free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Pembangunan Keraton Kerto Sultan Agung Berjalan Mengerikan, Rakyat Mataram Sengsara Dipaksa Kerja Rodi

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Yunan Helmy

11 - Jul - 2023, 20:24

Placeholder
Situs Keraton Kerto di Dusun Kerto, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. (Foto : Instagram @hairus9)

JATIMTIMES- Keraton pertama Kerajaan Mataram Islam di Kotagede akhirnya ditinggalkan setelah Sultan Agung berkuasa. Sultan Agung bergelar Panembahan Agung Hanyakrakusuma saat pertama dikukuhkan sebagai penguasa Mataram yang ketiga. 

Sultan Agung membangun Keraton Kerto, istana yang lebih luas dan besar daripada Kotagede, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Mataram adalah negara baru yang besar dan tidak bisa diremehkan.

Baca Juga : Ini Alasan Menyeberang Selat Bali Tak Boleh Pakai Rute Lurus 

Keberadaan Istana Kerto Sultan Agung diberitakan dalam Babad Tanah Djawi oleh Meinsma (1874 : 145). Babad itu menceritakan Sultan Agung adalah raja yang memiliki dua istana. Dipilihnya Kerto karena lokasi istana baru ini berada di sekitaran Pantai Selatan. Pantai Selatan adalah tempat tinggal Kanjeng Ratu Kidul, penguasa alam ghaib yang menurut kepercayaan diambil permaisuri oleh Sultan Agung.

Keraton Kerto adalah istana yang luas, terbuka dan megah. Pembangunan istana ini memakan waktu sepuluh tahun lebih dan menyerap banyak tenaga rakyat. Sumber-sumber dari Belanda menyatakan rakyat Mataram tidak pernah lagi dapat beristirahat karena harus bekerja tanpa henti membangun Keraton Kerto. Rakyat tak pernah bisa istirahat karena satu pekerjaan belum selesai, sudah ada pekerjaan lain yang harus dikerjakan.

Proses pekerjaan pembangunan Keraton Kerto berjalan cukup mengerikan. Setiap hari banyak orang yang melarikan diri karena sengsara dan meninggal dunia karena kelaparan. Kondisi ini membuat Sultan Agung selaku raja Mataram terpaksa bertindak dengan kekerasan untuk tetap menahan rakyat agar tetap mau bekerja membangun Keraton Kerto.

Namun upaya raja tetap saja mendapat perlawanan dari rakyat. Rakyat tidak betah dan ingin bebas. Akibatnya masih sering ditemui rakyat yang melarikan diri.

Sultan Agung benar-benar merancang Keraton Kerto menjadi istana yang megah. Pada tahun 1620 para tahanan Belanda di Mataram melaporkan kepada Batavia bahwa raja Mataram membangun banyak taman ria di Pantai Selatan. Raja juga membangun satu taman  di sebuah gunung tempat ia berburu rusa dan binatang-binatang buas. Dan tentunya, taman-taman ini dibangun dengan tenaga rakyat Mataram tanpa dibayar sepeser pun.

Belum juga Keraton Kerto selesai dibangun, Sultan Agung menyuruh rakyatnya membuat kolam. Kolam tersebut dibangun di depan istananya dengan ukuran panjang dan lebar sejauh sepenembakan senapan dan  dalamnya 3 vadem (1 vadem = 1,88 m). Kolam ini digunakan sebagai tempat mandi para wanita raja  dan tempat bersenang-senang.  Kola mini diperkirakan cukup luas karena dilengkapi dengan perahu-perahu kecil. Fungsi dari kolam ini mirip dengan Taman Sari di Keraton Yogyakarta.

Babad Momana mencatat, masih di periode Sultan Agung berkuasa, tepatnya tahun 1637-1638, Mataram membangun bendungan besar di  Sungai Opak. Bendungan besar ini adalah danau buatan. Bangunan ini dikerjakan dengan tenaga prajurit keraton.

