, beserta seluruh penduduknya. Gegerlah kawasan Dieng kalau itu. 

Hingga saat ini bermunculan banyak spekulasi, seandainya gunung Pengamun-amun sekedar longsor, maka longsor itu hanya akan menimpa di bawahnya. Karena masih ada sungai dan jurang di bawahnya. 

Akan tetapi kejadian ini bukan longsornya gunung, sebab antara Dusun Legetang dan Gunung Pengamun-Amun terdapat sungai dan jurang, yang sampai sekarang masih ada. Bahkan sejatinya jarak antara gunung dan desa itu sangat jauh. Sehingga sulit diterima akal bahwa tanah longsor itu bisa menimpa Dusun Legetang. Jadi tanah itu seolah-olah terbang dari gunung dan menimpa Dusun Legetang. 

Seperti diceritakan oleh salah satu saksi hidup peristiwa ini, sebut saja Pak Toyib umurnya sekitar 71 tahun. "Suara gunturnya atau sebutan longsor di daerah setempat itu sampai terdengar ke rumah saya. Padahal rumah saya Desa Kepakisan," kata Toyib yang saat itu berusia 11 tahun, dilansir YouTube Juru Sejarah. 

Lanjut Toyib, karena gelapnya malam dan Hawa dingin menusuk tulang kala itu, membuat warga yang mendengar suara mengejutkan itu tidak berani keluar rumah untuk memeriksanya. Baru esok paginya diketahui ternyata suara itu berasal dari longsoran lereng Sisi Tenggara Gunung Pengamun-Amun yang tepat menimpa Dusun Legetang. 

Kata Toyib, dari kejauhan terlihat puncak Gunung Pengamun sudah rompal atau terbelah. Bukan saja tertimpa tapi dusun juga terkubur, lalu berubah menjadi sebuah bukit yang mengubur seluruh dusun beserta warganya. Dusung Legetang yang tadinya berupa lembah ini berubah menjadi gundukan tanah menyerupai bukit. 

Dari 351 korban jiwa terdapat 19 orang yang berasal dari luar Dusung Legetang. Sementara itu ada dua orang asli Legetang yang selamat dari bencana tersebut. Hingga kini, dusun yang tinggal nama tersebut dikenang dengan tugu beton setinggi 10 meter. Tugu tersebut berdiri di tengah ladang kentang milik warga sebagai penanda adanya bencana luar biasa yang terjadi di masa lalu. 

Di bawah tugu tersebut terdapat pahatan marmer yang berisi daftar bencana di pegunungan Dieng beserta jumlahnya. Lokasi tugu ini tepatnya berada di Desa Kepakisan, sebelah timur Desa Pekasiran, atau pertigaan menuju ke objek wisata kawah Sileri. 


Topik

Serba Serbi desa legeteng kaum sodom cerita desa legeteng



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Binti Nikmatur

Editor

Dede Nana