JATIMTIMES - Polisi membeberkan dua versi kronologi terkait siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Desa Tegalweru, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang yang alami luka sayatan di wajah. Yakni dari korban dan pelaku.
Kanit PPA Satreskrim Polres Malang Aiptu Erlehana menyampaikan, bahwa terkait dua versi kronologi tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan lima orang saksi yang telah dilakukan oleh Unit PPA Satreskrim Polres Malang.
Baca Juga : Jalankan Arisan Bodong, Warga Kabupaten Malang Ditangkap Satreskrim Polresta Malang Kota
"Lima yang diperiksa, yakni korban, orang tua korban, saksi anak, kepsek, sama pelaku anak," ungkap Erlehana.
Pihaknya menjelaskan, bahwa berdasarkan keterangan dari pihak korban, peristiwa perkelahian itu bermula ketika pulang sekolah. Di mana, ketika korban melihat pelaku bersama temannya di depan masjid dan berdiri di dekat tong sampah, korban mengingatkan pelaku hati-hati najis.
"Temannya pelaku itu mungkin tidak terima teguran si korban itu. Terus nantang berantem menurut korban seperti itu," kata Erlehana.
"Waktu itu temannya pelaku itu sempat menendang, tapi korban mengelak jadi tidak sempat ditendang. Bahkan korban sempat memukul temannya pelaku," ujar Erlehana.
Setelah terjadi perkelahian tersebut, kemudian teman pelaku mengadu ke pelaku. Selanjutnya, pelaku pergi menuju salah satu kamar di pondok MI tersebut untuk mengambil sebuah benda.
"Pelaku langsung mengambil sesuatu ke kamar pondoknya. Terus datang menghampiri korban, selanjutnya mengarahkan alat (ke wajah korban). Tapi waktu itu dia nggak tahu karena ada digenggaman. Dia nggak tahu benda apa itu," ungkap Erlehana.
Sementara itu, kronologi itu berbeda dengan keterangan dari pelaku. Menurut pelaku, peristiwa korban yang alami luka sayatan bukanlah tindakan kesengajaan.
"Berdasarkan (keterangan) pelaku anak itu pada saat berantem, temannya dan korban berantem, mereka dipanggil sama kepala sekolah," kata Erlehana.
Kemudian, ketika dipanggil oleh kepala sekolah, korban tidak merespons. Bahkan, menurut pelaku, korban berupaya untuk menghindar dari panggilan kepala sekolah dengan berlari.
Baca Juga : Kata Airlangga soal Gibran Digolkarkan: Sudah Diumumkan di Rapimnas Cawapres, Cukup!
"Sehingga pelaku bersama teman-temannya yang lain itu berusaha ngejar. Pada saat si pelaku ngejar menahan si korban, korban ini melakukan perlawanan dengan menarik bajunya pelaku anak," tutur Erlehana.
"Ketika kerah leher bajunya ditarik oleh korban, pelaku ini berusaha mengambil sesuatu ke tanah. Dan ternyata benda itu bertepatan bersentuhan dengan tangannya, ya nggak tahu itu apa dia langsung diambil diarahkan ke wajah (korban)," beber Erlehana.
Setelah dilakukan pemeriksaan mendalam, diketahui bahwa benda yang dibawa oleh pelaku bukanlah cutter. Melainkan potongan atau serpihan seng berukuran 3 centimeter yang kemudian diarahkan ke wajah korban hingga menyebabkan luka sayatan sepanjang 5 centimeter di wajah korban. Benda tersebut telah diamankan oleh pihak kepolisian sebagai barang bukti.
"Pipi sebelah kiri korban yang luka sudah dioperasi. Jadi pada saat menemui korban kita lakukan trauma healing. Kondisinya sudah membaik," kata Erlehana.
Lebih lanjut, pihaknya menjelaskan, bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilam Pidana Anak, anak yang berusia di bawah 12 tahun tidak dapat dipidanakan. Mengingat pelaku yang merupakan siswa kelas V dan berusia 11 tahun dan korban merupakan siswa kelas IV berusia 10 tahun.
"Sehingga kita koordinasi dulu untuk melakukan diversi atau mediasi untuk mencarikan bentuk pembinaan atau apa yang direkomendasikan oleh Bapas dan Dinas Sosial," pungkas Erlehana.