JATIMTIMES - KTT Iklim COP28, yang berlangsung 30 November hingga 12 Desember di Dubai, Uni Emirat Arab, memiliki nilai penting dalam membatasi dan mempersiapkan diri untuk perubahan iklim di masa depan.
Negara-negara di seluruh dunia menghadapi tantangan besar saat Konferensi Iklim COP28 di Dubai. Meski ilmuwan memperingatkan bahwa waktu untuk mengurangi emisi bahan bakar fosil semakin menipis, data dari Climate Action Tracker memberikan gambaran tentang seberapa besar polusi pemanasan planet masih berlanjut.
Baca Juga : Ironis! Kerja Keras Sampai Tewas Menjadi Budaya Korea Selatan Hingga Sekarang
Pada tahun 2022, dunia mengeluarkan sekitar 50 miliar ton metrik gas pemanasan planet, dengan China menjadi pencemar terbesar, menyumbang hampir 30% dari emisi global. 20 negara teratas, termasuk China, India, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, bertanggung jawab atas 83% emisi pada tahun tersebut.
Namun, ketika melihat emisi per kapita, gambarannya berubah. Meskipun China menjadi pencemar terbesar secara keseluruhan, rata-rata penduduk Amerika bertanggung jawab hampir dua kali lipat dari rata-rata penduduk China.
Dunia menghadapi ancaman pemanasan global hingga 3 derajat Celcius, bahkan jika kebijakan iklim saat ini terpenuhi. COP28 menjadi panggung untuk menilai kemajuan negara-negara dalam menjalankan janji Perjanjian Paris untuk menjaga pemanasan global di bawah 2 derajat Celsius.
Meskipun tindakan internasional telah mengarahkan dunia pada jalur yang benar, pencegahan pemanasan global masih terlalu lambat. Para ilmuwan menekankan urgensi untuk mempercepat tindakan, bahkan jika target 1.5 derajat mungkin sudah sulit dicapai.
China, sebagai pencemar terbesar, menunjukkan paradoks dengan mengembangkan energi terbarukan namun juga terus menggunakan batubara. AS dan Uni Eropa telah mengurangi polusi melalui kebijakan iklim yang lebih ambisius, tetapi masih memiliki jarak jauh untuk mencapai nol derajat pada 2050.
Baca Juga : Pj Wali Kota Kediri: Pelaku UMKM Harus Tangkap Peluang Adanya Bandara Internasional Dhoho
Negara-negara berkembang menekankan bahwa negara-negara kaya, seperti China dan Amerika memiliki tanggung jawab lebih besar terhadap pemanasan global ini. Climate Action Tracker menganalisis faktor seperti emisi historis dan kekayaan saat ini untuk menentukan "kontribusi adil" guna membatasi pemanasan global.
Meskipun ada berbagai cara untuk menilai kontribusi tiap negara, kesepakatan global yang adil tetap menjadi tujuan untuk menghadapi perubahan iklim dan menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.