JATIMTIMES - Universitas Brawijaya (UB) kembali menambah jumlah guru besar baru. Empat guru besar dari tiga fakultas, yakni Fakultas Pertanian, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), serta Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), itu akan dikukuhkan Rabu (21/2/2024).
Guru besar pertama yang dikukuhkan adalah Prof Dr Ir Sitawati MS. Dia menjadi profesor aktif ke-33 di Fakultas Pertanian dan profesor aktif ke-208 serta menjadi profesor ke-371 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan oleh UB.
Baca Juga : 5 Prodi Favorit SNBP di Universitas Negeri Malang, Segini Daya Tampungnya
Sitawati akan menyampaikan orasi ilmiah terkait ekologis dan ekonomis prinsip tata tanaman untuk kenyamanan kota dengan judul “Hokikultura Lanskap Model 3E (Estetika-Ekologis-Ekonomis) sebagai Solusi Kenyamanan Lingkungan Perkotaan”.
Dijelaskan, hortikultura lanskap merupakan bagian dari ilmu hortikultura yang khusus mempelajari penataan tanaman untuk mengatur dan mendapatkan lingkungan yang estetik. Hortikulura lanskap model 3E merupakan pengembangan dari hortikultura lanskap yang menambahkan nilai ekologis dan ekonomis.
Hortikultura lanskap 3E menjadi penting mengingat pada saat ini populasi penduduk di perkotaan meningkat dengan perkiraan sekitar 53 persen penduduk bertempat di perkotaan.
"Maka kebutuhan lingkungan tidak hanya estetika dengan tampilan bentuk, struktur vegetasi dan arsitektur tanaman yang indah, namun juga ekologis dan ekonomis," paparnya, Selasa (20/2/2024).
Pada hortikultura lanskap 3E, keberadaan tanaman di perkotaan akan menambah luas ruang terbuka hijau (RTH), menurunkan urban heat island (UHI) dan meningkatkan temperature humidity index (THI), sehingga akan memberikan kenyamanan bagi penduduk di perkotaan daripada hortikultura lanskap yang hanya menampilkan keindahan.
Di sisi lain, dengan populasi urban yang tinggi, keterbatasan lahan dan kebutuhan ekonomi yang kompetitif, hortikultura lanskap 3E dengan pemilihan jenis tanaman yang mempunyai nilai ekonomi akan memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat di daerah urban yang mempunyai keterbatasan ekonomi.
Kemudian guru besar kedua adalah Prof Dr Ali Maksum MAg MSi. ia dikukuhkan sebagai guru besar bidang sosiologi. Prof Dr Ali Maksum menjadi profesor aktif ke-4 di FISIP dan profesor aktif ke-209 di UB serta menjadi profesor ke-372 dati seluruh profesor yang telah dihasilkan oleh UB.
Dalam paparan orasi ilmiah esok, Prof Ali Maksum akan menyampaikan Model Transformasi Sosial Profetik untuk Masyarakat Sipil Berkeadaban. Dijelaskan, model transformasi sosial profetik muncul sebagai respons atas kegelisahan kondisi sosial. Persoalan fragmentasi sosial, kesenjangan, konflik, dan krisis lingkungan hidup di basis akar rumput mendesak untuk ditemukannya solusi aktual dan implementatif.
Kejadian di akar rumput sejak lahirnya reformasi dimulai dari kontestasi politik yang telah memolarisasi masyarakat pada dimensi politik dan ekonomi. Selain itu, kesenjangan ekonomi di Indonesia yang dilaporkan World Inequality Report pada tahun 2022 yang tidak berubah selama dua dekade terakhir.
Respons atas persoalan tersebut hadir dalam gagasan model transformasi sosial profetik. "Model transformasi ini beranjak dari refleksi kritis dan elaborasi konsepsi antara transformasi sosial dan nilai profetik," ucapnya.
Unsur-unsur pembentuk model ini terdiri dari integrasi antara nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat sipil dan nilai-nilai profetik. Unsur-unsur tersebut dapat bekerja secara baik apabila didukung oleh pilar-pilar perubahan yang terdiri dari tiga elemen: struktur, kultur, dan agen pada dimensi sosial makro, meso, dan mikro.
