JATIMTIMES - Perang antara Israel dan Hamas di Gaza memasuki hari ke-100. Seorang pejabat tinggi PBB mengatakan perang ini telah menodai kemanusiaan.
Dilansir AFP, Minggu (14/1/2024) Kepala Badan PBB untuk pengungsi Palestina, Philippe Lazzarini, mengatakan kematian dan kehancuran besar-besaran telah terjadi. Perang ini juga disebut telah menimbulkan kelaparan dan kesedihan.
Baca Juga : Misteri "Mayat Alien" di Bandara Terungkap, Benarkah Jejak Alien Terbukti?
"Kematian besar-besaran, kehancuran, pengungsian, kelaparan, kehilangan dan kesedihan dalam 100 hari terakhir menodai kemanusiaan kita bersama," kata Philippe Lazzarini, dalam sebuah pernyataan saat ia mengunjungi Jalur Gaza.
Lebih lanjut Philippe mengatakan, kini konflik tersebut telah terjadi hari 100 hari. Perang ini kata Philippe juga memaksa masyarakat Gaza untuk mengungsi di saat serangan terus menerus terjadi.
"Sudah 100 hari sejak perang dahsyat dimulai, yang menewaskan dan membuat orang-orang di Gaza terpaksa mengungsi, menyusul serangan mengerikan yang dilakukan Hamas dan kelompok lain terhadap orang-orang di Israel. Sudah 100 hari cobaan dan kecemasan bagi para sandera dan keluarga mereka," tuturnya.
Sementara itu, warga Gaza mulai pesimis dan kehilangan harapan atas serangan Israel yang tak kunjung berhenti. Akibatnya, krisis dialami Gaza dan warga pun harus mengungsi.
"Rasanya seperti 100 tahun. Beberapa tinggal di sekolah, beberapa di jalanan, di lantai, ada yang tidur di bangku," ucap salah satu dari sekitar 1,9 juta pengungsi yang ada di Gaza, Abdul Aziz Saadat dikutip dari France24, Minggu (14/1/2023).
Sebagian wilayah utara Jalur Gaza kini sudah menjadi gurun yang berdebu. Sebagian besar tidak berpenghuni setelah Israel melakukan invasi ke wilayah tersebut. Rumah sakit, sekolah, universitas, dan tempat ibadah menjadi sasaran lantaran dituding sebagai tempat persembunyian Hamas.
Sekarang yang hanya bisa dilakukan warga Gaza adalah untuk bertahan hidup. Ada banyak sekali jenazah yang masih tertimpa di reruntuhan bangunan. Warga Gaza mengaku tak bisa mengambil jenazah yang sudah membusuk tersebut karena takut terbunuh.
"Rumah sakit adalah tempat pertumpahan darah dan kekacauan. Saya belum pernah menyaksikan begitu banyak amputasi dalam hidup saya di antara orang dewasa dan anak-anak," ucap pihak WHO wilayah Palestina, Rik Peeperkorn.
Baca Juga : Badai Salju Melanda Amerika Serikat, Lebih dari 2.000 Penerbangan Dibatalkan
Badan Anak-anak PBB melaporkan ada 71 ribu kasus diare dalam satu minggu pada bulan Desember 2023. Sebagian besar pertanian dan perikanan berhenti, toko roti kehabisan bahan bakar, dan rak-rak toko kosong.
"Semuanya sia-sia, semuanya hilang. Kami kehilangan semua impian kami," ucap pengungsi Hadeel Shehata meratapi nasib anak-anak di Gaza yang sudah tidak sekolah berbulan-bulan akibat perang.
Sedangkan ahli bedah melakukan operasi tanpa anestesi dengan bantuan cahaya dari ponsel. PBB mengungkapkan kini tersisa 15 rumah sakit yang berfungsi sebagian dari 36 rumah sakit yang ada di Gaza.
Situasi pengungsian di Rafah dinilai dalam kondisi yang tidak baik. Kondisi sanitasi sangat buruk dan orang-orang juga berebut untuk mendapat makanan dari bantuan yang diberikan.
"Kami sudah kehilangan harapan. Kami mandi hanya sebulan sekali. Penyakit telah menyebar kemana-mana," ujar pengungsi lainnya Ibrahim Saadat.