JATIMTIMES - Baru-baru ini konsep milkul yamin, yakni gagasan tentang dibolehkannya hubungan seks tanpa menikah, tengah ramai diperbincangkan publik. Hal itu setelah adanya video soal pengertian milkul yamin yang diunggah oleh akun TikTok @ilmu.islam_official.
Dalam unggahan yang dibagikan, tampak terdapat beberapa ilustrasi gambar antara tuan dan budak (perempuan). Dalam penjelasan video tersebut dikatakan bahwa di Islam, ada hubungan seksual yang diperbolehkan tanpa harus menikah dulu. Istilahnya adalah milkul yamin.
Baca Juga : Konser Padi Reborn di Malang Bakal Dimeriahkan Dudy Oris hingga Density
Lantas bagaimana hukum milkul yamin di era saat ini? Menurut Ustaz M. Tatam Wijaya, alumni PP Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja, Sukabumi, milkul yamin adalah akad atau hubungan kepemilikan seorang tuan terhadap budak atau hamba sahaya. Baik budak yang diperoleh dari peperangan, dari hasil pembelian, maupun sebab kepemilikan lainnya yang dibenarkan syariat.
Dalam konsep milkul yamin ini, seorang pemilik budak perempuan diperbolehkan berhubungan intim dengan budak perempuannya dengan beberapa ketentuan. Seperti dalil yang disebutkan para ulama fiqih, yakni berikut ini:
فَلاَ يَحِل لِرَجُلٍ أَنْ يَطَأَ امْرَأَةً فِي غَيْرِ زَوَاجٍ إِلاَّ بِأَنْ يَكُونَ مَالِكًا لَهَا؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى:وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلاَّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Artinya: “Tidak halal bagi seorang laki-laki berhubungan intim dengan seorang perempuan tanpa nikah kecuali laki-laki itu adalah pemilik bagi perempuan tersebut (milk al-yamin), berdasarkan ayat, Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas, (QS al-Mukminun [23]: 5-7)” (Lihat: Tim Kementerian Wakaf dan Urusan Keislaman, Al-Mausu‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, [Kuwait: Darus Salasil], 1427 H, jilid 11, hal. 298).
Dalam penjelasan Ustaz Tatam seperti dilansir NU Online, dengan milk al-yamin, seorang tuan boleh berhubungan intim dengan budak perempuannya -yang kemudian disebut dengan sariyah—tanpa mengadakan akad nikah.
Bahkan, sekiranya keduanya melakukan akad nikah, maka akad nikahnya tidak sah. Namun, bukan berarti si tuan berhubungan intim tanpa akad atau ikatan longgar suka sama suka. Justru yang membolehkan hubungan itu sendiri karena adanya akad milik, yang disebutkan oleh para ulama fiqih statusnya lebih kuat daripada akad pernikahan. Sebab akad milkul yamin, selain melahirkan hak manfaat, juga melahirkan hak untuk hubungan intim.
مِلْكُ السَّيِّدِ لأِمَتِهِ يُبِيحُ لَهُ وَطْأَهَا دُونَ عَقْدٍ: لاَ يَحْتَاجُ وَطْءُ السَّيِّدِ لأِمَتِهِ إِلَى إِنْشَاءِ عَقْدِ زَوَاجٍ، وَلَوْ عَقَدَ النِّكَاحَ لِنَفْسِهِ عَلَى مَمْلُوكَتِهِ لَمْ يَصِحَّ النِّكَاحُ، وَلَمْ تَكُنْ بِذَلِكَ زَوْجَةً. قَال ابْنُ قُدَامَةَ: لأِنَّ مِلْكَ الرَّقَبَةِ يُفِيدُ مِلْكَ الْمَنْفَعَةِ وَإِبَاحَةَ الْبُضْعِ، فَلاَ يَجْتَمِعُ مَعَهُ عَقْدٌ أَضْعَفُ مِنْهُ. وَلَوْ كَانَ الْحُرُّ مُتَزَوِّجًا بِأَمَةٍ، ثُمَّ مَلَكَ زَوْجَتَهُ الأْمَةَ انْفَسَخَ نِكَاحُهَا مِنْهُ.
Artinya, “Kepemilikan seorang tuan terhadap budak perempuannya membolehkan hubungan badan dengan budak tersebut tanpa akad. Artinya, hubungan intim si tuan dengan budak tersebut tidak membutuhkan akad nikah. Sekiranya, ia mengadakan akad nikah untuk dirinya dengan budak tersebut, maka akad nikahnya tidak sah. Dan dengan akad nikah itu, si budak tak berubah statusnya menjadi istri. Menurut Ibnu Qudamah, pasalnya kepemilikan budak melahirkan kepemilikan manfaat sekaligus kebolehan bergaul (hubungan intim). Maka tidak boleh berkumpul dengan akad nikah, suatu akad yang lebih lemah darinya. Sehingga bila seorang laki-laki merdeka menikah dengan seorang budak perempuan (yang bukan miliknya), kemudian budak yang dinikah itu dijadikan budak miliknya, maka batallah pernikahannya (karena tergeser akad milik).” (Lihat: Tim Kementerian Wakaf dan Urusan Keislaman, Al-Mausu‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, [Kuwait: Darus Salasil], 1427 H, jilid 11, hal. 297).
