free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Ki Ageng Pengging dan Syekh Siti Jenar, Benarkah Dibunuh karena Intrik Politik Sultan Trenggana?

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Nurlayla Ratri

11 - Dec - 2023, 22:10

Placeholder
Situs Tri Tingal di Dusun Centong, Desa Purworejo, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar. Situs ini adalah petilasan pertemuan Ki Ageng Pengging, Syekh Siti Jenar dan Sunan Kalijaga. (Foto : Aunur Rofiq/JatimTIMES)

JATIMTIMES- Dalam sejarah Jawa yang kaya akan peristiwa dan tokoh-tokoh berpengaruh, muncul satu nama Syekh Siti Jenar yang tak pernah lekang dari perdebatan. Beliau adalah seorang ulama yang pada awalnya menjadi salah satu anggota Wali Songo, kelompok ulama yang mengislamkan Jawa. 

Namun, kehidupan Syekh Siti Jenar penuh dengan misteri dan kontroversi. Salah satu pertanyaan utama yang masih belum terpecahkan hingga kini adalah misteri kematiannya. 

Baca Juga : Situasi Semakin Mencekam, Israel Tembus Jantung Kota Khan Younis

Kami akan menjelajahi kisah ini yang melibatkan agama, politik, dan konflik kuasa yang menyelimuti masa lalu Jawa.

Syekh Siti Jenar, awalnya seorang ulama yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Jawa, memiliki sejarah hidup yang menarik. Setelah menjadi anggota Wali Songo, kelompok ulama yang memainkan peran penting dalam pengislaman pulau Jawa, Syekh Siti Jenar memulai perjalanan dakwahnya di seluruh Jawa. Dalam waktu singkat, Siti Jenar berhasil mengumpulkan banyak murid dan pengikut, termasuk salah satu muridnya yang paling terkenal, yaitu Ki Ageng Kebo Kenongo, darah biru keturunan Majapahit.

Namun, kiprah Syekh Siti Jenar di dunia dakwah tidak berjalan mulus. Menurut naskah Nagara Kretabhumi, dakwah Syekh Lemah Abang yang sangat cepat berkembang, terutama diikuti oleh banyak murid yang memiliki kedudukan tinggi. 

Hal ini kemudian diduga memicu kemarahan Raja Demak Sultan Trenggana. Terutama karena Syekh Lemah Abang mendukung muridnya, Ki Ageng Kebo Kenongo, dalam mendirikan kerajaan di Pengging dan menjadi raja dengan gelar Ki Ageng Pengging, padahal waktu itu Pengging masih bagian dari Kesultanan Demak. 

Sultan Demak merasa terancam dan memberi perintah kepada Sunan Kudus untuk membinasakan Pengging dan Syekh Lemah Abang alias Siti Jenar ikut terseret. Dalam perang, Ki Ageng Pengging dibunuh oleh Sunan Kudus, sementara Syekh Lemah Abang berhasil lolos dari pembunuhan dan kembali ke Cirebon Girang.

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa Sultan Trenggana, penguasa Demak, terpancing oleh keberadaan Pengging hingga merasa perlu untuk menghancurkannya. Ada kemungkinan bahwa tindakan ini dilakukan karena Sultan Trenggana khawatir bahwa kerajaan baru yang didirikan oleh Kebo Kenongo di Pengging akan menjadi pesaing Kesultanan Demak yang masih muda. 

Trenggana mungkin merasa terancam bahwa Pengging akan menjadi lebih besar daripada Demak, yang saat itu baru berusia seumur jagung.

Sultan Demak mencoba mengutus sesepuh bernama Ki Wanapala untuk mendekati Ki Ageng Pengging, , dan menanyakan alasannya tidak bersedia menghadap Sultan Demak. Namun, usaha Ki Wanapala tidak berhasil, dan bahkan berujung pada debat yang sengit. Ki Wanapala memberikan waktu dua tahun kepada Ki Ageng Pengging untuk menghadap Sultan Demak, tetapi setelah dua tahun berlalu, Ki Ageng Pengging tetap tidak bersedia.

Pada saat yang ditentukan, Sultan Demak mengutus Sunan Kudus, seorang ulama yang dikenal dengan tujuh pengawal, untuk menyelesaikan masalah ini. Sunan Kudus membawa bende pusaka Ki Macan, senjata milik mertuanya, Adipati Terung. 

Setelah bertemu dengan Ki Ageng Pengging, keduanya berdebat tentang kebenaran ilmu masing-masing. Namun, karena tidak ada jalan keluar, dan untuk memenuhi perintah Sultan Demak, Ki Ageng Pengging akhirnya dibunuh oleh Sunan Kudus dengan kerisnya yang tajam. Dengan demikian, Ageng Pengging tewas.

Sejumlah sumber sejarah menyebutkan bahwa Syekh Siti Jenar dihukum mati karena menyebarkan ajaran sesat Sasahidan. Sasahidan adalah ajaran yang mengakui bahwa segala ciptaan di alam dunia, seperti bumi, langit, matahari, bulan, dan lain-lain, merupakan persemayaman Dzat Tuhan yang Mahasuci. 

