free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Profil

Kisah Raden Mas Panji Sosrokartono dengan Falsafahnya "Sugih Tanpo Bondo"

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

21 - Aug - 2023, 16:08

Placeholder
Raden Mas Panji Sosrokartono. (Foto: Google)

JATIMTIMES - Raden Mas Panji Sosrokartono, mungkin tak banyak yang mendengar nama dan kiprahnya. Raden Mas Panji Sosrokartono adalah putra Adipati Ario Sosroningrat, Bupati Jepara.

Melansir TikTok @historywithvina, pria kelahiran Mayong, Jepara, 10 April 1877 ini merupakan kakak dari RA Kartini. Hidupnya mungkin kurang dikenal khalayak luas, namun dia merumuskan falsafah “Sugih Tanpo Bondo”

 

Sugih tanpo bondo

Digdoyo tanpo aji

Trimah mawi pasrah

Sepi pamrih tebih ajrih

Langgeng

Tanpo susah

Tanpo seneng

Anteng mantheng

Sugeng jeneng

 

Begitulah kiranya filsafat hidup yang lengkap dirumuskan Sosrokartono.

Sosrokartono adalah pangeran dari Jawa yang menguasai 37 bahasa dan menjadi ketua penerjemah PBB yang pertama. Akrab disapa dengan nama Raden Kartono ini adalah anak ketiga dari Bupati Jepara, Raden Mas Ario Samingun Sosroningrat dengan istri keduanya, Ngasirah. 

Usia Raden Kartono terpaut dua tahun dengan adik perempuannya, Raden Ajeng Kartini. Ia adalah mahasiswa pertama dari Indonesia yang kuliah ke Belanda dan menjadi sarjana Indonesia pertama juga. 

Baca Juga : Festival Buah Blewah Banaran, Bupati Tuban Lindra Apresiasi Inovasi Petani saat Musim Kemarau

Saat Raden Kartono berada di Belanda, kecerdasan yang dimiliki membuat orang-orang kulit putih menjulukinya sebagai jenius dari timur. Gadis-gadis Eropa menyukainya karena wajah Raden Kartono yang tampan, kepribadian yang menarik dan kecerdasannya. Mereka memanggil Raden Kartono sebagai "The Japanese Prince" yang artinya pangeran dari Jawa. Akan tetapi, dia lebih suka jika orang memanggil dengan nama Kartono. 

Raden Kartono pernah menjadi jurnalis pada masa perang dunia I untuk koran The New York Herald, cabang Eropa, sejak tahun 1917. Kala itu, ia membuat bangsa Eropa dan Amerika gempar, karena artikel yang ditulis tentang perundingan antara Jerman-Prancis yang berlangsung sangat rahasia dan tertutup. Perundingan itu berlangsung di kereta dan dijaga ketat dari wartawan, namun Raden Kartono berhasil meliput peristiwa itu dan menerbitkan artikelnya dengan menggunakan kode pengenal "Bintang Tiga". Sejak saat itu, tepatnya pada tahun 1918, Raden Kartono ditunjuk sebagai ketua penerjemah blok sekutu di PBB, mengalahkan para poliglot dari Eropa dan Amerika. 

Raden Kartono menguasai 26 bahasa asing, diantaranya bahasa inggris, latin, prancis dan Mandarin. Selain itu, ia juga menguasai 11 bahasa daerah termasuk bahasa jawa dan sansekerta. Namun segala prestasi itu, nyatanya mengundang kekhawatiran dari pihak Hindia-Belanda. Mereka menawari Raden Kartono berbagai pekerjaan di pemerintahan. Tentu saja, ia menolak tawaran mereka. Karena Raden Kartono tahu mereka ingin memanfaatkan untuk menguasai Indonesia. 

