JATIMTIMES- Kepolisian Resort Blitar Kota resmi menahan pelaku penganiayaan siswa MTs di Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar. Kasus penganiayaan ini mengakibatkan korban meninggal dunia.
Terkini, dilaporkan pelaku penganiayaan ditahan di tempat khusus. Kebijakan ini diambil karena pelaku masih anak-anak atau berusia di bawah umur. Pelaku yang merupakan teman sekolah korban di bangku kelas 9 MTs ditahan di tempat khusus dengan pendampingan.
Baca Juga : Maju Capres 2024, Pengganti Gubernur Jateng Diputuskan Pekan Ini
“Pelaku kami tahan di tempat khusus karena ia masih di bawah umur. Pelaku ditahan dengan pendampingan,” jelas Kapolres Blitar Kota, AKBP Danang Setiyo, Rabu (30/8/2023).
Danang menambahkan, pelaku juga telah menjalani pemeriksaan psikologis. Namun demikian hasil tes psikologis tersebut belum diterima Polres Blitar Kota. Polres Blitar Kota juga menunggu hasil autopsi dari Rumah Sakit Bhayangkara Kediri.
“Sudah dilakukan tes psikologis. Hasilnya kita masih belum tahu, kita tunggu saja. Kami juga masih menunggu hasil autopsi dari Tim Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Kediri,” imbuhnya.
Lebih lanjut Danang menyampaikan, hingga saat ini Polres Blitar Kota telah memeriksa sebanyak 18 saksi terkait peristiwa yang membuat geger tersebut. Namun demikian ia tidak merinci siapa saja 18 saksi yang diperiksa.
“Sudah ada 18 orang saksi yang diperiksa. Namun untuk motif kami belum bisa menyampaikan secara detail,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang siswa MTs di Kecamatan Wonodadi Kabupaten Blitar menjadi korban penganiayaan pada Jumat 25 Agustus 2023 siang. Hasil pemeriksaan rumah sakit Al-Ittihad Kecamatan Srengat, korban meninggal dunia diduga karena cidera di bagian tulang belakang atau sekitar belakang leher.
Selain pihak kepolisian, kasus ini mendapat tanggapan serius dari Kemenag Kabupaten Blitar. Dari laporan yang dihimpun Kemenag diperoleh keterangan, kasus pemukulan itu dilakukan oleh siswa berinisial KR kepada korban berinisial MA.
Aksi pemukulan itu dilakukan di kelas 9.5 pada hari Jumat (25/8/2023). Diduga aksi pemukulan itu dilakukan KR karena tersinggung dengan omongan korban.
Sehari sebelumnya diketahui terduga pelaku yang merupakan siswa kelas 9.7 masuk ke kelas 9.5. Saat itu korban MA melontarkan kalimat yang diduga membuat terduga pelaku sakit hari. Kalimat itu yakni pertanyaan “kenapa masuk kelas lain”.
Hari besoknya, Jumat (25/8/2023) pada jam pergantian guru (jam ke 5-6), pelaku masuk kelas 9.5, menuju tempat duduk korban sambil berteriak-teriak. Saat itu beberapa siswa di kelas 9.5 sudah berusaha menghalangi pelaku namun pelaku rupanya sulit untuk dicegah.
Baca Juga : Nyaleg Lagi Lewat PKB, Totok Sugiarto: Misi Saya Sejahterakan Rakyat Kota Blitar
Saat itu, pelaku menghampiri tempat duduk M.A (korban) dan langsung memukul sampai 3 kali mengenai bagian tubuh vital, tengkuk kepala belakang dan dada-ulu hati.
“Tidak ada perlawanan dari korban. Kejadian sangat singkat dan kurang dari 5 menit. Saat itu korban langsung jatuh dan tak sadarkan diri,” jelas Kasi Penma Kemenag Kota Blitar, Burhanuddin.
Korban KR langsung mendapatkan pertolongan pertama dengan dibawa ke ruang UKS. Karena tidak sadarkan diri, pihak sekolah kemudian membawa korban ke Rumah Sakit Al-Ittihad Srengat. Dari pemeriksaan pihak rumah sakit didapat kepastian nyawa korban tidak tertolong, korban dinyatakan meninggal dunia.
“Disampaikan guru yang menyaksikan, pasca kejadian, pihak kepolisian langsung melakukan investigasi kejadian ke madrasah. Saat dimintai keterangan kepada para saksi, semua murid di kelas korban menjelaskan bahwa pelaku memukul ke bagian tubuh vital karena melihat video di YouTube,” imbuh Burhaduddin.
Berdasarkan catatan dan informasi dari guru, untuk sementara diperoleh keterangan bahwa pelaku adalah anak yatim yang ayahnya meninggal dunia pada tahun 2020 lalu.
“Di sekolah, pengamatan dari para guru termasuk murid normal. Tidak termasuk anak yang sering melanggar aturan. Pelaku aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler Pramuka,” jelas Burhanuddin.
Sedangkan tentang korban, diperoleh keterangan jika ia adalah anak pertama dari dua bersaudara. Dalam keseharian di madrasah korban termasuk anak pendiam. Korban juga tercatat tidak pernah melakukan pelanggaran sedang sampai berat. Korban juga tidak pernah berkelahi dengan teman-temannya.
“Pengakuan dari para guru, antara pelaku dan korban tidak menunjukkan tanda-tanda adanya permusuhan dihari-hari sebelumnya antara keduanya. Demikian laporan yang dapat kami sampaikan. Kurang dan lebihnya mohon maaf. Terima kasih,” tutup Burhanuddin.