JATIMTIMES - Warganet di Twitter meramaikan tagar tandatangi petisi: stop penggunaan gas air mata yang diinisiasi oleh Blok Politik Pelajar.
Dalam kutipan laman change.org, terpampang foto pengamanan Stadion Kanjuruhan yang sedang menembakkan gas air mata ke suporter.
Baca Juga : Viral, Beredar Video Aremania Terjebak di Pintu Keluar Stadion Kanjuruhan
"Kepolisian Harus Stop Penggunaan Gas Air Mata!," keterangan judul foto yang dilampirkan oleh Blok Politik Pelajar dalam laman tersebut.
Dijelaskan lebih lanjut, Stop Penggunaan Gas Air Mata atau #RefuseTearGas adalah desakan publik kepada otoritas keamanan Republik Indonesia untuk tidak menggunakan gas air mata dalam menangani massa.
"Kami Blok Politik Pelajar yang merupakan wadah perkumpulan anak muda yang bergerak di bidang demokrasi dan hak asasi manusia, bersama-sama dengan Publik menuntut," terangnya.
"Kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Direktur Utama PT Pindad untuk tidak memproduksi, memperjualbelikan dan menggunakan gas air mata, apalagi diperuntukkan sebagai senjata penanganan massa," tegasnya.
Dijelaskan dalam tulisan Blok Politik Pelajar itu gas air mata biasanya digunakan polisi untuk menangani massa.
Dalam beberapa video yang beredar di media sosial, gas air mata juga mewarnai demonstrasi mahasiswa yang menuntut penolakan kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan publik.
Seperti aksi #ReformasiDiksupsi, #TolakOmnibusLaw, #TolakRKUHP, dan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Terbaru, digunakan untuk menangani massa di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur yang berujung pada kematian ratusan orang.
Lebih detil, Blok Politik Pelajar menjelaskan seseorang yang terkena gas air mata akan menyebabkan mata pedih, rasa panas dan berair di mata, kesulitan bernapas, nyeri dada, air liur berlebihan, dan iritasi kulit, serta dapat menyebabkan muntah.
Dampaknya akan dirasa pada detik ke 20 hingga 30 setelah terpapar gas air mata. Tetapi mereda sekitar 10 menit kemudian jika orang tersebut berada di area yang tak terkena gas atau ruangan terbuka.
Menurut para pemuda itu, Kepolisian Republik Indonesia berdalih penggunaan gas air mata untuk menangani massa sudah tepat dan terukur. Padahal kenyataaan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Penggunaannya acap kali tidak pada tempat dan waktunya, cenderung serampangan.
Contohnya, tiga balita yang jadi korban gas air mata ketika polisi berupaya membubarkan demonstrasi mahasiswa di depan Kampus I Universitas Khairun, Ternate, April 2022 lalu.
Baca Juga : Pasca Kejadian Tragedi Kanjuruhan, Begini Harapan Aremania
Kemudian, demonstran di Jawa Timur yang terkena proyektil gas air mata pada demonstrasi tahun 2020 lalu.
Terbaru, penggunaan gas air mata di Stadion Kanjuruhan, Malang, berakibat pada kematian 125 orang. Dan ratusan lainnya yang jadi koban luka ringan hingga berat.
Dipaparkan juga, riset yang dilakukan peneliti di Universitas Toronto menyebutkan bahwa betapa bahayanya penggunaan gas air mata.
Mereka menyarankan agar pemerintah setempat untuk menghentikan penggunaan gas air mata dalam prosedur pengendalian massa karena dinilai dapat menyebabkan kerusakan fungsi organ kesehatan akibat kandungan kimia dalam gas air mata.
Salah satu bahan kimia yang berbahaya adalah CS Gas (2-chlorobenzylidine) yang mana membuat rasa terbakar pada mata, hidung dan tenggorokan. Pernapasan pun jadi sulit akibat menghirupnya. CS Gas ini biasa digunakan untuk keperluan militer, penggunaannya secara masif pernah dilakukan saat Perang Vietnam.
Dalam penjelasan itu, juga dituliskan bahwa peneliti dan aktivis hak asasi manusia juga memandang gas air mata melanggar kebebasan pengunjuk rasa. Bahkan Amnesty Internasional menyimpulkan pengguna gas air mata dalam kasus tertentu masuk kategori penyiksaan.
Penggunaan gas air mata dalam rangka membubarkan massa yang tengah menyampaikan pendapat di muka umum (demonstrasi) adalah bentuk penyalahgunaan hukum yang terlalu lama dibiarkan. Kebebasan berpendapat perlu dijamin tanpa perlu memakai gas air mata.
Hingga berita ini diturunkan, petisi tersebut telah ditandatangani lebih dari 5 ribu orang. Dengan target 7500, harapannya petisi tersebut bisa direspon oleh pembuat keputusan.