JATIMTIMES - Bakal cawapres Muhaimin Iskandar atau Cak Imin berbicara mengenai posisi Indonesia di Palestina. Cak Imin menyebut jika saat ini kekuatan umat Islam di Indonesia kini diperhitungkan dan diterima oleh Palestina.
"Saya mendapat kabar dari berbagai pihak bahwa Indonesia diperhitungkan karena memiliki kekuatan umat Islam yang diterima seluruh pihak Palestina," ucapnya ditemui di Hotel Swiss-Belinn, Kemayoran, Jakarta, Sabtu (28/10/2023).
Baca Juga : Ada Aksi Massa Bela Palestina di Kedubes AS, Penumpang Gambir Bisa Naik dari Jatinegara
Lebih lanjut ia mengatakan soal upaya yang bisa dilakukan Indonesia terkait perang yang kini sedang terjadi antara Hamas dan Israel. Ia berpendapat bahwa Indonesia dapat menjadi juru damai untuk kedua negara yang sedang berkonflik ini.
"Yang kedua, umat Islam di Indonesia juga bisa memaksakan atau pun berdialog dengan pihak-pihak yang terkait. Oleh karena itu saya mohon kepada Pemerintah untuk memanfaatkan kesempatan negara Indonesia yang diterima oleh seluruh kelompok termasuk Israel supaya menjadi juru damai," ujarnya.
Cak Imin lantas menyinggung bagaimana PBB sebagai organisasi perdamaian dunia kini sudah tak dapat lagi diharapkan. "Karena PBB sudah tidak bisa diharapkan, negara-negara Timur Tengah tidak bisa diharapkan, apalagi negara Amerika, Barat tidak bisa diharapkan," ujarnya.
"Kesempatan Indonesia harus memimpin perdamaian negeri Palestine dan itu Pemerintah bisa lakukan. Yang kedua kalo Pemerintah tidak bisa melakukan, masyarakat sipil kita-kita bisa berinisiatif. Makanya saya juga punya ide suatu hari saya akan ajak beberapa tokoh untuk datang ke Palestina menjadi mediator sipil supaya hentikan perang hentikan korban perempuan dan anak-anak," tutupnya.
Diketahui, pertikaian sengit antara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Israel makin mempersulit upaya internasional dalam mengatasi krisis kemanusiaan di Jalur Gaza. PBB dikritik atas “ketidakmampuan” mereka dalam mengambil peran penting untuk mengatasi konflik Palestina dan Israel.
Konflik bermula ketika Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memberikan pernyataan yang memicu kemarahan Israel dalam pertemuan yang diadakan oleh Dewan Keamanan PBB pada Selasa, (24/10/2023).
“Serangan oleh Hamas tidak terjadi dalam ruang hampa... Rakyat Palestina telah mengalami 56 tahun penjajahan yang mencekik," kata Guterres, sebagaimana dikutip dari Global Times.
Baca Juga : Kisah Nabi Zarathustra Diutus ke Kaum Majusi dan Mukjizat yang Dimilikinya
Kedutaan Besar Israel kemudian meminta Guterres mengundurkan diri dan mengancam akan menolak memberi visa kepada para pejabat PBB. Hal ini dibuktikan dengan penolakan visa Wakil Sekretaris Jenderal PBB Martin Griffiths oleh Israel untuk urusan kemanusiaan.
Ketika Hamas melancarkan serangan terhadap Israel pada 7 Oktober, PBB mendesak dilakukannya upaya diplomatik untuk mencegah tindak kekerasan semakin bertambah. Organisasi global ini juga mendesak pihak Hamas dan Israel untuk menghentikan pertikaian lebih lanjut.
Pada 15 Oktober, Guterres menyerukan pembebasan sandera kepada Hamas dan meminta Israel untuk mengizinkan akses masuk bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza. Dia kemudian meminta adanya gencatan senjata dari kedua pihak setelah pengeboman Rumah Sakit Al-Ahli di Gaza, yang menewaskan sekitar 500 warga Palestina pada 18 Oktober.
Dua hari kemudian, kepala PBB mengunjungi penyeberangan Rafah antara Mesir dan Jalur Gaza. Pada 24 Oktober, Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan bersama 15 duta besar negara untuk membahas kekerasan dan krisis kemanusiaan yang terus meningkat di Gaza. Pertemuan ini menghasilkan dua resolusi yang diusulkan oleh Rusia dan Brazil, namun keduanya tidak berhasil.
PBB melibatkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk memasukkan pasokan medis ke Jalur Gaza, meskipun harus mengalami penundaan oleh pasukan Israel. Menurut laporan Al Jazeera, bantuan tersebut hanya mencakup peralatan medis darurat dan obat-obatan, tidak mencakup bahan bakar dikarenakan dapat mengancam fungsi rumah sakit di Gaza yang kemungkinan masih menjadi target pengeboman Israel.