free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Kisah Nyimas Adisara, Pangeran Puger dan Tahta Hanyakrawati

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Dede Nana

10 - Oct - 2023, 22:15

Placeholder
Ilustrasi.(Foto : Sultan Agung The Movie)

JATIMTIMES- Babad Tanah Jawi mengisahkan, pada bulan Muharram, Senapati berangkat ke Madiun bersama tentaranya. Setiba di Madiun, Senapati berkemah di kali dadung. Kedatangan pasukan dari Mataram ini sudah diantisipasi oleh Pangeran Timur. Pengusasa Brang Wetan yang bergelar Panembahan Madiun itu bersama sekutunya telah siap dengan dengan jumlah tentara yang amat besar.

Melihat pasukan musuh jauh lebih besar, Senapati bersama Patih Mataram Ki Juru Martani membincangkan siasat. Lagi-lagi dengan kecerdikannya, Ki Juru Martani tampil sebagai seorang ahli strategi menaklukkan musuh. 

Baca Juga : Asal Muasal Nasi Jinggo yang Kini Viral load karena Diplating bak Makanan Bintang 5

Nyimas Adisara, seorang abdi dalem Mataram yang cantik akan memainkan peran sebagai umpan. Nyimas Adisara akan berpura-pura menyampaikan berita penyerahan Senapati. Cara ini diharapkan akan mendorong Pangeran Timur membubarkan tentaranya.

Nyimas Adisara yang cantik itu datang ke istana Madiun dengan ditandu empat puluh orang Jayataka. Tandu itu cukup mewah, Adiara datang tanpa ada satupun yang menganggu. Dia mengenakan pakaian yang indah dan menawan, kecantikannya benar-benar membuat seisi istana Madiun terpesona.

Tidak ada seorangpun yang mengabarkan kedatangan Adisara. Kedatangan abdi dalem cantik  ini benar-benar membuat Pangeran Timur terkejut. Adisara kemudian menyampaikan surat yang berisi penyerahan Panembahan Senopati. 

Surat pun dibaca, setelahnya Pangeran Timur yang bergelar Panembahan Madiun itu menyuruh pulang para bupati sekutunya. Di hadapan Pangeran Timur, Adisara kemudian memohon air cuci Panembahan Madiun untuk air minum gustinya. 

Pangeran Timur pun memberikan permintaan itu. Penguasa Madiun itupun kemudian menerima Senopati sebagai putranya. Senopati kemudian menikah dengan Retno Dumilah, putri Pangeran Timur penguasa Madiun. Retno Dumilah dijanjikan kehormatan dan diangkat sebagai permaisuri kedua Senopati.

Itulah sepenggal kisah penaklukan Madiun oleh Kerajaan Mataram Islam yang dipimpin Panembahan Senopati. Tokoh kunci dari ekspedisi ini adalah seorang wanita cantik bernama Nyimas Adisara. Berbeda dengan Babad Tanah Djawi, sumber lain menyatakan Adisara bukanlah abdi dalem, melainkan selir Panembahan Senopati.

Dari pernikahannya dengan Panembahan Senopati, Adisara menurunkan seorang putra bernama Raden Mas Kentol Kajoran, yang setelah dewasa bergelar Pangeran Puger. Mas Kentol inilah bangsawan pertama Mataram yang bergelar Pangeran Puger.

Pengangkatan Raden Mas Kentol Kajoran sebagai Pangeran Puger ini kemungkina terjadi pada 1587, setelah Panembahan Senopati pulang dari upacara penobatan Pangeran Benowo sebagai Sultan Pajang. 

Menurut Serat Kandha, setelah pulang dati Pajang, rakyat Mataram mengangkat Senopati sebagai Panembahan di paseban. Upacara pengangkatan ini dihadiri oleh seluruh anggota keluaraganya dan Ki Juru Martani, patih pertama Kerajaan Mataram Islam.

Sesuai dengan tradisi di kerajaan Jawa, di pengangkatan Senopati sebagai Panembahan ini juga diiringi dengan kenaikan pangkat para anggota keluarga Kerajaan Mataram Islam. Senopati yang baru saja bergelar Panembahan memberikan kenaikan pangkat untuk anggota keluarga, saudara, putra-putranya dan patihnya. 

Menariknya, beberapa gelar itu memakai nama-nama kerajaan dan daerah di Jawa Timur, seperti Pangeran Singosari, Pangeran Puger dan Pangeran Blitar. Pemakaian daerah Jawa Timur sebagai gelar kebangsawanan Kerajaan Mataram Islam ini bisa jadi merupakan ancaman perang Senopati untuk Jawa Timur. Pada waktu itu Senopati belum menguasai seluruh wilayah Jawa Timur dan masih bermusuhan dengan Kerajaan Surabaya.

Dipakainya Puger untuk gelar kebangsawanan Mataram kiranya cukup menarik karena nama ini tidak populer. Namun jika ditelisik lebih lanjut, Puger ternyata adalah daerah penting di masa lalu. Puger adalah salah satu daerah kuno di Kabupaten Jember, Jawa  Timur . Di daerah Puger ini dulu pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Sadeng.

Kerajaan Sadeng adalah Negara kuno dengan wilayah kekuasaan di sekitar Kabupaten Jember dan Bondowoso. Kerajaan ini memiliki ibukota di Puger, wilayah ujung selatan di Kabupaten Jember yang letaknya berada di dekat  laut selatan.

Pada masa lampau, Kerajaan Sadeng adalah lumbung pangan yang mensuplai kebutuhan pangan Kerajaan Majapahit. Pada 1331 meletus pemberontakan Sadeng yang dikabarkan dalam kitab Pararaton. Sadeng kemudian ditaklukkan oleh Majapahit dan jadi batu pijakan bagi Gajah Mada dalam menggapai puncak kariernya sebagai Patih.

Menurut cerita lisan, Raden Mas Jolang diangkat sebagai putra mahkota saat Senopati masih hidup. Setelah wafatnya Senopati, Pangeran Puger  melakukan pemberontakan atas dilantiknya Raden Mas Jolang, saudaranya dari lain ibu, sebagai raja penerus Kerajaan Mataram.  

Pemberontakan ini  karena Pangeran Puger merasa dirinya lebih berhak menjadi raja. Pada 1601, Raden Mas Jolang naih tahta sebagai raja kedua Kerajaan Mataram Islam dengan gelar Panembahan Hanyakrawati.

Secara usia, Pangeran Puger memang lebih tua dari Panembahan Hanyakrawati. Puger adalah putra kedua Senopati , sedangkan Hanyakrawati adalah putra kesepuluh. Namun, Hanyakrawati adalah putra Senopati dengan pemaisuri pertama Kanjeng Ratu Mas, putri Ki Panjawi dari Pati. 

Jika melihat tradisi suksesi dalam budaya tanah Jawa, ditunjuknya Hanyakrawati tidaklah salah. Menurut adat Jawa jika seorang raja meninggal, maka digantikan oleh putra mahkota atau Adipati Anom yang dilahirkan oleh parameswari pertama. Ibu Pangeran Puger yaitu Nyimas Adisara hanyalah selir yang secara derajad  lebih rendah dari ibu Hanyakrawati.

Tuntutan tahta Pangeran Puger atas kekuasaan itu dapat dilihat, dari ketidakhadirannya dalam upacara penobatan Panembahan Hanyakrawati sebagai Raja Mataram.  Puger tidak ikut serta dalam upacara ini karena ia merasa malu duduk di bawah.

Baca Juga : Mengenal Suku Dani Papua yang Miliki Tradisi Ekstrem, Potong Jari 

Hanyakrawati menyadari Puger ingin menjadi penguasa. Ia kemudian memerintahkan Adipati Mandaraka untuk mengangkat Pangeran Puger sebagai Adipati Demak. Pangeran Puger resmi diangkat sebagai Adipati Demak pada tahun 1602, satu tahun setelah ia tidak hadir di Istana Mataram di Kotagede.

 Menurut Serat Kandha, dalam pengangkatan ini Puger dipanggil dan hadir di istana dan duduk di samping adiknya, Hanyakrawati yang telah menjadi raja. Menurut Babad Meinsma, Hanyakrawati mengangkat Puger sebagai Adipati Demak agar ia menjadi “Perisai untuk Melindungi Kerajaan Mataram’.

Setelah diangkat menjadi Adipati, keesokan harinya Puger dan keluarganya bergegas berangkat ke Demak. Ia ditemani oleh beberapa abdi, diantaranya seorang pembantu bernama Tandanegara yang mengasuhnya sejak masih kecil. 

Tandanegara kemudian oleh Puger diangkat menjadi pepatih. Selain Tandanegara, Puger juga mengangkat orang Demak asli bernama Ki Adipati Gending sebagai pepatih kedua.

