free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Pengaruh Cina dalam Islamisasi di Indonesia: Jejak Sunan Ampel, Bupati Pertama Surabaya dan Sejarah Dakwah

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Nurlayla Ratri

09 - Feb - 2024, 23:17

Placeholder
Masjid Agung Sunan Ampel di Surabaya. Foto diambil kemungkinan di awal abad 19.

JATIMTIMES- Pengaruh Cina dalam proses Islamisasi di Indonesia memiliki cerita yang menarik. Salah satunya adalah melalui peran Sunan Ampel, seorang wali yang lahir dari darah Cina asal Champa, Vietnam. 

Lahir sebagai Ali Rahmatullah pada tahun 1401, Sunan Ampel tumbuh dalam keluarga yang memiliki koneksi politik yang kuat di Majapahit. Namun, panggilan keislaman membawanya untuk memperkenalkan ajaran Islam di pulau tersebut. 

Baca Juga : Hasto Sebut Megawati dan PDIP Berharap Pesta Rakyat yang Berkualitas

Dalam perjalanannya, Sunan Ampel tidak hanya menyebarkan ajaran agama, tetapi juga membawa warisan budaya dan filosofi yang kaya dari daratan Cina. Ini menjadi salah satu contoh bagaimana pengaruh Cina turut membentuk wajah Islam di Indonesia.

Sunan Ampel, atau Ali Rahmatullah, adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam di Indonesia. Dia tumbuh dalam keluarga yang memiliki hubungan kuat dengan Majapahit, salah satu kerajaan terbesar di Nusantara pada masanya. 

Namun, panggilan keislaman membawanya untuk memulai perjalanan yang penuh makna dalam menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa.

Sunan Ampel adalah putra dari Syeikh Ibrahim As-Samarqandy dengan seorang putri asal Champa. Dari orang tuanya, Sunan Ampel memiliki warisan darah keturunan Cina-Jawa-Arab-Vietnam. 

Syekh Ibrahim As-Samarqandy dilahirkan di Samarkand, Asia Tengah, pada abad ke-14. Beliau merupakan seorang wali yang dihormati dan merupakan putra dari Syekh Jumadil Kubro atau Syekh Jamaludin Kubro

Menurut Babat Tanah Jawi, Syekh Ibrahim As-Samarqandy tiba di Jawa pada abad ke-14 M dan mendarat di Pelabuhan Bandar Tuban. Bandar Tuban pada masa itu menjadi salah satu pelabuhan utama bagi Kerajaan Majapahit, sehingga kedatangannya dilakukan dengan penuh kewaspadaan. 

Setelah sampai, beliau menetap di wilayah yang tidak jauh dari pelabuhan, tepatnya di Dusun Gesik.

Misi utama Syekh Ibrahim As-Samarqandy ketika tiba di Jawa adalah untuk bertemu dengan Raja Majapahit, yang telah menikahi adik dari istrinya, Dyah Dwarawati. Namun, begitu tiba di Gesik, beliau tidak hanya memenuhi tujuan pribadinya, tetapi juga mulai berdakwah dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk setempat.

Tak lama setelah memulai misi dakwahnya, Syekh Ibrahim As-Samarqandy meninggal dunia dan dimakamkan di Dusun Gesik. Meskipun wafat, warisannya dalam menyebarkan ajaran Islam tetap berlanjut melalui generasi-generasi berikutnya, terutama melalui putranya, Sunan Ampel, yang meneruskan perjuangan dakwah ayahnya di Tanah Jawa.

Sama seperti ayahnya, misi kedatangan Sunan Ampel ke Majapahit waktu itu adalah untuk menemui bibinya yang terhormat, Dyah Dwarawati. Dyah Dwarawati, seorang putri dari Champa, telah menjalin ikatan perkawinan dengan raja Majapahit, Brawijaya V. 

Kedatangan Sunan Ampel tidak hanya membawa pesan agama, tetapi juga membawa pertemuan antara dua budaya yang berbeda, menyatukan benang merah dari pernikahan dan hubungan keluarga dalam konteks keagamaan yang baru. 

Dari perkawinannya, Brawijaya V dan Dyah Dwarawati menurunkan putra beragama muslim  bernama Bathoro Katong, yang dicatat sejarah sebagai Adipati pertama Ponorogo.

Kedatangan Sunan Ampel ke Majapahit dipercaya terjadi pada awal dasawarsa keempat abad ke-15, ketika Arya Damar telah menjadi Adipati Palembang. Sebelumnya, Raden Rahmat telah singgah ke Palembang. 

Menurut Thomas W. Arnold dalam The Preaching of Islam (1977), Raden Rahmat menginap di sana selama dua bulan sebagai tamu Arya Damar. Ia berusaha memperkenalkan Islam kepada raja muda Palembang tersebut. 