Penolakan demi penolakan yang Raden Kartono lakukan membuat pemerintah hindia belanda menjadi geram. Pada akhirnya mereka memfitnah dengan menyebut Raden Kartono sebagai komunis. Tentu saja hal ini berimbas pada kariernya. Fitnah yang mereka lontarkan membuat Raden Kartono kesulitan mendapat pekerjaan dan membatasi ruang geraknya.  

Akhirnya Raden Kartono memutuskan untuk kembali ke tanah air pada tahun 1925. Sebelumnya ia juga berkeluh kesah pada Nyonya Abendanon, istri dari Jaques Hendric Abendanon, yang memang dekat dengan keluarganya. Dalam suratnya, Raden Kartono bersumpah atas nama ayahnya, bahwa ia tidak pernah menganut paham komunis. Ia hanya ingin memajukan mental sesama bangsa seperti yang dikatakan adiknya, Kartini. 

Setibanya di tanah air, Raden Kartono memilih untuk menetap di Bandung. Di rumah yang dijuluki sebagai "Dar Oes Salam". Ia mengabdikan diri untuk pendidikan dan kesehatan. Selain memiliki otak yang jenius, Raden Kartono pun memiliki bakat supranatural untuk menyembuhkan seseorang. Hal itu Ia buktikan ketika berhasil menyembuhkan anak salah satu koleganya di Jenewa, Swiss. 

Ketika para dokter menyerah untuk mengobati anak berusia 12 tahun itu, sentuhan Raden Kartono di kening anak tersebut berhasil menyembuhkannya. Para ahli mengatakan bahwa Raden Kartono memiliki personal magnetisme atau magnet personal yang begitu kuat yang tidak disadari. 

Beruntungnya kemampuan ini bisa Raden Kartono gunakan untuk membantu sesama. Di rumah kontrakan Raden Kartono di Bandung, banyak orang yang datang membawa orang sakit untuk disembuhkan. Lantas Raden Kartono hanya memberi mereka air putih yang sudah didoakan dan biasanya penyakit mereka pun akan sembuh. 

Tidak peduli status, agama, suku dan pangkat, Raden Kartono akan membantu orang-orang meskipun hidupnya sendiri kesusahan karena pemerintah kolonial terus saja mengusiknya. Penjajah belanda selalu memata-matainya dan menyebarkan kabar bohong tentang Raden Kartono. Sehingga para pejuang Indonesia tidak percaya padanya. Mereka curiga dan mengira Raden Kartono mata-mata Belanda karena ia lama tinggal di Eropa. Hanya Ki Hajar Dewantara yang menjadi temannya. Dan Ki Hajar Dewantara juga memberi Raden Kartono pekerjaan untuk mengajar di sekolah yang didirikannya. 

Saat Raden Kartono tinggal di abandung, ia menyaksikan pergerakan yang direncanakan oleh para intelektual muda Indonesia seperti Soekarno dan teman-temannya. Namun sayangnya, ia tidak dapat merasakan buah dari pergerakan itu, karena penyakit yang diderita. 

Pada tahun 1951 tepatnya pada tanggal 8 Februari, Raden Kartono kembali kepada sang Maha Kuasa di kontrakannya di Bandung. Tanpa teman dan tanpa keluarga, Raden Kartono meninggal dalam kemiskinan, hanya ditemani seorang pembantu. Jenazah Raden Kartono dikebumikan di samping pusara ayah dan ibunya di makam Sido Mukti, Desa Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah. 

Tidak banyak yang dia tinggalkan, selain selembar kain putih bersulam huruf alif dan sebuah lirik yang kini menghiasi nisannya "Sugih Tanpo Bondo, digdoyo Tanpo Aji". Yang artinya Kaya tidak melulu soal materi, pada akhirnya hanya tubuh ini yang dimiliki. Kekuatan tanpa mantra, karena Raden Kartono hanya berserah pada Tuhan untuk senantiasa melindunginya. 


Topik

Profil Raden Kartono sejarah pahlawan



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Binti Nikmatur

Editor

Sri Kurnia Mahiruni