JATIMTIMES - Meski pemerintah telah resmi menerapkan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) awal September 2022 lalu, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Tulungagung tetap konsisten melakukan penolakan terhadap kebijakan pemerintah pusat itu.
Sikap resmi penolakan kenaikan harga BBM disampaikan oleh HMI saat audiensi dengan DPRD Tulungagung di Ruang Aspirasi Kantor DPRD setempat. Kamis (29/9/2022).
Baca Juga : Sebanyak 200 ASN Pemkab Jombang Terima SK Kenaikan Pangkat
Ketua HMI Tulungagung Sulkan Zuhdi mengatakan, audiensi yang dilakukan dalam rangka menyikapi kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM.
Menurut dia, HMI merupakan bagian dari masyarakat Tulungagung yang memiliki peran untuk melakukan kontrol dan pengawasan terhadap pemerintah daerah serta mendorong perubahan positif bagi masyarakat Tulungagung.
"Kenaikan harga BBM memiliki efek domino bagi kesejahteraan masyarakat, khususnya Tulungagung," kata Sulkan usai audiensi.
Selain itu, kenaikan harga BBM
berdampak langsung dengan meningkatnya angka inflasi sebesar 1,1% dibandingkan bulan sebelumnya. Juga memicu dampak lanjutan, yaitu kenaikan harga barang dan jasa dalam waktu dekat.
HMI Tulungagung menilai.bahwa ketersediaan pasokan BBM bersubsidi paska kenaikan harga juga semakin sulit. Hal ini dibuktikan dengan makin mengularnya antrean BBM bersubsidi di beberapa SPBU di Tulungagung seperti di Plosokandang, Jepun, dan Karangwaru.
HMI Tulungagung menyatakan 5 sikap tegas. Pertama adalah menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Kedua meminta pemerintah daerah memenuhi kebutuhan BBM bersubsidi di seluruh SPBU se- Kabupaten Tulungagung. Ketiga adalah menuntut kenaikan upah minimum Kabupaten Tulungagung secara proporsional dan mendorong kesejahteraan hidup bagi petani, nelayan, peternak dan guru honorer.
Baca Juga : Perhutani KPH Jatirogo Serahkan TJSL Bagi Kelompok Pegiat Seni Tradisional di Desa Penghasilan Migas Senori
Sikap keempat adalah meminta kepada DPRD untuk melibatkan elemen masyarakat khususnya organisasi kepemudaan dalam setiap pengambilan keputusan sesuai peraturan yang ada.
Dan terakhir adalah meminta DPRD untuk mengecek ulang serta memantau proses distribusi bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat agar tepat sasaran serta menindak tegas segala bentuk politisasi bansos.
"Jika ini diperhatikan, kami khawatir akan gerakan nasional yang berdampak pada pembangkangan sipil dan masyarakat boikot membayar pajak," tutupnya.