JATIMTIMES - Rumah sakit di wilayah utara, Gaza, Palestina diblokade oleh pasukan Israel. Hal itu mengakibatkan RS tak bisa beroperasi untuk menampung korban perang Israel dan Hamas.
Seperti dilaporkan oleh Reuters, Senin (13/11/2023), pasukan Israel beralasan mereka sedang memburu militan Hamas. Israel mengatakan pihaknya sedang memburu militan Hamas di wilayah tersebut dan rumah sakit harus dievakuasi.
Baca Juga : Lansia Sebatang Kara di Malang Tewas saat Rumah Terbakar
Rumah sakit terbesar pertama dan kedua di Gaza, Al Shifa dan Al-Quds, mengatakan mereka menghentikan operasinya.
Penghentian operasi di RS Gaza itu membuat korban semakin banyak. Pemerintah Hamas di Jalur Gaza, Palestina, menyampaikan total korban tewas akibat serangan militer Israel. Disebut, jumlah korban tewas telah meningkat menjadi 11.800 orang.
Kantor media pemerintah mengatakan korban tewas termasuk 4.609 anak-anak dan 3.100 perempuan, sementara 28.200 orang lainnya terluka.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang kini telah kembali bisa berkomunikasi dengan Gaza melaporkan bahwa rata-rata satu anak tewas setiap 10 menit di Jalur Gaza yang terus diselimuti perang antara Israel dan Hamas. WHO bahkan menggambarkan sistem layanan kesehatan di Jalur Gaza saat ini sedang 'bertekuk lutut' menghadapi situasi kemanusiaan yang mengerikan.
"Tidak ada tempat dan tidak ada seorang pun yang aman," sebut Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada Jumat (10/11), Tedros melaporkan bahwa setengah dari total 36 rumah sakit di Jalur Gaza dan dua pertiga pusat layanan kesehatan primer di sana sudah tidak beroperasi. Dia menyebut bahwa rumah sakit yang masih bertahan pun harus beroperasi melebihi kapasitas.
Dengan situasi tersebut, menurut Tedros, sistem layanan kesehatan di Jalur Gaza saat ini sama saja seperti sedang 'bertekuk lutut'.
"Koridor rumah sakit penuh dengan korban luka, orang-orang sakit, dan orang-orang yang sekarat. Kamar mayat kewalahan. Operasi bedah dilakukan tanpa anestesi. Puluhan ribu pengungsi berlindung di rumah-rumah sakit," tutur Tedros dalam pernyataannya.
Baca Juga : Listrik di Gaza Mati Total, RS Al-Quds Berhenti Beroperasi
Sementara itu, Militer Israel membantah sengaja menargetkan rumah sakit dan menuduh kelompok militan Islam tersebut menggunakan fasilitas medis atau terowongan di bawahnya sebagai tempat persembunyian - tuduhan yang dibantah oleh Hamas.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan kepada media AS bahwa "mungkin ada" kesepakatan untuk membebaskan sekitar 240 sandera yang ditangkap oleh militan Palestina pada 7 Oktober dan diyakini ditahan di Gaza.
"Makin sedikit saya katakan tentang hal ini, semakin besar peluang saya untuk mewujudkannya," katanya dikutip dari AFP.
Meskipun ada seruan untuk gencatan senjata, Netanyahu dengan tegas menolak penghentian pertempuran tanpa pembebasan para sandera.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan kepada MSNBC bahwa telah terjadi "negosiasi aktif" mengenai kemungkinan kesepakatan namun tetap bungkam mengenai rinciannya, sementara seorang pejabat Palestina di Gaza menuduh Israel menunda-nunda.
"Netanyahu bertanggung jawab atas penundaan dan hambatan dalam mencapai kesepakatan awal mengenai pembebasan beberapa tahanan," kata pejabat tersebut kepada AFP tanpa menyebut nama.