Meskipun Arya Damar tertarik dengan Islam dan hampir saja masuk Islam. Namun karena khawatir akan reaksi rakyatnya yang masih setia pada kepercayaan lama, ia memilih untuk tidak secara terbuka menyatakan keislamannya. Konon, setelah memeluk Islam, Arya Damar mengubah namanya menjadi Ario Abdillah.

Dalam Hikayat Hasanuddin yang dianalisis oleh J. Edel (1938), dikisahkan bahwa saat Kerajaan Champa jatuh oleh serbuan Vietnam yang dipimpin oleh Raja Koci, Raden Rahmat sudah tinggal di Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa kedatangan Raden Rahmat ke Jawa terjadi sebelum tahun 1446 Masehi, pada masa jatuhnya Champa akibat serbuan Vietnam. 

Data ini sejalan dengan catatan dari Serat Walisana yang menyatakan bahwa Prabu Brawijaya, Raja Majapahit, menghalangi Raden Rahmat untuk kembali ke Champa karena negeri tersebut sudah hancur akibat perang dengan Kerajaan Koci. 

Penempatan Raden Rahmat di Surabaya dan saudaranya di Gresik tampaknya terkait erat dengan situasi politik di Champa. Karena itu, kedua saudara tersebut ditempatkan di Surabaya dan Gresik dan dinikahkan dengan perempuan setempat.

Sekilas tentang negeri asal Raden Rahmat,yaitu Kerajaan Champa. Kerajaan Champa, yang pernah berkuasa di wilayah Vietnam tengah dan selatan dari abad ke-7 hingga 1832, memiliki sejarah yang kaya dan kompleks. 

Sebelumnya, wilayah ini dikuasai oleh Kerajaan Lin-yi (Lam Ap), yang didirikan pada tahun 192 Masehi oleh seorang pejabat lokal bernama Ku-lien. Namun, hubungan antara Lin-yi dan Champa masih belum jelas.

Penguasa Champa pertama yang namanya tercatat dalam prasasti adalah Bhadravarman I, yang memerintah antara tahun 380-413 M. Champa terletak di wilayah pegunungan di sebelah barat pantai Indochina, tetapi bangsa Champa lebih fokus pada pelayaran laut dan memiliki beberapa kota di sepanjang pantai.

Awalnya, Champa memiliki hubungan budaya dan agama yang erat dengan Tiongkok, namun, peperangan dengan Kerajaan Funan pada abad ke-4 membawa pengaruh budaya India. Perdagangan laut dari Arab ke wilayah ini juga membawa pengaruh Islam pada abad ke-10, yang semakin meningkat setelah invasi 1471.

Champa memiliki hubungan perdagangan dan budaya yang kuat dengan kerajaan maritim Sriwijaya dan kemudian Majapahit. Hal ini tercermin dalam catatan-catatan yang menyebutkan hubungan antara raja Majapahit dengan putri Champa.

Baca Juga : Megawati Soekarnoputri Dua Kali Berziarah ke Makam Bung Karno jelang Pemilu 2024

Sebelum tahun 1471, Champa terbagi menjadi beberapa kepangeranan, seperti Indrapura, Amaravati, Vijaya, Kauthara, dan Panduranga. Konflik sering terjadi antara suku Dua dan Cau, tetapi biasanya diselesaikan melalui perkawinan antarsuku.

Pada tahun 1451, Kerajaan Champa diserang oleh kerajaan Buddha dari pedalaman. Pada abad ke-15, penguasa Champa di Panduranga melakukan perlawanan terhadap Vietnam, tetapi akhirnya menjadi negara bawahan dinasti Nguyen hingga dibubarkan pada tahun 1832.

Meskipun kedaulatan Champa telah berakhir, warisan budaya dan agama mereka tetap berdampak. Di Minangkabau, Sumatera Barat, tokoh pendekar bernama Harimau Campo atau "Harimau Champa" diyakini telah berperan dalam merumuskan konsep bela diri yang dikenal sebagai silek atau silat, yang masih menjadi bagian penting dari budaya tersebut hingga saat ini.

Kembali mengulas sejarah Sunan Ampel. Menurut Babad Ngampeldenta, Raden Rahmat diangkat menjadi imam di Surabaya dengan gelar Sunan Ngampel oleh Raja Majapahit. Legenda Islam yang dicatat oleh H.J. De Graaf & Th.G.Th. Pigeaud dalam Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram (1986) menjelaskan bahwa Raden Rahmat diangkat menjadi imam Masjid Surabaya oleh pejabat Pecat Tandha di Terung yang bernama Arya Sena.

Penempatan Raden Rahmat di Surabaya juga didukung oleh keluarga-keluarga yang ditunjuk oleh Kerajaan Majapahit. Karena hubungannya yang baik dengan Raja Majapahit, Raden Rahmat diberi izin untuk tinggal di Ampel bersama keluarga yang diserahkan oleh Raja Majapahit.

Sumber lain menurut menurut Serat Walisana, Raja Majapahit Brawijaya V tidak langsung mengangkat Raden Rahmat di Ampeldenta. Sebaliknya, Raja Majapahit menyerahkan Raden Rahmat kepada Adipati Surabaya yang bernama Arya Lembusura, yang telah memeluk agama Islam. 