Kelebihan model transformasi sosial profetik terletak pada optimalisasi nilai moral dan spiritual, menggunakan pendekatan holistik, dan memerlukan kolaborasi masyarakat sipil dan negara. "Melalui model transformasi ini diharapkan terbangun relasi sosial masyarakat sipil yang berkeadaban," katanya.
Meski begitu, masih terdapat kelemahan dalam model ini. Yakni, terletak pada masih kuatnya konservatisme agama dan budaya, keberagaman isu masyarakat sipil, dan tidak setiap pemimpin maupun individu menerima nilai-nilai profetik.
Berikutnya, ada guru besar dari Fakultas Pertanian yang juga akan dikukuhkan, yakni Prof Dr Ir Nur Edy Suminarti MS. Ia dikukuhkan sebagai profesor aktif ke-34 di Fakultas Pertanian dan profesor aktif ke-210 serta menjadi profesor ke-373 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan oleh UB.
Pada pidato ilmiahnya, Prof Nur Edy Suminarti akan menyampaikan Metode PM-BWEB untuk Pengembangan Tanaman Talas Dompol di Lahan Kering.
Seperti diketahui, umbi talas merupakan bahan pangan fungsional, terutama untuk penderita diabet. Tanaman talas dompol kebanyakan ditanam petani pada awal musim penghujan dengan mengikuti budaya lokal menggunakan sistem kalender pranoto-mongso tradisional (PMT).
PMT ini mendasarkan pada gejala perubahan alam untuk penentuan musim tanamnya. Pranoto-mongso merupakan kalender bercocok tanam sederhana yang dapat diterapkan di lahan kering, lahan sawah tadah hujan, maupun lahan sawah irigasi semiteknis.
Adanya perubahan iklim global menyebabkan metode PMT ini kurang akurat karena indikator untuk penentuan waktu tanam tidak muncul kembali. "Oleh karena itu, diperlukan data iklim untuk menyusun analisis neraca air yang akan digunakan sebagai penentu waktu tanam," ujatnya.
Lebih lanjut dijelaskan, data iklim diakses melalui laman BMKG, yang kemudian disebut sebagai metode pranoto-mongso berbasis website (PM-BWEB).
Metode PM-BWEB merupakan salah satu metode yang perlu dikembangkan di era perubahan iklim global saat ini. Penentuan musim tanamnya didasarkan pada analisis neraca air.
Secara klimatologis dijelaskan, neraca air bertujuan untuk mengetahui jumlah netto air yang diperoleh serta untuk mengetahui berlangsungnya periode basah (surplus) maupun periode kering (defisit) pada suatu wilayah dan waktu tertentu.
Baca Juga : 7 Prodi Favorit SNBP di Universitas Brawijaya, Segini Daya Tampungnya
Keunggulan metode PM-BWEB adalah membantu dan mendorong pekerjaan menjadi lebih efisien dan efektif. Kemudian, pendistribusian informasi lebih mudah. Selain itu, metode ini lebih murah dan lebih powerfull, mudah di-update, termasuk juga dalam akses informasi. "Pengembangannya juga lebih mudah dan lebih aman," katanya.
Meski begitu, masih terdapat kelemahan yang harus dibenahi. Yakni, diperlukan jaringan internet untuk dapat mengakses data melalui website. Tak dipungkiri, pemerataan jaringan beleum menyeluruh pada beberapa daerah.
Selain itu, data unsur-unsur iklim yang lengkap hanya tersedia dan dapat diakses melalui stasiun klimatologi besar saja (kelas 1 dan 2). Kemudian, pengetahuan tentang pengaksesan data melalui website (internet), maupun pengetahuan tentang analisis neraca air juga belum dimiliki oleh semua petani di Indonesia.
"Termasuk juga gangguan hama penyakit yang terkait dengan perubahan iklim belum diperhitungkan dalam metode ini," katanya.
