JATIMTIMES - Kentrung dikenal oleh kalangan sebagai kesenian yang lahir sebagai alat penyebar dakwah Islam zaman dahulu, tampil pada Ngaji Kebangsaan di lapangan Desa Bate, Kecamatan Bangilan, Kabupaten Tuban, Minggu (27/08/2023)
Kesenian tersebut dimainkan oleh empat orang personel, Mbah Kijo sebagai pemain rebangan, Mbah Wiji sebagai pemain ketimplung dan Mbah Jalil sebagai penabuh kendang dan terakhir sebagai dalang (Cerita) diperankan mbah Wiyah. Uniknya setiap pementasan kesenian kentrung ini sebagai dalang harus diperankan seorang perempuan.
Kepada Jatim TIMES.com, Jalil mengatakan bahwa, dirinya beserta grupnya merupakan generasi ke 4 penerus kesenian Kentrung asal Bate.
“Kulo generasi ke empat. Dan sudah 100 tahun meneruskan kesenian kentrung yang lahir di Bate ini,’’ ucapnya.
Lanjutnya, Kentrung yang lahir dan diciptakan awalnya sebagai media menyebarkan agama Islam.Kemudian seiring pergantian zaman Kentrung Bate menjadi hiburan bagi masyarakat. Meskipun hingar-bingarnya tak seramai dahulu.
Jalil berharap pada tahun kemerdekaan ini adanya dukungan pihak pemerintah kabupaten Tuban. Sebab menurutnya, kelompok Kentrung yang kini mulai redup dikarenakan salah satunya minimnya piranti atau alat digunakan untuk bermain.Selain itu,dirinya mengaku siap merintis kembali dengan cara memberikan pembelajaran kepada generasi muda yang ingin memainkan kesenian Kentrung.
“Harap kami adanya alat baru, Sehingga akan menumbuhkan serta bisa melestarikan kentrung,” imbuhnya.
Diketahui, Seni tradisi Kentrung Bate,merupakan pertunjukan syair tembang yang dikemas dalam seni pertunjukan yang alur cerita atau plot berbeda dengan pertunjukan wayang.
Baca Juga : Belum Setahun Bebas dari Penjara, Residivis Peredaran Narkoba Kembali Ditangkap Polisi
Jika lakon wayang mengambil plot dari Kitab Mahabarata dan Ramayana.Sebaliknya Kentrung Bate dalam pementasan mengambil plot cerita para nabi, dan khalifah. Maupun kikayat Sarahwulan, Perawan Sunthi, Angling Darma, Amat Muhammad, Joharmanik, Ngali Martolo, Amir Hamzah, Juharsah, Jalak Mas, Siti Julaihah, Musodo Maling dan Dewi Pertimah.
Karena dalam pementasannya bahasa yang digunakan dalang merupakan bahasa Kawi (bahasa Jawa kuno) sehingga sulit untuk generasi muda seperti yang digendingkan oleh Mbah Jalil yakni “Gelang alit amunggwing driji, Ojo lali yen momong raga, Ya Lailla Hailallah Ya Muhammad Rasulallah, Lamun supe wiwitane, Kaya ngapa mring gesange, Ya Lailla Hailallah Ya Muhammad Rasulallah,”kata Jalil sembari memberikan tembnag Gending Pembuka setiap pertunjukan kentrung.
“Sekarang kesenian Kentrung dipertunjukkan dalam acara pernikahan, Peringatan hari besar, dan acara adat suatu desa oleh sebab itu lakon lakon biasanya cerita rakyat ,” tutup Jalil kepada Jatim TIMES.com