JATIMTIMES - Pesawat tempur militer Amerika Serikat (AS) telah menembak diduga balon mata-mata China di atas Samudra Atlantik pada Sabtu (4/2). Penembakan itu dilakukan setelah hampir sepekan, balon yang diduga mata-mata China itu berada di wilayah AS. Adanya balon itu juga disebut-sebut sebagai pemicu semakin buruknya hubungan antara AS dan China.
Bukan hanya semakin memburuknya hubungan kedua negara itu, bahkan adanya dugaan balon mata-mata China itu juga membatalkan rencana kunjungan Menteri Luar Negeri AD Antony Blinken ke China.
Baca Juga : Enjoy Tour ke Pulau Dewata Bersama Sharetour
"Kami berhasil menembaknya dan saya ingin memuji penerbang (militer) yang berhasil melakukannya," ungkap Presiden Joe Biden, dikutip Reuters pada Minggu (5/2/2023).
Sebelum melakukan aksi penembakan itu, Kementerian Pertahanan AS juga meminta agar tiga bandara, yaitu Wilmington, Charleston dan Myrtle Beach menghentikan penerbangan. Baik kepergian maupun kedatangan.
"Hal itu dilakukan sebagai upaya keamanan nasional," ungkap Administrasi Penerbangan Federal (FAA).
Sebelumnya, Biden mengeluarkan perintah untuk menurunkan balon diduga mata-mata China itu sejak Rabu (1/2). Namun, Pentagon meminta untuk menunggu lantaran risiko keamanan warga sipil yang berada di bawahnya.
Diketahui, dugaan balon mata-mata China itu kali pertama masuk ke kawasan AS sejak 28 Januari 2023. Namun tak lama kemudian, pindah ke wilayah udara Kanada, pada 30 Januari 2023. Lantas pada 31 Januari, balon tersebut masuk kembali ke wilayah Amerika.
Baca Juga : Baksos Kesehatan Mata "Membuka Lentera Bawean" Semarakkan Peringatan 1 Abad NU
Sementara itu, China juga telah mengonfirmasi kepemilikan balon tersebut. Pihaknya mengklaim balon tersebut nyasar ke wilayah AS. Selain itu, pihaknya juga memastikan bahwa balon tersebut tidak sengaja berada di wilayah udara AS. Pasalnya disebutkan balon tersebut digunakan untuk tujuan penelitian, terutama meteorologi.
"China telah dengan jelas meminta AS menangani hal ini dengan tenang, profesional dan terkendali. Namun AS bersikeras menggunakan kekuatan, jelas berekspresi berlebihan," ungkap Kementerian Luar Negeri China.