JATIMTIMES - Soetikno Hary Santoso mulai disidang terkait kasus dugaan pencurian uang sejumlah Rp 3,3 juta yang dilaporkan adik iparnya sendiri Diana Soewito. Persidangan saat ini memasuki tahap pemeriksaan saksi-saksi.
Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini digelar di ruang sidang Kusuma Atmaja, Pengadilan Negeri (PN) Jombang. Saksi pertama adalah Diana Suwito (46) yang notabene pelapor dalam kasus dugaan pencurian ini.
Baca Juga : Orang Tua Korban Menolak, Pihak MI Berupaya Selesaikan Kasus Bocah Tersayat secara Kekeluargaan
Diana dengan terdakwa Soetikno ini pernah memiliki hubungan kekerabatan. Suami Diana, almarhum Subroto merupakan adik kandung dari Sutikno. Diana sebagai saksi menjawab pertanyaan JPU dan kuasa hukum terdakwa.
Sri Kalono menanyakan biaya pemakaman almarhum, namun Diana menjawab tidak tahu. Karena saksi tidak pernah dilibatkan oleh keluarga almarhum. Kalono terus mengejar dengan pertanyaan susulan. Salah satunya menanyakan apakah saksi belum pernah mengalami ibunya meninggal.
Sontak saja, JPU langsung bereaksi. "Saya keberatan. Pertanyaan menjurus ke ranah pribadi," ujar JPU Andie Wicaksono di persidangan, Kamis (2/11/2023).
Momen itu lantas memicu sorakan-sorakan dari kursi pengunjung sidang. Sidang kali itu memang dihadiri pengunjung dari keluarga dan kerabat Diana.
Majelis hakim yang diketuai oleh Muhammad Riduansyah langsung meminta pengunjung tenang. Suasana kembali kondusif. JPU dan kuasa hukum terdakwa Sutikno kembali menghujani saksi dengan sederet pertanyaan.
Usai sidang, kuasa hukum terdakwa Sutikno, Sri Kalono menjelaskan bahwa kliennya menjadi terdakwa karena dituduh mencuri uang di rekening milik almarhum Subroto. Padahal uang tersebut digunakan untuk pembiayaan saat almarhum sakit.
"Justru Soetikno yang sebagai kakaknya (mendiang Subroto) itu mengeluarkan biaya sampai Rp 499 juta. Ya sekitar setengah miliar. Dan sisanya itu saudara Diana. Subroto ini memberikan hak akses pada Soetikno. Pada tanggal 28 September tahun 2022, ini dikasihkan PIN nya. Terus nomor rekeningnya ini," terangnya.
Kalono menyampaikan, bahwa kliennya mengambil uang dari tabungan Subroto untuk keperluan pasca pemakaman. Yaitu dipergunakan untuk keperluan Subroto, seperti membayar utang dan lainnya.
"Uang Rp 3,3 juta itu memang diambil setelah kematiannya Subroto. Tapi untuk kepentingannya Subroto. Bahkan saat membuat keterangan ahli waris itu, saudara Diana tidak diberikan pencerahan. Selain warisan ada juga kewajiban, yang lain. Yakni utang, wasiat, dan beban lainnya," ucapnya.
Sementara, kuasa hukum Diana Suwito yakni Andri Rachmad mengatakan bahwa sidang dugaan pencurian terdapat fakta menarik. Di mana, dalam persidangan tersebut, terdapat tanya jawab yang dilontarkan oleh kuasa hukum terdakwa kepada kliennya. Dan ada satu pernyataan dari pihak kuasa hukum terdakwa yang sebenarnya tidak patut diucapkan dalam persidangan. Karena hal ini tidak sesuai dengan etika advokat.
"Kami sebagai seorang pengacara ini miris, dia (kuasa hukum terdakwa) mengatakan ibumu tidak pernah mati tah, kepada saudara Diana Suwito. Dan bagi kami itu sudah menyerang kehormatan. Dan sebagai seorang pengacara itu sudah termasuk pelanggaran kode etik. Ini yang menarik bagi kami di persidangan," ujar Andri.
Ia pun menjelaskan meski seandainya kuasa hukum terdakwa merasa emosi atas adanya tanya jawab terhadap saksi pelapor, seharusnya kalimat tersebut tidak patut diucapkan. Dan untuk itu, pihaknya mengaku akan melakukan upaya hukum tersendiri.
"(Pelaporan polisi) itu segala kemungkinan bisa kami lakukan, karena hal ini menyerang kehormatan klien kami," tuturnya.
Baca Juga : Viral, Potongan Puisi Gus Mus Diduga Sindir Jokowi: Ada Republik Rasa Kerajaan
Ia mengaku pihak kuasa hukum memang mendatangkan masa yang banyak, tapi tidak menimbulkan efek bagi kliennya.
"Sidangnya hampir sama ya, seperti kemarin, jadi dari pihak sana membawa masa banyak tapi tidak mempengaruhi klien kami dari awal hingga akhir," katanya.
Selain itu, pertanyaan dari pihak kuasa hukum terdakwa, juga tidak masuk pada substansi permasalahan. "Dari penilaian saya banyak pertanyaan yang tidak subtansional kepada pokok perkara," ujarnya.
Namun demikian, Andri menyebut bila dilihat dari pertanyaan JPU ke kliennya, sebagai saksi pelapor. Bisa dikatakan dalam proses pemeriksaan saksi ini, unsur yang disangkakan pada terdakwa sudah bersesuaian dengan BAP dan pasal yang disangkakan pada terdakwa.
"Kalau dilihat dari pertanyaan penuntut umum, yang menanyakan awal ya. Itu (keterangan saksi) sudah sangat telak untuk membuktikan. Satu di sana dijelaskan bahwa poinnya adalah perbuatan yang dilakukan saudara terdakwa itu tidak seizin dari saksi pelapor, sebagai waris dari Subroto," tutur Andri.
"Yang kedua tadi JPU Demas, sempat menanyakan surat keterangan waris. Dan di sana ada dokumen yang menyatakan, setelah dilakukan pengecekan di departemen hukum dan HAM, bahwa Subroto Adi Wijaya almarhum tidak pernah meninggalkan wasiat. Hal itu sekaligus mematahkan kalau Subroto sempat ada wasiat ke pihak keluarganya," kata Andri.
Ditanya terkait adanya pemberian akses dari Subroto kepada Soetikno terkait rekening dan tabungan, ia mengaku bahwa hal itu merupakan klaim dari pihak terdakwa. Dan klaim itu tidak disertai dengan bukti otentik yang legal.
"Kita ini bicara dalam konteks hukum, bila ada klaim mendapatkan akses tapi tidak ada bukti tertulis berupa wasiat, terhadap rekening itu berarti klaim itu nihil. Jadi terdakwa itu bisa membuktikan bahwa klaim diberi akses, maka diperlukan bukti kuat. Dan bila tidak ada maka terdakwa harus mendapatkan izin dari ahli waris, bila tidak maka ya sampailah dalam peristiwa pengadilan ini," ujarnya.
Untuk diketahui, terdakwa Sutikno dilaporkan oleh Diana terkait dugaan pencurian. Terdakwa melakukan transfer dari ATM mendiang suami pelapor, sejumlah uang Rp 3.3 juta ke rekening atas nama terdakwa.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pada pasal 372 KUHP. Kemudian Pasal 30 ayat 2 UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.