Kemegahan Keraton Kerto bukan berarti tanpa bencana. Bangunan keraton yang berasal dari kayu sering musnah dibinasakan api. Seorang utusan Belanda Jan Vos pada 1624 dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan kebakaran dahsyat yang membumihanguskan bangunan Keraton Kerto.

Babad Sangkala pada 1554 J (1632) secara jelas mengabarkan dalem ageng di Keraton Kerto terbakar dan menewaskan banyak pegawai istana.  Para pegawai itu tewas karena ada sebuah pintu yang terkunci. Masih menurut babad yang sama, selang tiga tahun kemudian dalem ageng terbakar lagi.

Sultan Agung diangkat menjadi raja ketiga Mataram pada 1613 dan baru menempati Keraton Kerto pada 1622. Oleh sebab itu, diduga keraton baru itu baru dibangun di masa awal pemerintahannya antara tahun 1613 hingga 1622.  

Skesta denah istana Kerto terdapat pada peta R. Van Goens di Algemeen Rijksarchief (Arsip Kerajaan Belanda). Namun peta ini hanya memberikan sedikit pengetahuan saja tentang keraton, karena gambarannya hanya berupa skesta.

Baca Juga : Viral Truk Tangki Terbalik, Warga Berebut Tumpahan Minyak

Gambaran kemegahan Keraton Kerto ini bisa ditemukan dari laporan utusan-utusan Belanda. Jan Vos mengabarkan ia pada Rabu 9 September 1624 datang ke lapangan yang sangat luas di Kerto. Lapangan itu adalah alun-alun yang dikelilingi pagar kayu yang disusun dalam bentuk-bentuk wajik. Alun-alun itu juga terlihat sangat bersih dan tidak ada satu pun tunas rumput yang tumbuh. Di kedua sisi terdapat suatu bangsal atau balai panjang yang sangat ramping dan terang, di sana orang-orang duduk di tanah.

Jan Vos dalam laporannya juga menceritakan di dekat Alun-Alun Keraton Kerto banyak ditanami pohon besar yang indah. Pohon itu adalah pohon beringin yang dipangkas dalam bentuk payung. Pohon-pohon itu mengelilingi empat sisi sebidang alun-alun.

Lalu apa sebenarnya yang mendorong Sultan Agung mendirikan istana baru Keraton Kerto dan membuat sitinggil? Terkait hal ini, sejarawan H.J De Graaf berpendapat Sultan Agung ingin meniru Kesultanan Cirebon karena ia menginginkan kehormatan yang sama. 

Sebagai sebuah kerajaan di tanah  Jawa, Cirebon lebih dulu membangun sitinggil dibanding Mataram. Dan sultan Cirebon adalah penguasa yang menikmati kehormatan spiritual karena ia merupakan keturunan Sunan Gunung Jati. 

Jadi, sebagai penguasa yang berhasil menyatukan hampir seluruh Jawa, Sultan Agung menginginkan kehormatan spiritual yang sama dengan sultan Cirebon.

Sayang, kemegahan Keraton Kerto kini hilang tak berbekas. Dalam perkembangannya, raja penerus Sultan Agung, yakni Amangkurat I, kemudian memindahkan lagi Keraton Kerto ke keraton baru di Plered. 

Meski tak berbekas, lokasi berdirinya Keraton Kerto masih ditemui di Dukuh Kerto, Kalurahan Pleret, Kacamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kkini, bangunan istana megah yang digambarkan dengan penuh kebanggaan dalam babad-badad dan laporan Belanda itu sudah tidak ada lagi. Yang ada hanya beberapa situs yang ditemukan sebagai bukti sejarah bahwa daerah Kerto sempat menjadi ibu kota Mataram setelah pindah dari Kotagede. Keraton Kerto adalah istana yang hilang.


Topik

Serba Serbi Sejarah Kerajaan Mataram Sultan Agung Mataram



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Yunan Helmy