JATIMTIMES - Badai Daniel yang melanda Mediterania, Libya pada Minggu (10/9/2023) malam masih menjadi sorotan dunia. Hingga Kamis (14/9/2023) sore, kata kunci "korban banjir bandang libya" menjadi trending di mesin pencarian Google.
Melansir laporan Al-Jazeera, penduduk Kota Derna di Libya meminta agar para petugas penyelamat membawa kantong jenazah lebih banyak. Pasalnya mereka berusaha keras mencari mencari kerabat dan keluarga yang hilang tersapu banjir bandang ke laut.
Baca Juga : Nekat Melaut Saat Cuaca Buruk, Perahu Milik Nelayan Tanjung Kamal Situbondo Terbalik
Sebagian besar kota di kawasan Mediterania itu tersapu oleh semburan air dari badai dahsyat, yang menyapu dasar sungai yang biasnya kering. Alhasil badai dahsyat tersebut membobol bendungan di atas kota tersebut. Gedung-gedung bertingkat runtuh di mana terdapat banyak keluarga-keluarga yang sedang tidur di dalamnya.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Letnan Tarek al-Kharraz pada hari Rabu (13/9/2023) mengatakan, sejauh ini 3.840 kematian telah tercatat di Kota Mediterania. Termasuk 3.190 orang yang telah dikuburkan. Di antara korban tewas tersebut, terdapat 400 orang asing, mayoritas dari Sudan dan Mesir.
Sementara itu, Hichem Abu Chkiouat, Menteri Penerbangan Sipil di Pemerintahan Libya Timur mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa sejauh ini telah dihitung lebih dari 5.300 orang tewas. Ia juga mengatakan bahwa jumlah korban tewas kemungkinan akan meningkat secara signifikan dan bahkan mungkin dua kali lipat.
Wali Kota Derna Abdulmenam al-Ghaithi mengatakan kepada televisi Al Arabiya milik Saudi bahwa perkiraan jumlah kematian di kota itu bisa mencapai antara 18.000 hingga 20.000 jiwa. Hal tersebut diprediksi berdasarkan jumlah distrik yang hancur akibat banjir.
Warga Derna, Mahmud Abdulkarim mengatakan, dia kehilangan ibu dan saudara laki-lakinya, setelah gagal mengungsi tepat waktu dari apartemen lantai pertama. Sebab tak lama kemudian bendungan runtuh hingga akhirnya tersapu oleh air.
“Dia (ibu) menolak meninggalkan tempatnya… tidak membayangkan situasinya akan mengerikan dan mengatakan kepadanya [Abdulkarim] bahwa itu hanya hujan biasa,” kata Ali.
Menurut Abdulkarim, ketika ibu dan saudara laki-lakinya akhirnya memutuskan untuk meninggalkan apartemen, mereka tersapu air banjir begitu sampai di jalan untuk mengungsi.
Mabrooka Elmesmary, seorang jurnalis yang berhasil meninggalkan Derna pada hari Selasa (12/9/2023) menggambarkan kota itu sebagai bencana dalam skala besar. "Tidak ada air, tidak ada listrik, tidak ada bensin, kota ini rata dengan tanah," katanya kepada Al Jazeera.
"Ada gelombang pengungsian ketika orang-orang berusaha melarikan diri dari Derna namun banyak yang terjebak karena banyak jalan yang putus atau hilang (akibat banjir),” kata Elmesmary, seraya menambahkan bahwa beberapa keluarga telah berlindung di gedung sekolah.
Para pejabat menyebutkan jumlah orang hilang sebanyak 10.000 orang. Badan bantuan PBB OCHA mengatakan jumlah korban setidaknya mencapai 5.000 orang. Saat ini, pantai di Derna dipenuhi dengan pakaian, mainan, perabotan, sepatu, dan harta benda lainnya yang tersapu arus deras dari rumah-rumah.
Jalanan tertutup lumpur tebal dan dipenuhi pepohonan tumbang serta ratusan mobil rusak, banyak yang terbalik atau terjatuh ke atap. Satu mobil terjepit di balkon lantai dua sebuah bangunan yang hancur.
Baca Juga : Nenek di Jombang Tewas Usai Tercebur ke Sumur
Menurut Tim Wali Kota Derna al-Ghaithi, tim penyelamat pun telah tiba dari Mesir, Tunisia, Uni Emirat Arab, Turki dan Qatar. “Kami sebenarnya membutuhkan tim yang khusus menangani pemulihan jenazah. Saya khawatir kota ini akan terjangkit epidemi karena banyaknya mayat yang tertimbun reruntuhan dan di dalam air," kata Al Ghaithi.
Charles Stratford dari Al Jazeera, melaporkan dari Benghazi, mengatakan bahwa Qatar telah membangun rumah sakit lapangan untuk membantu Libya. “Ini adalah salah satu dari tiga pesawat kargo… militer Qatar yang diperkirakan tiba di Benghazi hari ini,” kata Stratford.
Bantuan tersebut juga mencakup peralatan medis, obat-obatan, makanan, tenda. “Semua bantuan di sini akan disalurkan ke Derna secepat mungkin," ucap Stratford.
Selain itu, Malik Traina dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Tripoli, mengatakan ada banyak dukungan dari warga Libya sendiri dari seluruh negeri. “Kami belum pernah melihat persatuan seperti ini selama bertahun-tahun di negara ini,” kata Traina.
Masyarakat Libya Barat juga mengirimkan bantuan peralatan kepada Libya Timur. Termasuk banyak relawan yang berangkat dari Libya Barat. “Kami juga melihat sekarang para sukarelawan dan orang-orang memberikan apa pun yang mereka bisa – air, makanan, obat-obatan, pasokan apa pun yang mereka bisa," ucap Traina.
Operasi penyelamatan menjadi rumit karena perpecahan politik yang mendalam di negara berpenduduk tujuh juta orang tersebut. Pasalnya akibat perpecahan politik (Libya Timur dan Libya Barat) sehingga negara tersebut tidak memiliki pemerintahan pusat yang kuat. Bahkan pemerintah terus berperang sejak pemberontakan yang didukung NATO yang menggulingkan Muammar Gaddafi pada tahun 2011.
Pemerintah Persatuan Nasional (GNU) yang diakui secara internasional berbasis di Tripoli, Libya Barat. Sementara pemerintahan paralel beroperasi di Libya Timur, termasuk Derna.
Kritik terhadap otoritas lokal di Libya Timur, termasuk di Derna muncul. Di mana beberapa pihak menyebut bahwa penduduk setempat tidak diberitahu bahwa mereka harus mengungsi sebelum terjadi badai dahsyat di kota tersebut.
Namun, Wali Kota Derna al-Ghaithi bersikeras bahwa warga telah diberi warning sebelum terjadinya banjir. "Kami melakukan semua tindakan pencegahan dan memberi tahu penduduk di daerah sekitar bencana, bahwa banjir bandang mungkin terjadi. Kami pun menciptakan ruang gawat darurat, pasukan keamanan menjalankan tugas mereka (untuk memberi tahu warga),” pungkas Al Ghaithi.