JATIMTIMES - Dugaan pungutan bantuan pupuk dan bibit gratis di Dusun Sekar Putih, Desa Sumberanyar, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo yang bersumber dari bantuan kementerian pertanian berdampak dikumpulkannya sejumlah Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di Kecamatan Banyuputih, sekaligus dipanggil juga sejumlah kelompok tani yang diduga menarik pungutan.
Menurut Kepala Bidang Penyuluhan pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Situbondo Muhammad Zaini, informasi yang tersebar di media sosial mengenai pungli kepada petani penerima bantuan pupuk dan bibit jagung yang dilakukan oleh pengurus kelompok tani di Kecamatan Banyuputih tidak benar.
Baca Juga : Masih 6,5%, Sosialisasi IKD di Kota Malang Bakal Digencarkan
Di Situbondo, Sabtu, dia menyampaikan bahwa kelompok tani di Kecamatan Banyuputih hanya menarik iuran untuk kas yang sudah disepakati bersama oleh para petani penerima bantuan.
"Kami sudah mengumpulkan semua kelompok tani di Kecamatan Banyuputih, dan kami juga meminta pengurus kelompok tani membuat pernyataan bahwa tidak ada pungli, melainkan iuran," katanya.
Dugaan adanya pungutan bantuan pupuk dan bibit dari Kementerian Pertanian tersebut mencuat usai diberitakan sejumlah media online dan juga diupload oleh seorang netizen yang diketahui nama akun facebooknya 'Satria Muda Satria' yang merupakan bukan nama sebenarnya.
Berdasarkan informasi kelompok tani yang dikonfirmasi oleh dinas pertanian menyatakan akun facebook tersebut bukanlah penerima bantuan, namun hal tersebut dibantah oleh pemilik akun.
Berdasarkan hasil wawancara langsung Jatimtimes.com dengan pemilik akun diketahui bahwa Satria Muda Satria bukanlah nama aslinya sedangkan nama aslinya berinisial SN warga Dusun Sekar Putih, Desa Sumberanyar, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo namun foto yang dipakai adalah foto asli.
"Kalau saya bukan penerima bantuan tidak mungkin saya dapat bibit dan pupuk bantuan dari kementerian pertanian," ungkap SN.
Terkait pungutan yang ditarik kelompok sebagai iuran kas kelompok adalah kesepakatan petani, SN juga keberatan dengan jawaban tersebut sebab sebagai petani dirinya dengan petani di dusun tersebut tidak pernah ada bahasa iuran kelompok, namun untuk biaya kuli dan bagi-bagi.
Baca Juga : Gadis Difabel Pakisaji Diduga Dibawa Kabur Teman Pria, Keluarga Lapor Polisi
"Tidak ada kesepakatan kami sebagai petani, kalau ada iuaran kan biasanya setiap bulan atau setiap panen, bahasanya ketika ditelpon kalau bantuan pupuk dan bibit gratis disuruh bawa uang Rp 50 ribu untuk pupuk dan 50 ribu untuk bibit itu katanya buat biaya transport dan biaya lainnya," ungkapnya.
Hal serupa juga dikatakan petani di lokasi yang sama lainnya berinisial BT, dirinya hanya tau kalau uang 50 ribu untuk bibit dan 50 ribu untuk pupuk, dan tidak ada musyawarah terkait adanya iuran.
"Bilangnya untuk kuli, 50 ribu pupuk, 50 ribu bibit, kalau musyawarah terkait iuran tidak ada sebelumnya baru setelah ramai bilangnya untuk iuran kas, padahal sebelumnya bilangnya untuk biaya kuli," ujar BT saat di wawancara di rumhnya.
BT berharap jika memang ada untuk kuli atau untuk apa seharusnya jujur saja jangan dipatok uangnya berapa. "Kalau ada seharusnya jujur saja, 20 ribu lah atau seikhlasnya tidak apa-apa, tapi kalau dipatok 50 ribu ya berat," pungkas BT yang hanya punya sawah 2 kotak itu.