Ini menjadi kontroversial karena dianggap menyimpang dari ajaran Islam ortodoks. Berbagai sumber seperti Serat Niti Mani, Babad Tjerbon, Babad Purwaredja, dan Serat Siti Djenar memiliki versi yang sedikit berbeda mengenai alasan eksekusi Syaikh Siti Jenar.

Selain kontroversi seputar ajarannya, tempat penguburan Syekh Siti Jenar juga menjadi misteri. Beberapa klaim menyatakan bahwa makamnya berada di Cirebon, sementara yang lain mengatakan di Mantingan, Jawa Tengah, Jepara, atau Tuban. Namun, hingga saat ini, belum ada kesepakatan mengenai lokasi pasti makam Syekh Siti Jenar.

Menariknya, sumber dari Keraton Kanoman Cirebon menyebutkan bahwa para pengikut Syekh Lemah Abang yang berasal dari Pengging, yang dikejar-kejar oleh Sultan Demak, sengaja dilindungi oleh Sunan Gunung Jati. Mereka disembunyikan di sebuah perkampungan yang disebut Kasunean, yang merupakan tempat persembunyian di Kota Cirebon. Ini menunjukkan bahwa ada upaya melindungi pengikut Syekh Lemah Abang meskipun dia telah dihukum mati.

Baca Juga : Resmi Dibuka, The Alana Hotel Malang Dorong Pariwisata dan Dukung UMKM Kota Malang

Berbagai kontroversi yang mengelilingi ajaran dan kematian Syekh Siti Jenar telah menyebabkan berbagai versi kisah yang berbeda. Dalam Serat She Stiji Jenar (1917), dikisahkan bahwa Syekh Siti Jenar dihukum mati karena ajarannya dianggap sesat. 

Namun, dalam Serat Siti Djenar (1922), diungkapkan bahwa Syekh Lemah Abang dihukum mati bukan karena ajaran manunggaling kawula-Gusti yang dianggap sesat, melainkan karena kesalahannya mengajarkan ajaran rahasia itu kepada masyarakat umum secara terbuka.

Kisah hidup dan kematian Syekh Siti Jenar, meskipun kaya akan detail, masih menyimpan banyak misteri. Salah satu misteri yang belum terpecahkan adalah lokasi pasti makamnya. Apakah itu di Cirebon, Mantingan, Jepara, atau Tuban, tetap menjadi pertanyaan tanpa jawaban yang pasti.

Kisah Syekh Siti Jenar adalah salah satu kisah yang tetap menyisakan banyak misteri dalam sejarah Jawa. Ajarannya yang kontroversial, kematian yang tak terpecahkan, dan lokasi makam yang masih kabur, semuanya memberikan warna unik pada warisan sejarah Jawa. 

Meskipun perdebatan terus berlanjut, kisah Syekh Siti Jenar tetap menjadi bagian penting dari narasi sejarah yang kaya di Pulau Jawa. Bagi banyak orang, ia tetap menjadi tokoh yang menarik dan penuh kontroversi dalam perjalanan Islam di Nusantara.

Seiring berjalannya waktu, persaingan dua kerajaan di Jawa mengalami perubahan yang dramatis. Kerajaan Demak, yang pernah menjadi kekuatan utama, akhirnya hancur akibat pemberontakan Arya Penangsang. 

Di sisi lain, Kerajaan Pengging, yang didirikan oleh Kebo Kenango, berkembang pesat dan semakin membesar. Perubahan signifikan terjadi ketika Joko Tingkir, putra Kebo Kenanga, memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang.

Setelah Joko Tingkir wafat, Pangeran Benowo mengambil alih kendali Kerajaan Pajang. Saat itu, kerajaan tersebut kemudian menjadi bagian penting dari Kerajaan Mataram Islam. 

Dalam rangkaian pewarisan kekuasaan ini, Ki Kebo Kenango, yang juga dikenal dengan gelar Ki Ageng Pengging, meskipun sudah wafat tetap memainkan peran penting dalam sejarah melalui kiprah dan perjuangan yang diteruskan keturunannya.

Ketika Kebo Kenango melahirkan putranya, Joko Tingkir, tak ada yang menduga bahwa sang putra akan menjadi Raja Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Joko Tingkir sendiri kemudian melahirkan Pangeran Benowo, yang kemudian menurunkan seorang putri bernama Ratu Mas Hadi. Garis keturunan ini kemudian membawa perubahan besar dalam sejarah Jawa.

Putri Pangeran Benowo, Ratu Mas Hadi, kemudian menikah dengan Panembahan Hanyakrawati, putra Senopati. Dari pernikahan ini, lahir sosok yang menjadi pusat perhatian dalam sejarah Kerajaan Mataram Islam: Sultan Agung. 

Sultan Agung, dikenal sebagai raja terbesar dalam sejarah kerajaan ini, mewariskan kekuasaan dan pengaruh yang besar kepada para raja Mataram selanjutnya. Warisan ini memengaruhi perkembangan kerajaan-kerajaan di Jawa, termasuk Yogyakarta, Surakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman hingga saat ini.


Topik

Serba Serbi Blitar Syekh Siti Jenar Sultan Trenggana



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Nurlayla Ratri