JATIMTIMES - Wide Ismail, pria asal Banyurip Kidul, Surabaya, menjadi terdakwa kasus penganiayaan karena menusuk korban Erwin Saputra Simalango, seorang field collection. Wide nekat menusuk Erwin Saputra Simalango saat didatangi ke rumahnya.
Akibat perbuatannya itu, terdakwa divonis satu tahun dua bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
Baca Juga : Dua DPO Pembalakan Hutan di Malang Ditangkap Polisi di Pantai Watu Leper
Kejadian ini bermula ketika Erwin, salah satu petugas field collection dari perusahaan pembiayaan, mendatangi rumah Wide. Saat itu, Erwin bermaksud menagih tunggakan pembayaran motor selama tiga bulan oleh terdakwa.
Bukannya kooperatif, Wide yang terdesak tak dapat menunjukkan motor yang dikredit itu memilih mengambil pisau dapur dan kemudian melakukan penganiayaan.
Dalam persidangan, Wide mengakui tak hanya sekali menusuk pisau kepada korban. Pisau dihunuskan terdakwa sebanyak tiga kali ke lengan kanan korban hingga alami luka.
Puas melampiaskan amarah, terdakwa lalu membuang pisau tersebut ke selokan di depan rumah lalu lari.
Hal ini cukup disayangkan Kepala Cabang FIF Group Central Remedial Jatim 1 Satriyo Budi Utomo. Satriyo mengatakan, aksi penganiayaan yang dilakukan debitur itu tak mencerminkan iktikad baik selama proses pembiayaan berjalan.
”Motor yang kami biayai ternyata tidak ada di rumah debitur tersebut. Karena mungkin merasa tersudut, yang bersangkutan terlibat cekcok dengan tim kami. Tiba-tiba ambil pisau lalu menusukkan ke tim kami,” ungkap Satriyo.
Baca Juga : Polisi Dalami Keterlibatan Enam Saksi saat Terjadi Pembunuhan Pemuda di Kota Malang
Satriyo mengimbau agar para debitur kredit macet bersikap kooperatif saat pihak leasing bertugas menanyakan dan menagih keterlambatan angsuran. Hal itu bukan tanpa dasar, lantaran objek kendaraan tersebut masih dalam jaminan fidusia dan hak-haknya dapat beralih jika kewajiban debitur tidak dapat dipenuhi.
”Kami imbau agar kooperatif. Ada ruang diskusi yang kami buka kepada debitur kalau memang belum bisa membayar karena satu lain hal. Tetapi perlu diingat juga dalam Undang-Undang Fidusia, jika terjadi lalai dalam perjanjian, pihak leasing memiliki hak untuk melakukan eksekusi karena debitur tidak memenuhi prestasinya,” beber Satriyo.
Dia berharap, kejadian itu dapat menjadi pembelajaran semua pihak. Satriyo juga tak segan menempuh upaya hukum jika terjadi tindakan serupa ke depan.
”Aturan hukumnya sudah ada. Ini yang nanti kami taati bersama. Kejadian ini jadi pembelajaran agar debitur lebih bijaksana. Tim kami pun juga sudah tersertifikasi dalam proses-proses menjalankan tugasnya. Jika ke depan ada hal semacam ini, kami tentu tidak segan melakukan upaya-upaya hukum yang dianggap perlu,” tandas Satriyo.