Harapan dengan diterapkannya metode PM-BWEB ini, agar petani dapat menentukan waktu tanamnya sendiri secara tepat. Lebih dari itu, petani dapat menentukan jenis komoditas yang akan ditanam sesuai dengan hasil analisis neraca airnya.
"Petani juga dapat merencanakan bentuk pola tanam yang akan diterapkan, kegagalan panen dapat dihindari, produktivitas tanaman dapat ditingkatkan, dan program ketahanan pangan segera dapat terwujud," terangnya.
Profesor keempat yang dikukuhkan adalah
Prof Dr Wuryan Andayani. Pada pidato ilmiahnya, ia akan menyampaikan tentang Octuple Bottom Line (OBL) sebagai Instrumen untuk Mendukung Terciptanya Keberlanjutan Kesejahteraan Bumi dan Manusia.
Wuryan akan dikukuhkan sebagai profesor aktif ke-29 di FEB dan profesor aktif ke-211 serta menjadi profesor ke-374 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan oleh UB.
Dipaparkan, model keberlanjutan OBL merupakan sinergi dari sustainable development goals, triple bottom line (people, planet, profit/3P) dan pentuple bottom line (2P, phenotechonology, prophet).
Dalam proses pembangunan, tidak hanya difokuskan pada pencapaian ekonomi, tetapi harus memperhatikan 8 pilar pembangunan berkelanjutan lainnya. Nilai-nilai octuple bottom line yang merupakan 8 pilar pembangunan berkelanjutan meliputi people, planet, profit, phenotechnology, prophet, power, peace-loving dan partnership.
Delapan pilar pembangunan berkelanjutan melibatkan pencapaian ekonomi, sosial, lingkungan, kesadaran akan adanya Tuhan, spiritualitas, pentingnya teknologi informasi, dorongan kekuatan pikiran yang sehat, perdamaian dan keadilan, serta kemitraan.
Selaras dengan hal ini, kondisi dunia saat ini terutama di forum Dewan Keamanan PBB, power, peace-loving, dan partnership saling terkait dalam mengatasi konflik di negara-negara dan hubungan diplomatik antarnegara di dunia.
Lebih rinci, power lebih menekankan pada kekuatan, dorongan, dukungan dari internal yaitu adanya pikiran positif dan sehat, kesehatan mental yang baik dan jiwa yang bersih. Organisasi yang memiliki kekuatan internal untuk saling menghormati dan menghargai akan menciptakan kondisi yang positif sehingga bisa meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi.
"Hal tersebut didukung dengan kekuatan eksternal dengan patuh terhadap peraturan-peraturan dari pemerintah atau organisasi internasional lainnya yang berwewenang," jelas Prof Wuryan.
Kemudian kekuatan peace-loving dapat menciptakan rasa cinta damai sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu tentang perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh. Kekuatan konsep ini memberikan jaminan akses terhadap keadilan, inklusif, partisipatif dan representatif di semua masyarakat dan juga menekankan pada pemenuhan hak asasi manusia, tanpa ada diskriminasi. Termasuk juga kolaborasi semua pemangku kepentingan menjadi sebuah hak harus diperhatikan.
Sementara itu, kekuatan dari partnership adalah peningkatan kualitas pendidikan dan penguatan perdagangan multilateral, meningkatkan kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan. Lebih dari itu, komponen ini juga dilengkapi dengan kemitraan berbagai pemangku kepentingan yang memobilisasi dan membagi pengetahuan, keahlian, teknologi dan sumber daya keuangan. Hal ini untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan di semua negara, khususnya di negara berkembang.
Konsep OBL memiliki keunggulan untuk menciptakan strategi corporate social responsibility (CSR) dengan menyinergikan pada tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB)/SDGs dan pentuple bottom line. Strategi CSR dilaksanakan untuk mendukung TPB/SDGs dan memahami relevansi keberlanjutan.
Sementara itu, kelemahan OBL adalah membutuhkan konsistensi, kesepakatan bersama dan waktu untuk bisa tercapai TPB di Indonesia yaitu tahun 2030 dan menuju Indonesia Emas tahun 2045.