JATIMTIMES - Setelah melewati drama yang cukup panjang, akhirnya polemik antara Bupati Meranti Muhammad Adil dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait alokasi dana bagi hasil (DBH) sudah selesai.
Perdamaian itu terjadi usai keduanya bertemu di Kantor Kemendagri dalam dua hari terakhir.
Baca Juga : Peringati HUT Ke-48 Tahun, Perumda Tugu Tirta Kota Malang Luncurkan Hymne dan Mars Tugu Tirta
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni lalu menyebutkan hasil dari pertemuan itu.
Menurutnya, polemik yang terjadi antara Bupati Meranti dengan Kemenkeu adalah sebuah kesalahpahaman saja.
"Pak bupati sangat senang dengan pertemuan hari ini," kata Agus di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (21/12).
Dalam pertemuan itu, Agus juga menyebut, Bupati Meranti berterima kasih pada Kemenkeu, Kementerian ESDM, dan juga Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
"Ya sebenarnya memang terbuka. Kenapa sampai saat ini tidak terbuka? karena belum komunikasi. Sekarang sudah komunikasi, tidak ada dusta di antara kita, semuanya terbuka," imbuhnya.
Agus menambahkan, pihaknya tidak akan memberikan sanksi pada Bupati Meranti terkait ucapannya pada Kemenkeu.
Tak hanya itu, dari pertemuan itu juga, Kemenkeu akan membayarkan sisa kekurangan dana bagi hasil (DBH) Kabupaten Kepulauan Meranti akhir tahun ini.
Dirjen Dana Transfer Umum Kementerian Keuangan Adriyanto, mengaku masih akan menunggu proses audit laporan keuangan Meranti sebelum melakukan sisa pembayaran.
"Tunggu diaudit dulu laporan keuangannya, tunggu dihitung lagi, nanti kata Pak Dirjen (Agus Fathoni) kalau ternyata lebih besar ada kenaikan, ya kan ada selisih, kalau kurang bayar ya dibayarkan kembali," kata Adriyanto di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat.
Adriyanto mengaku akan menggunakan hitungan US$100 per barel sejak Peraturan Presiden No 98 tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No 104 tahun 2021 tentang Rincian APBN 2022 dikeluarkan.
Adriyanto juga menegaskan dalam Perpres tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakan hitungan DBH yang dibagikan menjadi US$100 per barel, naik dari US$60 per barel sebelumnya.
Baca Juga : Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan Gugat 8 Pihak, Salah satunya Presiden Jokowi
"(Hitungannya) pakai yang US$100, bulan terakhir kan harga sudah mulai naik, (berlaku) sejak Perpres 98 hitungannya US$100," tegas Adriyanto.
Kemudian, Fatoni menambahkan, kemungkinan nilai DBH tidak akan sesuai dengan hitungan harapan, karena hal itu tergantung pada lifting masing-masing daerah.
"Misal saya diperkirakan untuk 2023 DBH Meranti perkiraannya Rp100 M. Tapi DBH ini tergantung produksi, lifting, bisa jadi nggak Rp100 M, bisa jadi lebih dari Rp100 miliar," paparnya.
"Kalau lifting setelah dihitung ternyata melampaui dari perkiraan Rp100 M tadi, itu akan ditambahkan, namanya kurang bayar. Kalo ternyata yang dibayarkan itu lebih rendah dari yang diprediksikan, itu namanya lebih bayar. Nanti akan ditarik lagi, diperhitungkan tahun depannya," sambung Fatoni.
Polemik ini bermula saat Bupati Meranti menyebut Kemenkeu berisi iblis dan setan. Hal itu ia sampaikan saat koordinasi Pengelolaan Pendapatan Belanja Daerah di Pekanbaru, Kamis (9/12) lalu.
Pernyataan Bupati Meranti itu keluar saat dirinya merasa sangat kesal dengan tidak adanya kejelasan soal DBH yang diterima daerahnya.
Ia menilai Meranti seharusnya layak mendapat DBH dengan hitungan US$100 per barel.
Namun, menurutnya, pada 2022 ini DBH yang diterima hanya Rp114 miliar dengan hitungan US$60 per barel. Ia mendesak Kemenkeu agar DBH yang diterima menggunakan hitungan US$100 per barel pada 2023.