JATIMTIMES - Lahan pertanian produktif sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuwangi sudah diatur. Bahkan pemerintah kabupaten (pemkab) sudah membuat aturan lahan sawah yang dilindungi (LSD).
Menurut M. Khoiri, plt kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi, selama itu di luar lahan sawah yang dilindungi sesuai dengan RTRW bisa saja dilakukan alih fungsi. ”Pemerintah sudah memberikan kategori bagi masing-masing wilayah. Contohnya di Kecamatan Banyuwangi ada LSD 1 dan ada LSD 2. LSD 1 di situ ada sawah produktif dan ada sarana irigasi maka tidak bisa dialihfungsikan. Hanya bisa digunakan untuk akses peningkatan produksi pertanian antara lain padi jagung dan kedelai. Di luar itu tidak boleh,” jelas M Khoiri.
Baca Juga : Pamerkan Strategi Komunikasi Baru, BPJS Ketenagakerjaan Optimistis Capai 70 Juta Peserta Aktif
Sementara LSD 2 merupakan space yang digunakan untuk pengembangan tata ruang. Khoiri mencontohkan sekitaran gedung masih ada lahan sawan yang masuk LSD 2. Lahan yang ada selama belum dimanfaatkan oleh pihak pengembang atau developer, sementara masih ditetapkan sebagai lahan sawah yang dilindungi.
“Sehingga ketika ada bantuan pemerintah yang bersumber dari APBN wajib mendapatkan bantuan. Misalnya subsidi pupuk. Demikian pula di wilayah yang lain selama masuk dalam LSD 2 bisa dialihfungsikan. Ketika masuk LSD 1, maka tidak bisa. Hal tersebut sudah menjadi aturan pemerintah yang saat ini masih menunggu proses penetapan Kementerian ATR BPN,” imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, M. Arifin, kepala desa (kades) Kemiren Kecamatan Glagah Banyuwangi mengungkapkan apabila tidak ada keseriusan semua pihak dalam menangani permasalahan lahan pertanian produktif, tidak menutup kemungkinan lahan pertanian di Desa Kemiren dalam lima sampai sepuluh tahun mendatang tinggal cerita saja.
Menurut dia, dalam beberapa tahun terakhir di desanya sekitar 5 – 20 persen lahan pertanian sudah beralih fungsi menjadi resto, kafe dan bangunan yang terkait dengan sektor pariwisata.
“Kekhawatiran kami yang di desa mulai krisis sumber daya manusia di bidang pertanian. Branding desa dengan destinasi wisata baik alam maupun kuliner maka akan menjadi daya tarik investor luar untuk masuk ke desa,” jelas Arifin.
Baca Juga : DPD Perhiptani Kabupaten Blitar Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Sutojayan
Ayah dua anak itu menuturkan apabila generasi muda mulai tidak suka dengan bidang pertanian, tentunya akan menjadi krisis bagi upaya mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia.
Tidak menutup kemungkinan lahan pertanian warisan dari generasi sebelumnya akan dijual dengan nominal yang cukup besar untuk saat ini.