Meski telah diangkat sebagai Adipati Demak, nyatanya Pangeran Puger tetap bernafsu ingin menjadi Raja Mataram. Ia kemudian melancarkan pemberontakan yang berujung pada perang saudara. 

Perang antara Pangeran Puger dan Panembahan Hanyakrawati pun tidak dapat dihindarkan. Usut punya usut, hilangnya rasa hormat Pangeran Puger kepada Hanyakrawati ternyata adalah akibat dari hasutan pepatih kedua Demak Ki Adipati Gending. Pemberontakan Pangeran Puger ini kemungkinan berlangsung pada kurun waktu 1602 dan tuntas pada1605.

Pasukan Pangeran  Puger mendapat bala tentara yang cukup banyak setelah menaklukkan Pengunungan Kendeng. Pasukan Puger dipimpin oleh Ki Adipati Gending dan Adipati Panjer. Pasukan Puger bergerak menuju Mataram dan menyerah serta merampok banyak daerah kekuasaan Mataram, salah satunya Ungaran. 

Hanyakrawati mengetahui serangan ini dan ia ingin berunding dengan kakaknya. Hanyakrawati bahkan ikhlas memberikan daerah pantai utara kepada Puger. Namun, empat kali undangan perundingan disampaikan Puger tidak pernah datang ke Mataram dan menolaknya dengan cara kasar.

Dalam pertempuran ini, pasukan Mataram berhasil menggulung pasukan Pangeran Puger di Tambak Uwos. Dua pimpinan pasukan Demak yaitu Adipati Gending dan Adipati Panjer gugur dalam pertempuran ini. 

Pangeran Puger ditangkap, diborgol dan dinaikkan ke atas tandu. Atas perintah Hanyakrawati, Pangeran Puger bersama istri dan anak-anaknya kemudian diasingkan ke Kudus. 

Sumber lain menurut Serat Kandha, Hanyakrawati terjun langsung dalam pertempuran ini dengan menerjunkan sepuluh ribu prajurit menuju Demak. Pangeran Puger menghadapi adiknya dengan modal lima ribu prajurit. 

Banyak prajurit Mataram yang tewas dalam pertempuran ini karena keberanian Pangeran Puger. Untuk menaklukkan musuh, Hanyakrawati menangkap kakaknya hidup-hidup dengan bersenjatakan tombak bermata dua. Puger kemudian dimasukkan ke dalam keranjang dan dibawa hidup-hidup ke Mataram.  Tandanegara, patih Pangeran Puger tewas dalam pertempuran ini.

Masih menurut Serat Kandha, di tengah perjalanan ketika sampai di Jatisari, Pangeran Puger memohon ampun kepada adiknya. Dengan kebesaran hati, Hanyakrawati mengampuni kakaknya. 

Hanyakrawati  kemudian memerihtahkan agar kakaknya dibawa untuk diasingkan ke Kudus. Di Kudus, Pangeran Puger menjadi santri dan berada dibawah pengawasan bupati setempat. Di Kudus, Puger dijaga abdi dalem raja dan pergerakannya dibatasi, ia hanya boleh bergerak sampai Pati dan Tanjung.

Tempat Pangeran Puger diasingkan di Kudus itu kini bernama Desa Demaan. Di pengasingannya, Pangeran Puger memilih untuk mendalami agama Islam dan berdakwah.  Ia melepaskan keduniawiaan dan ketekunannya mempelajari agama Islam menjadikannya sebagai seorang mubaligh di daerah itu.

Yang menarik dari kisah ini adalah, gagalnya Mataram menempatkan keturunannya di Demak yang pernah berdiri kerajaan besar. Setelah pengasingan Pangeran Puger, Hanyakrawati menunju Ki Gede Mastaka untuk mengisi kekuasaan di Demak. Ki Gede Mastaka diangkat sebagai Adipati Demak berikutnya dengan gelar Pangeran Endranata.

Ki Gede Mastaka adalah seorang pemimpin prajurit penombak keturunan santri Suranata dari Demak. Jabatan kepala penombak menunjukkan Mastaka adalah seorang perwira di kelompok militer. Dari jalur silsilah, Mastaka adalah keturunan para santri Suranata dari Masjid Agung Demak yang suci dan jadi pusaka tanah Jawa.


Topik

Serba Serbi Nyimas Adisara Pangeran Puger Panembahan Hanyakrawati



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Dede Nana