JATIMTIMES - Sejumlah pihak menyoroti tragedi Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022 yang menewaskan sekitar 131 orang. Salah satunya DPD LIRA Malang Raya yang menganggap kasus ini harus segera ada yang bertanggung jawab.
Ketua DPD LIRA Malang Raya, M Zuhdy Achmadi mengatakan bahwa pihaknya sangat berduka dengan tragedi yang merenggut nyawa para suporter sepak bola di Stadion Kanjuruhan Malang pada 1 Oktober 2022 lalu. Jumlah nyawa rakyat sebanyak sekitar 131 orang bukanlah jumlah yang sedikit untuk jadi korban pertandingan sepak bola.
“Faktanya ini akan jadi peristiwa berdarah terbesar kedua di dunia dalam lingkup kejadian pertandingan sepak bola. Yang pertama di Peru, Amerika Selatan, beberapa tahun silam yang merenggut sekitar 300 jiwa,” kata Didik -sapaan akrab M Zuhdy Achmadi- kepada JatimTIMES.
Menurut Didik, satu nyawa saja sangat penting artinya bagi kehidupan, apalagi jumlah sebanyak ini. Ia juga meminta kepada seluruh warga Indonesia untuk tidak lagi menyebarkan berita, konten, gambar, video dan apapun terkait peristiwa yang hanya akan menambah kesedihan dan kedukaan.
“Peristiwa ini harus diusut dengan serius oleh tim independen untuk memastikan temuan fakta yang benar, jujur, dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Didik.
Bahkan, jika ditemukan adanya kesalahan dalam terjadinya peristiwa tersebut, maka pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab harus diberikan hukuman. Untuk saat ini, seluruh pihak yang memiliki tanggung jawab menurut Didik harus dihentikan dulu aktivitasnya agar bisa diselidiki dengan objektif.
“Jika diduga ada pelanggaran HAM yang serius, maka seluruh institusi negara yang berwenang dan juga lembaga lainnya yang independen diharapkan segera melakukan tindakan sesuai hukum untuk memastikan adanya dugaan pelanggaran ini,” beber Didik.
Didik menilai patut diduga telah terjadi pengabaian dan pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh panpel bersama dengan pihak keamanan, salah satunya dengan menggunakan gas air mata untuk mengendalikan penonton atau suporter sepakbola.
Didik pun mengaku bahwa lazimnya, dalam penanganan atau pengendalian kerusuhan sepak bola hanya dibutuhkan water cannon hingga anjing K9.
“Ketidaksiapan dalam mengantisipasi pertandingan yang berisiko tinggi seperti pertandingan Arema vs Persebaya harus dibayar mahal dengan jatuhnya korban jiwa yang begitu besar,” ungkap Didik.
Dari berbagai bukti video dan kesaksian suporter di dalam Stadion Kanjuruhan, penggunaan gas air mata untuk mengendalikan suporter patut diduga menjadi pemantik terjadinya kemarahan sekaligus kepanikan suporter Arema yang berada di tribun.
Tembakan gas air mata membuat sesak penonton, yang berdesak-desakan mencari jalan keluar di tengah kepulan gas air mata yang memerihkan mata, hidung, kulit dan tenggorokan. Itu juga yang patut diduga menjadi awal penyebab jatuhnya korban jiwa di pihak suporter Arema.
“Sejatinya kejadian serupa juga pernah terjadi di Kanjuruhan Malang pada tahun 2018 dan di Stadion Tambaksari Surabaya di tahun 2012, jatuhnya korban jiwa dari pihak suporter nampaknya belum menjadi pembelajaran bagi regulator, klub, panpel maupun stakeholder sepakbola Indonesia,” beber Didik.
Momen Evaluasi Tata Kelola Sepak Bola
Baca Juga : Viral Rekaman Pemuda Suporter Arema Terjebak di Stadion Kanjuruhan yang Dipenuhi Gas Air Mata
Menurut Didik, peristiwa ini adalah momen evaluasi nasional terkait tata kelola pertandingan olahraga, tidak hanya sepakbola di negeri ini. Seluruh pihak terkait tata kelola ini diharapkan dapat membuat langkah kebijakan yang lebih baik ke depan dengan pendekatan nol korban nyawa dalam setiap pertandingan yang melibatkan massa.
“Protap pengamanan kepolisian pun harus dievaluasi ulang dengan pendekatan yang sama. Jika diperlukan, copot jabatan semua pemegang otoritas terkait akibat peristiwa ini sebagai bentuk pertanggungjawaban publik,” tegas Didik.
Dalam hal ini, Didik menduga ada kesalahan prosedur dalam penanganan keamanan pertandingan Arema FC vs Persebaya.
“Saya menduga ada kesalahan prosedur dalam penenganan insiden di Stadion Kanjuruhan ini,” ujar Didik.
Didik juga mengaku bahwa tidak terlalu sulit untuk mengungkap pemicu bentrokan tersebut, setidaknya dalang dari tragedi tersebut. Dia menyebut saksi dan bukti pendukung banyak beredar di masyarakat.
“Harapan kami ini dapat membantu mempermudah untuk mengungkap kasus tersebut,” tutup Didik.
Sebagai informasi, saat ini tim gabungan independen pencari fakta (TGIPF) yang diketuai Menko Polhukam Mahfud MD telah bekerja untuk mencari fakta terkait tragedi Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022.