JATIMTIMES - Mantan Wakil Bupati Blitar, Rahmat Santoso, tanpa sengaja terlibat dalam peristiwa yang mengguncang penerbangan Pelita Air nomor IP 205 dari Bandara Internasional Juanda.
Insiden ini berawal ketika salah satu penumpang di dalam pesawat membuat candaan terkait keberadaan bom, yang mengakibatkan evakuasi mendadak bagi seluruh penumpang serta anggota kru termasuk pilot dan pramugari.
Baca Juga : Pemkot Blitar Lanjutkan Program RW Keren Setelah Sukseskan Program RT Keren
Rahmat Santoso, yang merupakan salah satu penumpang dalam penerbangan tersebut, mengungkapkan kronologi kejadian yang menegangkan. Saat sejumlah petugas maskapai bersama anggota TNI AL meminta penumpang untuk turun dari pesawat, kepanikan melanda ketika tiga orang yang diduga sebagai pelaku candaan segera diamankan oleh petugas TNI AL.
"Tadi ada petugas gabungan membawa 3 orang. Saya duduk di depan, yang 3 orang itu (yang bercanda soal bom) duduk di tengah. Setelah itu semua disuruh turun, termasuk pilot dan pramugari," kata Rahmat Santoso.
Situasi semakin tegang ketika petugas gabungan dari Kepolisian dan TNI memadati landasan pacu, ditambah lagi dengan kedatangan kendaraan anti huru-hara, menambah kekhawatiran dan kepanikan di antara penumpang.
"Setelah semua penumpang diminta turun dan 3 penumpang tadi diamankan oleh TNI AL, karena kan dekat dengan TNI AL di situ, lalu datang kendaraan anti huru-hara,” imbuhnya.
Proses pemeriksaan pesawat dan seluruh barang bawaan berlangsung intensif selama 1 hingga 1,5 jam. Selama proses ini, Rahmat Santoso dan penumpang lainnya dievakuasi ke dalam bus, meskipun alasan dari evakuasi tersebut tidak dijelaskan secara detail kepada mereka.
“Lama menunggu di dalam bus karena pesawat dicek oleh APH, polisi, dan TNI. Setelah itu, kami keluar dari bandara dan kemudian masuk kembali. Kami menunggu sekitar 1 sampai 1,5 jam di dalam bus, lalu dibawa keluar sambil menunggu pesawat dibersihkan atau dilakukan screening,” lanjutnya.
Rahmat menegaskan bahwa seluruh penumpang, termasuk pilot dan pramugari, dievakuasi tanpa membawa barang-barang dari bagasi pesawat. Meski proses pemeriksaan berlangsung, tidak ada kejelasan mengenai waktu keberangkatan pesawat. Ketidakpastian ini menyebabkan banyak penumpang yang mengomel karena terlalu lama menunggu di dalam bus, tanpa informasi yang memadai.
Baca Juga : Kampanye Ala Ketum PSI Kaesang, Tanpa Orasi Langsung Tancap Gas Rider Keliling Surabaya
“Banyak penumpang yang mengomel karena terlalu lama menunggu di dalam bus,” terangnya.
Dampak dari keterlambatan ini juga dirasakan oleh Rahmat Santoso secara pribadi. Keterlambatan penerbangan mengharuskannya untuk mengatur ulang janji pengambilan pesanan atribut kampanye Pemilu 2024 di Jakarta. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana sebuah candaan yang tidak tepat dan tidak bertanggung jawab dapat mengakibatkan kerumunan besar, menimbulkan kepanikan, serta dampak yang merugikan bagi banyak pihak yang terlibat.
“Saya membeli atribut yang telah dipesan di Jakarta, namun kemudian harus kembali ke Surabaya karena ada keperluan yang harus saya hadiri di dapil,” pungkasnya.
Pihak maskapai Pelita Air dan otoritas bandara setempat, di samping menjalankan prosedur keamanan yang ketat, juga diharapkan untuk memberikan komunikasi yang lebih baik kepada penumpang dalam situasi-situasi yang tidak terduga. Insiden seperti ini menjadi pengingat akan pentingnya kesadaran akan tindakan dan ucapan dalam lingkungan publik, terutama di tempat-tempat sensitif seperti bandara dan pesawat, guna mencegah ketakutan dan kerugian yang tidak perlu.