JATIMTIMES - Politikus PDIP Adian Napitupulu menyinggung ada pihak yang marah saat masa jabatan presiden 3 periode ditolak PDIP.
Munculnya kembali isu Jokowi 3 periode setelah Gibran menjadi cawapres Prabowo itu membuat banyak pihak bertanya-tanya dan keheranan. Salah satunya seperti Partai Garuda.
Baca Juga : Cak Imin Janji Akan Berantas Judi Online Jika Menangkan Pilpres 2024
Juru Bicara Partai Garuda Teddy Gusnaidi mengaku heran dengan mencuatnya isu tersebut. Ia pun mengatakan jika ada pihak yang frustasi sehingga menghalalkan berbagai cara untuk menjatuhkan Jokowi.
"Makin lama makin frustrasi sehingga jadinya halusinasi, segala cara dihalalkan untuk menjatuhkan Jokowi. Yang tidak ada diada-adakan. Kalau dianggap tidak sejalan, keluarkan saja mereka dari partai, ini mudah. Menjadi tidak mudah kalau ternyata yang ingin menjatuhkan Jokowi, ternyata masih butuh suara pendukung Jokowi," kata Juru Bicara Partai Garuda Teddy Gusnaidi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/10/2023).
Lebih lanjut Teddy mengatakan jika sebenarnya, ada pihak berharap efek Jokowi. Dia menyebut pihak tersebut masih butuh Jokowi namun banyak lagak.
"Kalau masih berharap efek Jokowi, ya jangan melemparkan isu. Butuh tapi banyak lagak. Aneh-aneh saja kalian ini," kata Waketum Garuda itu.
Diketahui, isu tersebut muncul dari pernyataan Wakil Ketua Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres (TKRPP) PDIP, Adian Napitupulu, mengatakan, Joko Widodo alias Jokowi pernah meminta jabatannya sebagai Presiden RI diperpanjang hingga tiga periode. Permintaan Jokowi itu ditolak PDIP.
"Ketika kemudian ada permintaan tiga periode, kita tolak. Ini masalah konstitusi, ini masalah bangsa, ini masalah rakyat, yang harus kita tidak bisa setujui," ujar Adian lewat keterangannya, Rabu (25/10/2023).
Ditegaskan Adian, PDIP menolak perpanjangan masa jabatan presiden, karena hal tersebut melanggar konstitusi. Sebab, dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 berbunyi, "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan."
"Kemudian, ada pihak yang marah ya terserah mereka. Yang jelas kita bertahan untuk menjaga konstitusi. Menjaga konstitusi adalah menjaga republik ini, menjaga konstitusi adalah menjaga bangsa dan rakyat kita," ujar Adian.
"Kalau ada yang marah karena kita menolak penambahan masa jabatan tiga periode atau perpanjangan, bukan karena apa-apa, itu urusan masing-masing. Tetapi memang untuk menjaga konstitusi. Sederhana aja," sambungnya.
Pernyataan itu kemudian dibantah oleh Ketua DPP PDIP, Puan Maharani. Menurut Puan, Presiden Jokowi tidak pernah meminta kepada Megawati terkait tiga periode masa jabatan presiden.
"Nggak, nggak pernah setahu saya. Nggak pernah beliau meminta untuk perpanjangan tiga periode," ujar Puan di Kantor Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Jakarta, Rabu (25/10/2023).
Baca Juga : Pilkades di Desa Ngubalan Kecamatan Kalidawir Tulungagung Berjalan Aman dan Kondusif
Ia menegaskan, bahwa masa jabatan presiden adalah maksimal selama dua periode. Konstitusi tidaklah mengatur tiga periode ataupun perpanjangan masa jabatan presiden selama tiga tahun.
"Kalau kemudian ada perpanjangan, itu mekanismenya dari mana? Kemudian seperti apa? Waktu itu kan tidak ada mekanisme yang kemudian memungkinkan untuk kita melakukan perpanjangan atau melakukan tiga periode," ujar Puan.
Sementara, Presiden Jokowi mengaku hubungannya dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri masih baik setelah putranya Gibran Rakabuming Raka yang juga Wali Kota Solo maju sebagai calon wakil presiden 2024 mendampingi Prabowo Subianto.
"Baik-baik saja," kata Jokowi seusai menghadiri Investor Daily Summit di Jakarta, Selasa (24/10/2023).
Jokowi pun menyerahkan kepada masyarakat soal penilaian dinasti politik keluarganya.
"Ya itu kan masyarakat yang menilai," kata dia.
Menurut dia, rakyatlah yang menentukan pemimpinnya baik dalam pemilihan pilkada maupun pilpres. Pemilihan pemimpin, kata dia, tidak dilakukan oleh elite partai. Hal itu disebutnya sebagai bentuk demokrasi di Indonesia.
"Dalam pemilihan vote baik itu di pilkada, di pemilihan wali kota, pemilihan bupati, pemilihan gubernur, dan presiden itu semuanya yang memilih itu rakyat yang menentukan itu rakyat, yang mencoblos itu rakyat, bukan itu bukan elite bukan partai. Itulah demokrasi," kata Jokowi.