Arya Lembusura kemudian menempatkan Raden Santri Ali sebagai imam di Gresik dengan gelar Raja Pendita Agung, dengan nama Ali Murtala (Ali Murtadho). Setelah itu, Arya Lembusura menunjuk Raden Rahmat sebagai imam di Surabaya, dengan kediaman di Ampeldenta, memberinya gelar Sunan Ampeldenta dan nama Pangeran Katib.

Tidak hanya itu, dikisahkan bahwa Raden Rahmat juga menikahi Nyai Ageng Manila, putri Arya Teja dari Tuban. Menurut Sedjarah Dalem, Arya Teja dari Tuban adalah suami dari putri Arya Lembusura dan memiliki keturunan yang menjadi bupati Tuban. Ini berarti bahwa Nyai Ageng Manila yang dinikahi oleh Raden Rahmat adalah cucu perempuan Arya Lembusura. 

Oleh karena itu, sebagai cucu menantu Arya Lembusura, ketika Arya Lembusura meninggal dunia, Raden Rahmat menggantikan kedudukannya sebagai penguasa Surabaya. Ini tercatat dalam sumber-sumber tertulis seperti Sedjarah Regent Soerabaja yang mencatat bahwa Raden Rahmat adalah bupati pertama Surabaya. 

Fakta ini menegaskan, Sunan Ampel bukan hanya wali penyebar agama Islam, tapi juga penguasa yang memiliki kekuasaan di ranah pemerintahan dan politik.

Kedatangan Sunan Ampel ke Pulau Jawa pada tahun 1443 M bukanlah semata untuk tujuan pribadi. Dia datang dengan misi dakwah yang membawa pesan universal Islam. Bersama saudara-saudaranya, Ali Murtadho dan Abu Hurairah, serta beberapa ulama muda lainnya, Sunan Ampel memulai perjalanan dakwah yang berpengaruh dalam sejarah agama di Indonesia.

Kehadiran Sunan Ampel, yang lahir dari darah Cina asal Champa, membawa dampak yang signifikan dalam proses Islamisasi di Indonesia. Sebagai seorang yang memperkenalkan ajaran Islam, Sunan Ampel juga membawa warisan budaya dan filosofi dari daratan Cina. 

Konsep Moh limo Mohlimo, yang menekankan pentingnya moralitas dan integritas dalam masyarakat, merupakan salah satu contoh nyata bagaimana pengaruh Cina turut membentuk wajah Islam di Indonesia.

Dalam ajarannya, Sunan Ampel menolak praktik-praktik yang merusak moral, seperti minuman keras, judi, zina, narkoba, dan pencurian. Konsep ini mencerminkan nilai-nilai yang telah ada dalam budaya Cina, yang menempatkan pentingnya moralitas dan etika dalam kehidupan sehari-hari. 

Dengan demikian, Sunan Ampel tidak hanya menjadi seorang tokoh spiritual, dengan kekuasaannya sebagai Bupati Surabaya beliau juga seorang pemimpin moral yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan dalam masyarakat.

Pada tahun 1479, Sunan Ampel mendirikan Mesjid Agung Demak, sebuah langkah penting dalam penyebaran Islam di Jawa. Langkah ini tidak hanya mencerminkan keberhasilan dakwah Sunan Ampel, tetapi juga menunjukkan kontribusinya dalam membangun institusi keagamaan yang kuat di Indonesia. 

Mesjid Agung Demak menjadi pusat dakwah dan pendidikan Islam, yang mempengaruhi perkembangan agama di Indonesia hingga saat ini.

Sunan Ampel meninggal pada tahun 1481, meninggalkan warisan berharga bagi umat Islam di Indonesia. Meskipun telah tiada, pengaruhnya terus dirasakan melalui pengikut-pengikutnya yang melanjutkan perjuangan dakwah. Lokasi makamnya di Masjid Ampel, Surabaya, menjadi tempat ziarah bagi banyak orang yang mencari inspirasi dan petunjuk spiritual.

Warisan Sunan Ampel tidak hanya berupa penyebaran ajaran Islam, tetapi juga nilai-nilai moral dan etika yang turut membentuk karakter masyarakat Indonesia. Pengaruh Cina dalam proses Islamisasi di Indonesia melalui Sunan Ampel menjadi salah satu contoh bagaimana keragaman budaya dapat menjadi sumber kekuatan dalam menyebarkan ajaran agama. 

Sebagai sebuah negara dengan beragam suku, agama, dan budaya, Indonesia menjadi bukti bahwa harmoni dan toleransi antar-etnis dan agama dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Sunan Ampel, dengan perannya yang memadukan budaya Cina dan ajaran Islam, menjadi simbol dari keragaman budaya yang memperkaya identitas Indonesia sebagai negara yang pluralis dan inklusif.


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya Sunan Ampel cina islam imlek



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Nurlayla Ratri