JATIMTIMES - Massifnya rekomendasi bagi peserta Panitia Pemungutan Suara (PPS) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tulungagung, menjadi dugaan awal mula kecurangan Pemilu. Hal ini disampaikan praktisi hukum dan pengamat politik Universitas Bhineka (UBHI) Kabupaten Tulungagung, Andreas Andre Djatmiko, Kamis (5/1/2022).
Menurut AA Djatmiko, Rekomendasi saat ini seperti telah menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat di Indonesia dan khususnya di Kabupaten Tulungagung.
Baca Juga : Begini Kondisi Eny yang Depresi Dirawat Anak di Rumah Mewah Tanpa Air dan Listrik
"Rekomendasi ini sepertinya telah membudaya di setiap lini kehidupan bermasyarakat khususnya di negara Indonesia, baik itu dari sektor yang paling bawah sampai yang paling atas. Baik di instansi pemerintahan maupun swasta. Bahkan di dunia politik pun yang namanya Rekomendasi masih tetap bertaji," kata AA Djatmiko.
Menyikapi maraknya rekomendasi yang massif dan kolektif di KPU Tulungagung dari pihak ketiga, AA Djatmiko menjelaskan jika
yang dibawa oleh peserta calon Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat desa ini didasari pertimbangan tidak jelas.
"Pertanyaannya adalah apa yang menjadi dasar keluarnya rekomendasi itu?, Apakah memang benar murni hanya untuk meminimalisir potensi masalah yang sering terjadi di tingkat PPS, sehingga Pemdes merasa punya kepentingan karena TPS itu berada di desa," ujarnya.
Pertanyaan yang menjadikan publik makin bingung, apakah tidak mungkin rekomendasi dikeluarkan atas dasar motif lain di luar itu.
"Apakah pihak yang telah memberikan rekomendasi bersedia untuk bertanggung jawab secara langsung jika ternyata terbukti ada motif lain di luar itu," tanya AA Djatmiko.
Atas sikap KPU Tulungagung yang menjadikan rekomendasi hanya sebagai bahan masukan, bukan dasar keputusan menetapkan PPK dan PPS, pengacara yang juga dosen ini mengaku sangat setuju dan memberi dukungan penuh.
"Saya setuju dengan pernyataan ketua KPU Tulungagung, bahwa rekomendasi ini tidak memengaruhi keputusan KPU untuk menentukan PPK dan PPS," imbuhnya.
Bukan tanpa alasan, bagi AA Djatmiko, jika rekomendasi ini menjadi salah satu persyaratan yang menjadi penentu diterima atau tidaknya peserta calon Panitia Pemungutan Suara (PPS), maka itu bisa dipastikan merupakan pintu awal untuk terjadinya bentuk kecurangan saat penyelenggaraan pemilu ditingkat Kabupaten.
Baca Juga : 16 Rekomendasi Mobil Terbaik untuk Perjalanan Jauh
"Kebiasaan itu dapat dipastikan akan terus berlanjut atau membudaya setiap kali adanya penyelenggaraan pemilu," tegasnya.
Ia pun meminta KPU tetap menjunjung tinggi komitmen dan harus menjadi penyelenggara yang profesional. Bahkan, ia meminta Kepala Desa atau pihak lain bangga jika pendaftar yang punya kesempatan menjadi PPS adalah mereka yang punya kompetensi dan lulus seleksi secara normal.
"Hendaknya program seleksi secara profesional dan terbuka yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Tulungagung kepada setiap peserta calon Panitia Pemungutan Suara (PPS) ini juga didukung dan disupport penuh oleh setiap kepala desa supaya penyelenggaraan pemilu juga dapat berjalan sebagaimana mestinya dan meminimalisir indikasi kecurangan yang terjadi pada masing-masing TPS yang ada di tiap-tiap desa yang ada di kabupaten Tulungagung," ungkapnya.
Jika dapat dilakukan, sikap KPU dan Kepala Desa otomatis juga akan menepis stigma negatif dari masyarakat setempat atas adanya indikasi campur tangan dalam menentukan calon Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang bertugas di desa yang menjadi wilayahnya.
Sebagai akademisi ia mengajak seluruh elemen masyarakat membudayakan profesionalisme dari tingkat yang paling bawah untuk mewujudkan prinsip good governance yang ideal, yakni suatu konsep pemerintahan yang membangun serta menerapkan prinsip profesionalitas, demokrasi, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, efektivitas, pelayanan prima, serta bisa diterima oleh seluruh masyarakat.