JATIMTIMES - Kompleks sekitar Rumah Sakit Al Shifa di Gaza dikepung oleh Israel, pada Sabtu (11/11/2023). Melansir laporan Al Arabiya, Direktur RS Al Shifa Muhammad Abu Salmiya mengatakan bahwa kompleks medis tersebut terputus dari dunia luar.
"Yang bisa saya katakan adalah kita mulai kehilangan nyawa. Pasien meninggal setiap menitnya, korban dan luka juga meninggal dunia, bahkan bayi yang berada di inkubator," jelas Salmiya.
Baca Juga : Kembali Terulang, Israel Stop Aliran Listrik RS Indonesia di Gaza
Selain itu, dia menjelaskan jika RS Al Shifa telah kehilangan seorang bayi di inkubator, dan seorang pemuda di unit perawatan intensif.
"Kompleks rumah sakit ditutup dan bangunan rumah sakit menjadi sasaran. Setiap orang yang bergerak di dalam kompleks menjadi sasaran," jelas Salmiya.
"Pasukan pendudukan Israel berada di luar, mencegah siapa pun untuk bergerak. Salah satu anggota kru medis yang mencoba mencapai inkubator untuk memberikan bantuan kepada bayi yang baru lahir ditembak dan dibunuh," imbuhnya.
Tak hanya itu, beberapa korban juga mengalami luka pada tulang akibat tembakan penembak jitu Israel. Semakin mencekam, saat rumah sakit Al Shifa dibiarkan tanpa listrik, internet, dan bahkan tanpa air dan pasokan medis.
"Kita benar-benar terputus dari seluruh dunia, kita hanya berjarak beberapa menit saja dari kematian yang akan segera terjadi. Kami terdampar, kami mengirimkan banyak SOS ke seluruh dunia dan tidak ada tanggapan, tidak ada tanggapan," pungkas Salmiya.
Sementara itu, Direktur Kementerian Kesehatan di Gaza, Monir al-Bashr mengatakan setiap yang bergerak di sekitar Rumah Sakit Al-Shifa adalah sasaran Israel. Bahkan untuk melakukan penggalian kuburan massal pun tak bisa. Sehingga, darah berceceran dan jumlah mayat di area rumah juga terus meningkat.
"Kami tidak bisa bergerak di dalam atau di luar batas rumah sakit. Kami dikepung, kami tidak bisa menguburkan jenazah kami," kata Monir al-Bashr.
“Kami akan membuat kuburan massal di dalam kompleks rumah sakit,” katanya.
Kepala Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa rumah sakit di Gaza sengaja menjadi sasaran untuk memaksa warga sipil keluar dari Gaza.
Sebagai informasi sebelumnya, Israel menuding kompleks RS Al Shifa memberikan perlindungan bagi pusat komando Hamas. Tuduhan itu pun dibantah oleh direktur rumah sakit dan pihak Hamas dan menyebutnya sebagai kebohongan total.
Warga Palestina yang berlindung dan menerima perawatan di Rumah Sakit al-Shifa meminta bantuan komunitas internasional.
Baca Juga : Terkait Seruan Macron yang Meminta Stop Pengeboman Gaza, Netanyahu: Salahkan Hamas, Bukan Israel
“Saya mohon kepada Tuhan agar negara-negara Arab berdiri bersama kami,” ungkap Muhammad Rayhan.
“Kami kelelahan, atas nama Tuhan, kami hidup hanya karena rahmat Tuhan. Rasakanlah kami, kami juga manusia," imbuhnya.
Diketahui, Rumah Sakit Al Shifa, yang secara harfiah diterjemahkan sebagai “rumah penyembuhan”, adalah kompleks medis terbesar dan terluas di Jalur Gaza. Di dalam RS Al Shifa terdiri dari tiga fasilitas khusus, yakni bedah, penyakit dalam, serta kebidanan dan ginekologi.
RS ini terletak di lingkungan Rimal utara, dekat pelabuhan. RS ini awalnya merupakan barak Angkatan Darat Inggris kemudian menjadi rumah sakit pada tahun 1946, dan mengalami perluasan berturut-turut di bawah pemerintahan Mesir.
Rumah sakit telah menjadi penyelamat bagi orang-orang yang mencari pertolongan medis mendesak. Ribuan orang yang kehilangan tempat tinggal tinggal di koridor rumah sakit dan di halaman.
Mustafa Sarsour, satu-satunya jurnalis yang tersisa di Rumah Sakit al-Shifa, mengatakan drone telah melayang di daerah tersebut. Dan drone enargetkan individu yang bergerak di dalam atau di luar kompleks rumah sakit.
“Satu keluarga mencoba meninggalkan kompleks tersebut dan ketika mereka meninggalkan gerbang luar… mereka semua terbunuh. Semua jalan menuju rumah sakit telah hancur seluruhnya atau sebagian," kata Sarsour.
"Tidak ada seorang pun yang bisa meninggalkan kompleks rumah sakit karena pertempuran sengit tersebut," imbuhnya.