JATIMTIMES - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mengecam keras hasil putusan sidang tragedi Kanjuruhan kepada lima terdakwa.
"Sebetulnya sejak awal kami telah mencurigai proses hukum ini yang tampak tidak secara sungguh-sungguh mengungkap kasus ini. Kami menduga proses hukum ini dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran (intended to fail) serta melindungi pelaku kejahatan dalam tragedi Kanjuruhan," tulis KontraS melalui akun Twitter-nya, @KontraS.
Baca Juga : Polisi Buru Pelaku Curanmor Bersarung di Toko Kosmetik Pagelaran
KontraS juga menilai bahwa vonis tersebut jauh dari harapan keluarga korban yang menginginkan para terdakwa dapat diputus pidana seberat-beratnya dan seadil-adilnya serta dapat mengungkap aktor high level di balik tragedi ini.
"Selain itu kami turut melihat bahwa proses persidangan tersebut merupakan bagian dari proses peradilan yang sesat (malicious trial process). Dugaan kami turut didorong dengan berbagai keganjilan selama persidangan yang kami temukan," kata KontraS.
Keganjilan yang dimaksud KontraS, seperti aktor (pelaku) yang diproses secara hukum hanyalah aktor (pelaku) lapangan. Keganjilan lainnya, akses yang terbatas terhadap pengunjung atau pemantau persidangan di awal-awal sidang.
"(Keganjilan lainnya) terdakwa sempat hanya dihadirkan secara daring, lalu diterimanya anggota Polri sebagai penasihat hukum dalam persidangan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan," kata KontraS.
KontraS juga menilai hakim dan jaksa penuntut umum cenderung pasif dalam menggali kebenaran materil. Selain itu, minimnya keterlibatan saksi korban dan keluarga korban sebagai saksi dalam persidangan.
"Komposisi saksi didominasi oleh aparat kepolisian, intimidasi anggota Polri dengan membuat kegaduhan dalam proses persidangan, adanya pengaburan fakta penembakan gas air mata kebagian tribun penonton, hingga peristiwa kekerasan dan penderitaan suporter baik di dalam maupun di luar stadion yang tidak diungkap secara utuh," jelas KontraS.
Menurut KontraS, persidangan ini telah menunjukan bahwa potret penegakan hukum di Indonesia tidak benar-benar berpihak kepada korban dan keluarga korban kejahatan.
"Dijatuhkannya vonis yang jauh dari rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban telah menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia," ungkap KontraS.
"Selain itu, proses peradilan ini memalukan Indonesia di mata dunia internasional yang menunjukan potret buruk dan hancurnya negara hukum Indonesia karena hukum dipermainkan sedemikian rupa," imbuh KontraS.
Baca Juga : 50 Sopir Angkutan Umum di Malang Terjaring Razia Tes Urine BNN, Hasilnya?
Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar pemangku kepentingan melakukan berbagai hal berikut ini.
1. Kapolri untuk memastikan proses hukum berjalan dengan baik, transparan dan independen;
2. Dirkrimum Polda Jatim melakukan penyelidikan dan penyidikan kembali untuk menemukan tersangka baru khususnya bagi pelaku penembakan gas air mata;
3. Komnas HAM RI menetapkan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat;
4. Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung memeriksa Majelis Hakim yang mengadili perkara Tragedi Kanjuruhan atas dugaan pelanggaran kode etik.
Diketahui sebelumnya kelima terdakwa tragedi Kanjuruhan dijatuhi vonis hukuman yang ringan. Di antaranya, AKP Has Darmawan divonis 1 tahun 6 bulan penjara; Kompol Wahyu Setyo Pranoto divonis bebas; AKP Bambang Sidik Achmadi divonis bebas; Abdul Haris divonis 1 tahun 6 bulan; dan Suko Sutrisno divonis hanya 1 tahun penjara.
Hingga berita ini ditayangkan, nama "Kanjuruhan" menjadi trending topic pertama di Twitter dengan 15,6 ribu cuitan. Tidak sedikit dari warganet yang menilai mirisnya keadilan untuk 135 korban meninggal dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 itu.