JATIMTIMES - Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) saat ini tengah menggodok poin-poin pengajuan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemotongan masa jabatan kepala daerah.
Hal itu tertuang pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Baca Juga : Pekerja di Kabupaten Malang Dominasi Pindah Pilih Pemilu 2024
Di mana pada Pasal 201 ayat (7) disebutkan bahwa "Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024".
Wakil Bupati Malang Didik Gatot Subroto menyampaikan, usulan pengajuan JR ke MK terkait pemotongan masa jabatan oleh Apkasi, salah satunya merupakan usulan dari Bupati Malang HM. Sanusi bersama dirinya.
Mantan Ketua DPRD Kabupaten Malang itu menuturkan, bahwa Bupati Malang HM. Sanusi telah menyampaikan usulan tersebut dihadapan para kepala daerah yang hadir dalam forum Apkasi di Grand Sahid Jaya Hotel Jakarta, Kamis (11/1/2024) lalu bertajuk "Diskusi Terkait Pemotongan Masa Jabatan Kepala Daerah Hasil Pilkada Serentak 2020".
"Di sana beliau (Bupati Malang HM. Sanusi) menyampaikan usulan yang diprakarsai oleh Bupati dan Wakil Bupati Malang untuk mengajukan judicial review terkait dengan (pemotongan) masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati (hasil Pilkada serentak tahun 2020)," ujar Didik.
Untuk diketahui, pasangan HM. Sanusi-Didik Gatot Subroto merupakan pemenang Pilkada Kabupaten Malang tahun 2020 lalu. Setelah melalui proses tahapan Pilkada Kabupaten Malang, Sanusi-Didik resmi dilantik pada 26 Februari 2021. Alhasil, Sanusi-Didik memimpin Kabupaten Malang untuk periode 2021-2026.
Pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Desa Tunjungtirto ini mengatakan, bahwa semua ini berkaitan dengan hak dan kewajiban. Kemudian, mengenai visi misi kepala daerah yang juga berhubungan dengan penganggaran.
Lalu, pihaknya mengaku yang paling disoroti adalah pembiayaan politik yang tinggi sekali. Pasalnya, pihaknya seharusnya selesai di Februari 2026. Tetapi dengan adanya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tersebut maka masa jabatan akan dipangkas sekitar 1 tahun 2 bulan.
"Maka ini juga akan menjadi bagian pemborosan APBN di dalamnya yang ada APBD juga," kata Didik.
Baca Juga : Rayakan HUT ke-11 eL Hotel Malang Berbagi ke Panti Asuhan
Selain itu, dengan adanya pemangkasan masa jabatan ini juga akan berdampak pada program kerja sebagai kepala daerah. Didik mengaku, dirinya bersama Bupati Malang HM. Sanusi praktis bekerja menjalankan program kerja masih kurang lebib satu tahun.
"Artinya pada saat kami baru dilantik, kami sudah dihadapkan dengan masalah Pandemi Covid-19, yang hampir satu tahun setengah kita tidak bisa bekerja secara maksimal," ujar Didik.
Kemudian, disusul dengan adanya wabah Penyakit Mulut dan Kulit (PMK) yang menyerang hewan ternak di Kabupaten Malang. Maka fokus pada Pemkab Malang sejak dirinya bersama Sanusi dilantik, yakni menyelesaikan permasalahan yang dialami penduduk.
"Sehingga bagaimana konsentrasi terhadap visi misi di dalam rangka menjalankan tugas sebagai Bupati dan Wabup, itu belum bisa dirasakan maksimal oleh warga masyarakat," jelas Didik.
Oleh karena itu, pihaknya berharap, MK dapat mengabulkan permohonan gugatan yang dalam waktu dekat akan diajukan oleh Apkasi terkait pemotongan masa jabatan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Walikota hasil Pilkada tahun 2020.
"Proses Pilkada tetap berlangsung di tahun ini. Tetapi nanti pelantikannya yang terpilih di 2024 nanti dilantik pada tahun 2026. Sehingga tidak mengurangi hak-hak dari seluruh Bupati dan Wabup yang hampir jumlahnya separuh dari daerah se Indonesia," pungkas Didik.