JATIMTIMES - Ratusan sivitas akademika Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG) Banyuwangi menghadiri Kuliah Umum yang disampaikan Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid, dengan tema “Pemajuan Kebudayaan dan Kontribusi Kaum Muda.” Acara yang berlangsung sore hari di Auditorium UNTAG Banyuwangi, 20/11/23, mendapatkan sambutan luar biasa oleh sivitas akademika, dari awal hingga selesai.
Rektor UNTAG Banyuwangi, Andang Subaharianto, dalam sambutannya mengucapkan terima kasih atas kehadiran Dirjen Kebudayaan untuk pertama kalinya di perguruan tinggi swasta terbesar di ujung timur Jawa ini. Dia berharap para sivitas akademika akan mendapatkan banyak pengetahuan terkait upaya pemajuan kebudayaan, sesuai dengan amanah UU No. 5 Tahun 2017.
Baca Juga : Khawatir Pragmatisme Politik di Indonesia, Ikrar Nusa: Membelot Harus Ada Sanksi
“Tanpa kebudayaan, hidup kita ini menjadi sunyi, kurang dinamis. Di sisi lain, banyak pengaruh budaya asing yang masuk ke dalam kehidupan kita sehari-hari. Tentu, bangsa ini membutuhkan strategi dan siasat agar ragam budaya bangsa tetap maju di tengah-tengah kuatnya budaya asing,” ucap Andang sebelum membuka Kuliah Umum.
Hilmar Farid mengawali paparannya tentang tujuan strategis pemajuan budaya, yakni untuk memperkuat identitas, meningkatkan ketahanan budaya, menumbuhkan kesejahteraan, dan memperkuat kedudukan Indonesia. Maka, pemerintah perlu membina tenaga dan lembaga kebudayaan, dari level pusat hingga daerah, agar tujuan tersebut bisa tercapai.
“Kita perlu mengajak serta kaum yang presentasenya lebih dari 50% jumlah penduduk Indonesia untuk kerja-kerja pemajuan kebudayaan. Kaum muda ini unik, kalau berhasil kita arahkan, bisa menjadi aset, tetapi ketika gagal, bisa menjadi beban. Maka, mereka perlu kita dekati dan ajak untuk menjalankan usaha-usaha strategis dan praksis dalam memajukan budaya di lingkungan terdekat dengan cara menjahit apa-apa yang sudah dihasilkan oleh masyarakat,” papar Hilmar.
Lebih lanjut Hilmar menjelaskan bahwa menjahit bisa dimaknai melakukan kerja-kerja aktif untuk mendokumentasikan, mengadvokasi, dan menciptakan karya kreatif dari ragam pemgetahun da ekspresi budaya yang telah ada selama ribuan tahun sebagai akibat interaksi dan adapati dengan lingkungan alam dan bermacam permasalahan hidup.
Dampak positifnya adalah para peneliti dan mahasiswa bisa terlibat aktif dalam mengembangkan dan memanfaatkan kekayaan alam dan pengetahuan tradisional masyarakat yang selama ini belum banyak diketahui dan digunakan.
“Di Banyuwangi terdapat banyak tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk jamu dan obat herbal. Otok-otok, misalnya, bisa dimanfaatkan untuk obat kanker. Bakau kalau dikelola dengan pentetahuan dan teknologi modern yang dipadukan dengan local genius masyarakat, bisa bermanfaat untuk perlindungan pesirir, penyerapan karbon, perikanan, ataupun olahan-olahan lainnya,” ungkapnya.
Tidak lupa, Hilmar Farid, mengajak sivitas akademika UNTAG Banyuwangi untuk mengedepankan laku budaya “hemat pangkal berdaya.” Titik tekannya adalah pada perubahan pola pikir dan tindakan yang tidak berlebihan dalam mengkonsumsi produk-produk budaya modern dan memanfaatkan lingkungan alam.
Baca Juga : Dewan Sahkan APBD Kabupaten Banyuwangi Tahun Anggaran 2024
Menurutnya, problem budaya masayrakat modern adalah mereka sangat boros. Industri garmen, misalnya, memproduksi 100 milyar ton garmen setiap tahun dengan sumberdaya sangat besar dan menghasilkan limbah sangat besar. Usia garmen semakin pendek. Fast fashion menuntut orang mengikuti trend.
Dunia juga memproduksi milyaran ton pangan setiap tahun. Sepertiga dari total produksi tidak pernah dikonsumsi, Inilah yang disebut food loss dan food waste. Masyarakat kita terbiasa mengkonsumsi gandum yang berasal dari impor. Ini juga masalahan budaya terkait pola makan.
Di bagian akhir, Hilmar Farid mengajak kaum muda, baik peneliti maupun mahasiswa untuk mengambil posisi strategis dalam pemajuan kebudayaan yang memerlukan tenaga dan lembaga yang andal.
“Kaum muda bisa mengambil posisi sebagai pemimpin dan pemikir, perencana dan peneliti, pelaksana dan tenaga ahli, dan seterusnya. Mahasiswa, misalnya, bisa bergabung dalam program kampus merdeka Magang dan Studi Independen Bersertifikat dalam bidang cagar budaya, kedaulatan pangan, memperkuat organisasi, menelaah masalah dan menemukan solusinya. Dengan cara itulah, kaum muda bisa terlibat dalam gotong-royong kebangsaan untuk memajukan kebudayaan,” pungkasnya.