JATIMTIMES - Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa se-Indonesia (Apdesi) Kabupaten Tulungagung, menilai biaya politik terbesar dan tanggungjawab terberat ada pada kepala desa. Pasalnya, event pemilihan kepala desa di seluruh Indonesia, 75.000 desa jika dihitung serentak maka jumlah anggaran sangat tinggi.
Ditambah, masing-masing calon kepala desa dalam proses sosialisasinya juga mengeluarkan dana yang rata-rata tidak sedikit pula. "Biaya yang dibutuhkan dalam event Pilkades ini sangat tinggi. Belum lagi sosialisasi untuk mendapatkan simpati pemilih," kata Ketua Apdesi Kabupaten Tulungagung, Anang Mustofa.
Baca Juga : Polisi Buru Jambret Bercelurit yang Berkeliaran di Tulungagung
Begitu dinyatakan menang, eskalasi konflik pilkades juga sangat tinggi bila dibanding pemilihan pemimpin lainnya. "Lawan politik kepala desa yang terpilih itu adalah ya warga desanya sendiri. Bisa tetangga dekat juga, tiap hari ketemu," ujarnya.
Karena kepala desa bukan semuanya dari background akademisi dan mempunyai sumberdaya manusia (SDM) rata-rata pas-pasan, jadi cara mengelola anggaran juga banyak kekurangan.
"Kepala desa itu tidak semua menguasai ilmu administrasi pemerintahan sehingga jika ada kesalahan sedikit saja lawan politik sudah memanfaatkan untuk melakukan upaya-upaya untuk menjatuhkan," ungkapnya.
Oleh karena itu, Apdesi bertekad akan membuat badan advokasi yang tujuannya dapat memberi rasa aman dan nyaman dalam menjalankan manajemen pemerintahan desa.
"Kami berniat membuat badan advokasi. Nantinya menjadi tempat konsultasi pengelolaan anggaran untuk mencegah risiko kesalahan. Jika memang ada kesalahan tapi karena tidak paham atau ada yang menyalahkan dan melaporkan ke APH (Aparat Penegak Hukum), tim hukum inilah yang akan mendampingi. Agar kepala desa yang mayoritas tidak punya gelar profesor atau doktor bahkan sarjana ini terlindungi hak-hak hukumnya sesua amanah UU Desa yaitu perlindungan hukum terhadap kebijakan yang diambil," bebernya.
Dalam pidato tanpa teks ini, pria yang banyak membawa Desa Kendalbulur meraih prestasi tingkat nasional menegaskan agar kepala desa yang tergabung dalam Apdesi untuk mengelola keuangan desa dengan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam sambutannya, Ketua Dewan Penasihat Apdesi Budi Setijahadi, menuturkan agar APH tidak terlalu reaktif saat menerima laporan terkait dugaan penyelewengan keuangan desa. Biasanya, laporan yang dilayangkan ini disampaikan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan oknum media.
Baca Juga : Contoh Kalimat dan Cara Mengajukan Sanggah Seleksi Pendaftaran CPNS dan PPPKĀ
Ketika APH menerima laporan, Budi meminta agar sebelum melakukan tindakan ada upaya koordinasi pada pihak terkait. "Kalau kepala desa itu ada indikasi menyelewengkan anggaran, sebaiknya disampaikan dulu ke bupati agar diaudit inspektorat. Jangan langsung ditindak," tuturnya.
Jika ada kesalahan administrasi, setidaknya diberi waktu seminggu untuk melakukan perbaikan atau jika ada kelebihan bayar agar dikembalikan. "Jika memang ditemukan kesalahan administrasi, beri waktu tujuh hari untuk membenarkan. Namun, jika ada indikasi kelebihan bayar berilah waktu mengembalikan," ucap Budi sambil menyapa pejabat dari Kejaksaan Negeri Tulungagung.
Untuk mewujudkan Tulungagung Ingandaya dan Berbudi, Tim Advokasi Apdesi akan bekerjasama dengan APH agar dapat mencegah korupsi keuangan desa. "Dengan adanya tim Advokasi ini, kita ingin bersinergi. Kita tidak akan melindungi kepala desa yang korupsi, melainkan akan menciptakan harmonisasi untuk Tulungagung yang lebih baik," tutup pengusaha yang kemungkinan akan running sebagai calon Bupati Tulungagung ini.
Rangkaian pernyataan ini disampaikan dalam kegiatan Rakercab dan Sarasehan Apdesi Cabang Tulungagung, dengan tema Strategi Percepatan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa di Rabu (18/10/2023), kemarin.