Namun dalam konsep milkul yamin ini bukan sembarangan diperbolehkan hubungan intim. Sebab, ada beberapa ketentuan lain yang harus dipenuhi.
Menurut penjelasan para ulama, yang disampaikan oleh Ustaz Tatam, ada beberapa ketentuan agar tuan dan budak diperbolehkan berhubungan intim. Mulai dari asal-usul kepemilikan (milkul yamin) budak tersebut hingga di saat si budak tersebut melahirkan anak dari tuannya. Berikut ini rincian ketentuannya:
1. Budak milik penuh
Dibolehkannya seorang tuan berhubungan intim dengan budak perempuannya, dengan syarat budak tersebut adalah milik penuh. Bukan milik bersama dengan orang lain (kongsi). Baik dimiliki langsung dari hasil peperangan, pembelian, pemberian, dan sebab-sebab kepemilikan lain yang dibenarkan oleh syariat, bukan hasil curian atau rampasan.
Namun, menurut ‘Ali al-Shabuni kepemilikan budak dari hasil peperangan melawan orang-orang kafir diutamakan, berdasarkan seruan Allah kepada Nabi-Nya, "Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki (milk al-yamin) dari apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu," (QS al-Ahzab [33]: 50).
Selain itu, konsep milkul yamin ini tidak berlaku sebaliknya. Artinya, seorang perempuan yang memiliki budak laki-laki, tidak boleh berhubungan intim dengannya hanya karena memilikinya. Tidak ada perdebatan tentang ini di kalangan ulama ahli fiqih.
2. Budak perempuan Yahudi dan Nasrani
Jika tuan muslim, dan budak perempuan beragam Yahudi, maka diperbolehkan.
3. Menjaga kehormatan budak
Baca Juga : 5 Kelebihan Airpods Gen 3 Pro, Sensasi Mendengarkan Musik Menjadi Lebih Menyenangkan
Di antara rahasia di balik kebolehan berhubungan intim dengan budak perempuan pada zaman itu adalah untuk menjaga kehormatan si pemilik budak; menjaga kehormatan si budak perempuan agar tidak cenderung kepada perbuatan nista (zina).
Selain itu, nasab anak-anak dari budak perempuan juga diperbaiki, karena dari tuannya. Jika anak lahir dari hubungan tuan dan budak, maka julukannya sang budak menjadi “ummu walad”. Dan jika tuan meninggal dunia, maka budak perempuan harus dimerdekakan.
4. Tidak boleh menggauli anak dan ibu budak
Adapun jika si pemilik berlanjut pada hubungan intim, maka ada ketentuan lain. Di antaranya jika seorang tuan bergaul dengan salah seorang budak perempuan, maka tidak boleh menggauli anak atau ibu budak tersebut.
5. Tidak ada hubungan mahram atau persaudaraan
Budak perempuan yang digauli tidak ada hubungan mahram dengan tuannya, baik mahram muabbad maupun mahram muaqqat.
6. Haram menikahi Ibu dan anak budak
Setelah seorang laki-laki bergaul dengan seorang budak perempuan, maka baginya diharamkan menikahi ibu atau anak dari budak perempuan tersebut, layaknya yang diharamkan dalam pernikahan dengan perempuan merdeka.
7. Budak bukan istri
Budak perempuan itu bukan juga istri dari orang lain, tidak sedang menjalani masa iddah, tidak sedang masa istibra dari kehamilan (membuktikan kosongnya rahim).
8. Tidak boleh dua budak sekaligus
Jika memiliki dua budak perempuan melalui akad milkul yamin, maka si tuan mereka boleh memilih salah satunya. Tidak boleh kedua-duanya, kecuali setelah dikeluarkan dari kepemilikannya seperti dijual atau dinikahkan dengan yang lain.
Demikian beberapa informasi soal milkul yamin. Meski begitu pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara, Cianjur, Jawa Barat, tersebut menegaskan jika di zaman yang sudah modern ini konsep milkul yamin sudah tidak relevan dilakukan.
Terlebih lagi, setelah beberapa tahun Rasulullah SAW menjalani kehidupan sebagai nabi, konsep milkul yamin sedikit demi sedikit tidak lagi membuat umat islam di zaman nabi tertarik. Sebab, di perjalanan dakwah, Nabi SAW adalah utusan Allah yang menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita.