Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Kenang Perjalanan Hayam Wuruk ke Blitar, Festival Desawarnana Sukses Digelar di Desa Jimbe

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Yunan Helmy

06 - May - 2023, 09:58

Placeholder
Kemeriahan Festival Desawarnana di Desa Jimbe, mengenang perjalanan Hayam Wuruk ke Blitar. (Foto : Aunur Rofiq/JATIMTIMES)

JATIMTIMES - Sekumpulan pemuda Blitar bersama budayawan dan pegiat sejarah menggelar napak tilas kunjungan Raja Majapahit Hayam Wuruk ke Blitar. Kegiatan dengan tajuk Festival Desawarnana edisi pertama tersebut digelar secara meriah di Desa Jimbe, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Jumat (5/5/2023) malam.

Sebagai informasi, setiap tahun pada akhir musim dingin atau setelah panen, Raja Majapahit Hayam Wuruk (1350-1389) yang bergelar Sri Rajasanagara berkeliling hingga ke luar ibu kota. Beliau pergi menggunakan pedati yang ditarik sapi dan diiringi rombongan. Perjalanan tersebut tercatat dalam Kitab Nagarakertagama karya Mpu Prapanca, pujangga yang turut dalam perjalanan tersebut.

Baca Juga : Rekomendasi Film Netflix yang Lagi Ramai Ditonton 2023

Salah satu bagian terpenting dari teks ini adalah menguraikan perjalanan Hayam Wuruk dengan tujuan untuk berkunjung ke daerah-daerah kekuasaan Majapahit pada waktu itu, khususnya di wilayah Jawa Timur. Tempat-tempat di Blitar yang dikunjungi Hayam Wuruk itu antara lain Candi Palah (Candi Penataran), Candi Simping, Jimbe dan Lawang Wentar (Candi Sawentar).

Festival Desawarnana di Desa Jimbe digelar secara sederhana dengan menonjolkan sisi edukasi sejarah dan budaya. Acara ini menampikan pagelaran seni dari desa-desa yang pernah disinggahi Hayam Wuruk dalam kunjungannya ke Blitar.

“Festival Desawarnana ini terinspirasi dari kunjungan Raja Hayam Wuruk ke Blitar pada tahun 1361.Beliau mengunjungi beberapa tempat di Blitar. Tempat-tempat yang dikunjungi itu saat ini menjadi sebuah desa. Nah, dari kunjungan bersejarah itu, kami terinspirasi untuk membuat kegiatan yang diikuti oleh desa-desa yang pernah dikunjungi Raja Hayam Wuruk,” jelas Rahmanto Adi, pegiat sejarah dari Sulud Sukma.

Rahmanto Adi adalah inisiator yang menyampaikan gagasan Festival Desawarnana ini kepada pemuda dan warga Desa Jimbe. Gagasan tersebut mendapat sambutan positif sehingga Desa Jimbe dipilih sebagai desa pertama yang menjadi tuan rumah Festival Desawarnana. Rencananya festival ini ke depan akan digelar secara bergantian di desa-desa yang pernah dikunjungi raja terbesar dari Kerajaan Majapahit tersebut.

“Festival ini pertama digelar di Desa Jimbe dan seluruh desa-desa yang pernah disinggahi Raja Hayam Wuruk mengirimkan delegasinya untuk penampilan. Begitu pun nanti sebaliknya. Jika festival berikutnya digelar di Desa Penataran misalnya, Desa Jimbe juga akan meengirimkan penampilan ke sana. Kita ingin festival ini benar-benar menjadi tontonan yang berkualitas bagi masyarakat,” terangnya.

Uniknya, Festival Desawarnana di Desa Jimbe digelar bukan di tempat yang megah. Acara ini mengambil tempat di jalan perkampungan yang sempit. Namun, acara berlangsung sukses, meriah dan mendapat sambutan sangat baik dari masyarakat. Bahkan Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Disparbud Kabupaten Blitar Agus Muntholib Setyawan hadir langsung di acara ini mewakili kepala dinas.

Acara dibuka dengan penampilan macapat dari Sanggar Seni Kriya dan Sastra Pring Nggalih. Festival Desawarnana juga diisi dengan penampilan Tari Remo dari Desa Plosorejo, permainan erhu (alat musik tradisional Tiongkok), stand up comedy, musikalisasi puisi, Tari Bapang dari kelompok seni Malang, dan Tari Gagrak Jimbe. Tari Gagrak Jimbe menjadi penampilan paling menarik karena pemuda dan seniman Desa Jimbe khusus membuat tari-tarian ini untuk Festival Desawarnana.

“Pemuda Desa Jimbe menciptakan tarian Gagrak Jimbe yang khusus diciptakan untuk Festival Desawarnana,” paparnya.

Menariknya lagi, di acara ini guru dan pegiat sejarah Kabupaten Blitar juga menyampaikan paparan sejarah perjalanan Hayam Wuruk ke Blitar secara santai dan edukatif melalui Ngopsis (Ngopi Sambil Sinau Sejarah). Cara ini sebagai upaya agar generasi muda bisa mengenal lebih dalam sejarah bangsa dan leluhurnya.

“Saya berharap Festival Desawarnana ini bisa dilaksanakan setahun sekali dan terus dilanjutkan sampai kiamat. Ini sebagai wujud kita nguri-nguri dan mengingat bahwa Raja Hayam Wuruk pernah ke Blitar. Karena ini banyak orang yang tidak tahu, bahkan pendarmaan Raden Wijaya ada di Blitar saja orang banyak yang nggak ngerti,” tukas Rahmanto Adi.

Dalam teks di Kitab Negarakertagama tercatat bahwa Hayam Wuruk sempat berkunjung ke wilayah Blitar sebanyak dua kali. Di antaranya pada tahun Saka tiga badan dan bulan (1283) Waisaka, yang tercatat dalam kutipan Negarakertagama pupuh 61.

Baca Juga : Diduga Mencuri Kambing, Pria di Blitar Tewas Dikeroyok Massa 

“Ndan ri çakha tri tanu rawi riɳ weçaka, çri natha muja mara ri palah sabhrtya, jambat siɳ ramya pinaraniran / lanlitya, ri lwaɳ wentar mmanuri balitar mwaɳ jimbe”. Artinya: Tahun Saka tiga badan dan bulan (1283) Waisaka, baginda raja berangkat menyekar ke Palah dan mengunjungi Jimbe untuk menghibur hati. Di Lawang Wentar, Blitar menenteramkan cita.

Kunjungan Hayam Wuruk ke Blitar waktu itu lebih bersifat keagamaan dan bertujuan memuja leluhur. Hal itu ditandai oleh kegiatan dan kunjungannya ke tempat-tempat suci guna menghormati leluhur dinasti Majapahit. Tempat-tempat yang mendapat perhatian khusus antara lain Candi Palah (Candi Penataran), Jimbe, Lawang Wentar (Candi Sawentar), dan di Balitar sendiri untuk menentramkan cita.

Dari Blitar, Hayam Wuruk bersama rombongan melanjutkan perjalanan ke arah selatan hingga tiba di Lodaya. Di sana Hayam Wuruk sempat bermalam beberapa hari dan juga menikmati pemandangan indah di pantai selatan.

Setelah itu, tempat terakhir yang dikunjungi Hayam Wuruk adalah Candi Simping. Di sana sang raja ingin memperbaiki candi makam leluhur. Melihat Candi Simping yang merupakan pendarmaan Raden Wijaya agak miring ke barat, Hayam wuruk memerintahkan pasukannya untuk menegakkan kembali menaranya agak ke timur.

Perbaikan tersebut disesuaikan dengan bunyi prasasti yang dibaca lagi, diukur panjang lebarnya, dan di sebelah timur sudah ada tugu. Selain itu, sebuah pura di gurung-gurung diambil halamannya untuk sebagai denah candi makam leluhurnya tersebut.

Selain itu, dalam Negarakertagama pupuh 70 dijelaskan secara khusus baginda raja kembali mengunjungi Candi Simping. Pada tahun Saka angin delapan utama (1285), Hayam Wuruknmengunjungi Simping demi pemindahan makam kakeknya tersebut. Semua lengkap dengan segala persajian menuut adat. Upacara tersebut dipimpin oleh Rajaparakrama.

Sekembalinya dari Simping, Hayam Wuruk segera masuk ke pura. Beliau terpaku mendengar Adimenteri Gajah Mada sedang jatuh sakit. Raja Hayam Wuruk sangat sedih kerena Gajah Mada pernah mencurahkan tenaga untuk keluhuran Jawa, di Bali, serta Kota Sadeng untuk memusnahkan musuh.

Penggalan kisah tersebut merupakan rangkaian perjalanan Hayam Wuruk ke wilayah Blitar yang tercantum di Kitab Negarakertagama. Selain itu, para pakar beranggapan bahwa Hayam Wuruk sering melakukan kunjungan ke wilayah Blitar. Pasalnya, pada waktu itu Blitar dipercaya sebagai tanah kaum brahmana yang telah disucikan oleh para pendahulu Majapahit.

 


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya Festival Desawarnana Blitar mengenang Hayam Wuruk Majapahit



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Yunan Helmy